Khutbah Idul Fitri 1440 H

Senin, 27 Mei 2019
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫عيد الفطر‬‎
Khutbah Idul Fitri 1440 H
Renungan Setelah Ramadhan
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :  
Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Bulan Ramadhan telah berlalu dan kita tidak tahu, apakah bulan itu akan kita jumpai lagi atau tidak? Orang yang malang adalah orang yang tidak memperoleh kebaikan dan keberkahan di bulan itu dan dosa-dosanya tidak diampuni. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
رَغمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Sungguh hina seorang yang memasuki bulan Ramadhan kemudian bulan itu berlalu namun dosa-dosanya dalam keadaan belum diampuni.” (Hr. Tirmidzi, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Kaum salaf terdahulu seusai Ramadhan berkata kepada sebagian yang lain, “Siapakah orang-orang yang malang di bulan ini? Orang yang malang adalah orang yang terhalang dari memperoleh kebaikan. Orang yang malang adalah orang yang terhalang dari istiqamah di atas ketaatan.”
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia memberikan kesempatan lagi kepada kita untuk dapat menjumpai kembali bulan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai amalan saleh.
Memohon kepada Allah agar amal saleh kita diterima oleh-Nya
Kita juga berharap kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala agar Dia menerima amal ibadah yang kita kerjakan selama di bulan Ramadhan, seperti puasa, shalat tarawih, membaca Al Qur'an, dzikrullah, sedekah, dan lainnya. Hal itu, karena ibadah-ibadah tersebut sangat besar pahalanya apalagi di bulan yang utama (bulan Ramadhan). Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Pahala terhadap amal semakin bertambah karena waktu yang utama.”
Oleh karena itu, kita berharap kepada Allah agar Dia menerima ibadah-ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Kita pun berhusnuzhzhan (bersangka baik) kepada-Nya, bahwa Dia akan menerimanya, karena Dia tidaklah memerintahkan beramal saleh, melainkan karena Dia hendak menerimanya dari kita. Bukankah Dia berfirman,
هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)." (QS. Ar Rahman: 60)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berkata pada hari raya Idul Fitri dalam khutbahnya, “Wahai manusia, kalian telah berpuasa selama tiga puluh hari dan melakukan qiyamullail selama tiga puluh hari. Hari ini kalian keluar meminta kepada Allah agar Dia menerima amal ibadahmu.” (Lathaiful Ma’arif hal. 209)
Mu’alla bin Al Fadhl berkata, “Dahulu kaum salaf berdoa kepada Allah selama enam bulan agar disampaikan ke bulan Ramadhan, lalu mereka berdoa selama enam bulan agar amal-amal mereka diterima.” (Latha’iful Ma’arif hal. 148)
Umar bin Abdul 'Aziz rahimahullah berkata, "Sebagian kaum salaf tampak bersedih pada hari raya Idul Fitri." Lalu ada orang yang berkata kepadanya, "Ini adalah hari bergembira dan bersenang-senang." Umar bin Abdul 'Aziz menjawab, "Betul. Akan tetapi aku adalah seorang hamba yang diperintahkan Tuhanku (Allah Ta'ala) untuk beramal untuk-Nya, namun aku tidak tahu, apakah Dia menerima amalku atau tidak?"
Ali radhiyallahu anhu di akhir malam Ramadhan berkata, “Wahai sekiranya diriku tahu siapa yang diterima amalnya sehingga kami dapat menyambutnya dan siapa yang ditolak amalnya sehingga kami berduka cita terhadapnya?”
Para ulama kita menerangkan, bahwa tanda diterimanya amal adalah bahwa Allah Azza wa Jalla memberikan taufiq kepada seseorang untuk beramal saleh setelahnya.
Demikian pula tanda diterimanya amal adalah ketika dada menjadi lapang dalam beribadah, merasa nikmat dalam menjalankan ketaatan, bertaubat dari dosa-dosa yang terdahulu, khawatir amalnya tidak diterima, dan memiliki kecemburuan terhadap agama; ia marah ketika kemuliaan agama dinodai, dan rela mengorbankan tenaga dan harta di jalan Allah.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sekarang kita berkumpul di tempat ini, di antara kita ada yang lemah dan ada yang kuat, ada yang masih muda dan ada yang suda tua, ada yang menjadi atasan dan ada yang menjadi bawahan, ada yang kaya dan ada yang miskin, setelah itu kita akan pulang ke rumah kita masing-masing. Ingatlah, kita juga akan berkumpul lagi di suatu tempat dengan jumlah yang lebih banyak dari ini, yaitu di padang mahsyar untuk dihisab (diperiksa amal) oleh Allah Azza wa Jalla. Selanjutnya masing-masing kita akan pulang, ada yang pulangnya ke neraka –wal 'iyadz billah-, dan ada yang pulang ke surga. Maka dari itu, hendaklah masing-masing kita memperhatikan dirinya; apakah dia sudah berada di atas ketaatan kepada Allah ataukah masih berada di atas kemaksiatan? Jika dirinya bergelimang di atas kemaksiatan, maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke neraka dan menjadi bahan bakarnya, dan jika dirinya berada di atas ketaatan, maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke surga. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Terj. QS. Al Hasyr: 18)
Kita meminta kepada Allah agar tempat kembali kita adalah ke surga dan tidak ke neraka. Maka perbaikilah amal kita dari sekarang dan jangan menunda!
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Berpuasa di bulan Ramadhan dan mengisinya dengan ibadah juga dimaksudkan agar setelah Ramadhan berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Dan inilah tujuan dari diciptakan kita di dunia, yaitu menyembah hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan beribadah. Oleh karena itu, ibadah yang kita lakukan bukan hanya di bulan Ramadhan, bahkan di seluruh bulan.
Ada seorang yang berkata kepada Bisyr Al Hafiy, “Ada orang-orang yang beribadah di bulan Ramdhan dan bersungguh-sungguh beribadah di bulan itu. Tetapi setelah Ramadhan berlalu, mereka meninggalkan ibadahnya, maka Bisyr berkata, “Seburuk-buruk orang adalah mereka yang tidak mengenal Allah selain di bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar Lit Ta’ahhub Lidaril Qarar 2/283).
Dan perlu diketahui juga, bahwa perintah beribadah, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi terus diperintahkan di setiap hari, di setiap bulan, di setiap tahun, dan seterusnya hingga ajal menjemput. Allah Ta'ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Terj. QS. Al Hijr: 99)
Ibadah adalah amanah yang diembankan kepada manusia, yang nantinya setelah mereka menjalankannya, maka Allah akan membalas mereka dengan balasan yang besar, yaitu masuk ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkan ibadah (menyembah selain Allah dan enggan mengisi hidupnya dengan beribadah, minimal yang wajib) dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka nerakalah tempatnya, wal 'iyadz billah. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
فَأَمَّا مَن طَغَى- وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا-فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
"Adapun orang yang melampaui batas,--Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,-- Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya)." (QS. An Naazi'at: 37-39)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Surga yang penuh dengan kenikmatan itu adalah mahal. Penghuninya akan kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan sedih, akan bahagia dan tidak akan sengsara, akan sehat dan tidak akan sakit, akan muda terus dan tidak akan tua, dan apa yang diinginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja dan berusaha. Namun, apakah kenikmatan ini diberikan kepada orang-orang yang malas beribadah atau enggan melakukannya; ketika ada seruan yang memanggilnya untuk beribadah (seperti seruan untuk shalat), lalu ia tidak mau menyambutnya, bahkan memilih bersenang-senang dengan dunia dan berleha-leha.
Fikirkanlah wahai saudaraku, untuk memperoleh dunia saja, seperti harta, kekayaan, rumah, kendaraan, dan semisalnya seseorang tidak mungkin memperolehnya dengan santai, tiduran, dan bermalas-malasan. Akankah kesenangan itu diperoleh dengan bermalas-malasan, tidur, dan bersantai sambil menunggu rezeki turun dari langit? Tidak wahai saudaraku, ini semua harus dikejar dengan berusaha dan bekerja. Lalu bagaimana dengan kenikmatan surga, akankan diperoleh dengan bermalas-malasan? Ini pun sama, engkau harus mengejarnya dengan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, menyambut seruan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak cukup hanya keinginan di hati dan ucapan di lisan.
Dan jika engkau bandingkan pekerjaan dunia dengan pekerjaan akhirat demikian pula hasil yang akan diperolehnya, maka engkau akan temukan ringan dan mudahnya pekerjaan akhirat dan besarnya hasil yang diperoleh dari pekerjaan akhirat, namun anehnya banyak manusia yang lebih mengutamakan kesenangan dunia. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا- وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.--Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al A’laa: 16-17).
Oleh karena itu, kita meminta kepada Allah taufiq-Nya agar kita lebih mengutamakan akhirat di atas dunia dan tidak berlebihan terhadapnya.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Allah Azza wa Jalla mensyariatkan kepada kita puasa juga adalah agar kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertakwa agar kita menjadi penghuni surga-Nya, karena surga-Nya diperuntukkan oleh Allah untuk mereka yang bertakwa. Maka dari itu, jangan sampai setelah kita menjalankan ibadah puasa, kita kembali lagi berbuat maksiat; kita kembali lagi meninggalkan shalat, kita kembali lagi durhaka kepada kedua orang tua, kita kembali lagi bergaul dengan orang lain menggunakan akhlak tercela, dan wanita-wanita kita kembali lagi melepas jilbab dan memamerkan aurat.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di antara hikmah memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhan adalah agar bekal kita menghadapi kematian semakin banyak. Bukankah setelah kematian terdapat safar yang panjang?
Abu Darda rahimahullah berkata, “Kalau sekiranya salah seorang di antara kamu hendak safar, bukankah ia perlu menyiapkan bekal yang bermanfaat baginya?” Kawan-kawannya berkata, “Ya.” Abu Darda berkata, “Safar pada hari Kiamat lebih panjang, maka bawalah bekal yang bermanfaat bagimu. Berhajilah untuk menghadapi perkara-perkara besar, berpuasalah di siang hari yang panas untuk menghadapi panasnya hari kebangkitan, shalatlah di kegelapan malam untuk menghadapi kegelapan kubur, dan bersedekahlah secara sembunyi-sembunyi untuk menghadapi hari yang sulit.”
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan Ramadhan sebagai arena berlomba bagi manusia. Manusia berlomba-lomba dengan melakukan ketaatan, sebagian orang mendahului sehingga mereka beruntung, sedangkan yang lain tertinggal sehingga mereka menyesal. Sungguh aneh terhadap orang yang masih bermain dan tertawa pada hari yang di sana orang-orang yang berbuat baik berbahagia dan orang yang melakukan kebatilan rugi.”
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Jika engkau mampu pada bulan Ramadhan melakukan puasa, menambahkan shalat sunah di samping shalat fardhu, bersedekah, membaca Al Qur’an, dan melakukan berbagai amal lainnya, sebenarnya engkau mampu melakukannya di bulan-bulan lainnya.
Beratnya kita melakukan amal-amal itu semua bisa jadi karena dosa-dosa kita sehingga kita kurang mendapatkan taufik  dari Allah Ta’ala.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika engkau melihat dirimu ditimpa rasa malas menjalankan ketaatan, maka berhati-hatilah karena boleh jadi Allah tidak suka kamu taat kepada-Nya.” Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَرَادُواْ الْخُرُوجَ لأَعَدُّواْ لَهُ عُدَّةً وَلَـكِن كَرِهَ اللّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُواْ مَعَ الْقَاعِدِينَ
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka, "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu." (QS. At Taubah: 46)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَِللهِ عُتَقاَءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“(Pada bulan Ramadhan) Allah membebaskan banyak orang dari neraka, dan hal itu terjadi pada setiap malamnya.” (Hr. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Ya, banyak orang yang dibebaskan Allah dari neraka pada bulan Ramadhan, tetapi yang menjadi perhatian kita adalah siapakah mereka? Apakah mereka ini adalah orang-orang yang senang duduk di pinggir jalan menghabiskan waktu mereka dengan melakukan obrolan, mengisi waktunya dengan hal yang sia-sia dan main-main,  serta mengisi bulan Ramadhan dengan banyak tidur, ataukah mereka itu adalah orang-orang yang mengisi siang dan malam Ramadhan dengan berbagai amal saleh; puasa,  shalat,  membaca Al Quran, bersedekah dan amal saleh lainnya?  Jelas,  jawabannya adalah bahwa orang-orang yang dibebaskan Allah dari neraka adalah orang-orang yang mengisi siang dan malam Ramadhan dengan berbagai amal saleh.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sebagian manusia ketika diajak menaati Allah dan Rasul-Nya masih berat melakukannya, padahal itu pertanda bahwa dirinya tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Dia berfirman,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menjalankan agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al An’aam: 125)
Ada pula yang belum siap menaati Allah dan Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari kematian; dirinya masih muda dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda dengan bersenang-senang.
Kita katakan kepadanya, “Saudaraku, sesungguhnya kematian jika datang tidak memperhatikan orang yang dijemput, baik muda atau tua, masih sehat atau sedang sakit, ia bisa mendatanginya. Dan jika kematian telah datang kepadanya sedangkan masa mudanya hanya ia isi dengan bersenang-senang dan hal yang sia-sia, maka dia akan menyesal sekali; saat itu ia pun sadar. Padahal ketika kematian telah datang, maka penyesalan dan sikap sadar tidak berguna lagi, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى - يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Dan pada hari itu sadarlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi kesadaran itu baginya.--Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (QS. Al Fajr: 23-24)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Saudaraku, meskipun bulan Ramadhan telah berlalu, namun kesempatan meraih pahala yang banyak masih ada, di antaranya adalah dengan melanjutkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal, dimana bagi mereka yang melakukannya akan dianggap seperti berpuasa setahun. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” (HR. Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan Nasa’i)
Para ulama mengatakan, “Dianggap seperti berpuasa setahun adalah karena satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, bulan Ramadhan dihitung sepuluh bulan, sedangkan enam hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan.”
Sungguh sangat beruntung orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum waktunya habis.
Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, aamiin.
هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخُصَّ مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Marwan bin Musa
Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.co.id/  

Mengenal Kemukjizatan Al Qur’an (2)

Minggu, 26 Mei 2019

بسم الله الرحمن الرحيم
نتيجة بحث الصور عن الإعجاز القرآني
Mengenal Kemukjizatan Al Qur’an (2)

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan singkat tentang kemukjizatan Al Qur’an, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Kemujizatan Al Qur’an dari sisi berita
3. Firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An Nisaa: 56)
Prof. Tajasat Tajasun ketua Ahli Anatomi dan Janin di Universitas Chiang Mai Tailand yang menjadi dekan di jurusan kedokteran pernah ditanya oleh Prof. Abdul Majid Az Zandani, “Di manakah tempat rasa di tubuh manusia?” Ia menjawab, “Ada di ujung urat syaraf kulit. Jika kulit habis terbakar, maka habislah syaraf perasa, sehingga seseorang tidak merasakan perih lagi setelahnya, maka harus ada kulit agar manusia merasakan perihnya.”
Prof. Abdul Majid berkata lagi, “Kapan diketahui pengetahuan seperti ini?”
Prof. Tajasun menjawab, “Belum lama, setelah dibuat alat-alat modern.”
Prof. Abdul Majid berkata, “Akan tetapi Al Qur’an telah lebih dulu memberitakan hal itu sejak 1400 tahun yang lalu. “
Prof. Tajasun balik berkata, “Tidak mungkin! Coba bawa Al Qur’an kepadaku dan tunjukkan pernyataan itu.”
Ia pun membawakan Al Qur’an dan membuka surat An Nisa ayat 56, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. An Nisa’: 56)
Prof. Abdul Majid berkata, “Mungkinkah Muhammad menerima ini dari manusia?”
Prof. Tajasun berkata, “Tidak mungkin, karena manusia ketika itu tidak tahu apa-apa tentang itu, lalu dari mana ia peroleh pengetahuan ini?”
Prof. Abdul Majid menjawab, “Dari sisi Allah, karena dia adalah utusan Allah.”
Prof. Tajasun berkata, “Biarkan saya mempelajari Al Qur’an secara ilmiah berdasarkan pengetahuan modern.”
Setahun kemudian setelah Prof, Tajasun mempelajari Al Qur’an  berdasarkan pengetahuan modern, ia datang untuk menghadiri mukmatar kedokteran ke-8 di Arab Saudi, dan empat hari setelah menyimak pemaparan ilmiyah yang disampaikan para Ahli baik dari kalangan muslim maupun non muslim tentang kemukjizatan Al Qur’an dan As Sunnah secara ilmiyah, maka Prof, Tajasun berdiri sambil berkata,
“Saya seorang spesialis ilmu anatomi dan janin setelah mempelajari ayat Al Qur’an tentang perkembangan janin dan ilmu anatomi menyatakan, bahwa apa yang disebutkan Al Qur’an ternyata tidak diketahui kecuali setelah berkembangnya ilmu pengetahuan modern, padahal di zaman itu pengetahuan tidak sampai kepada hakikat ini. Oleh karena itu, pasti Muhammad telah mendapatkan wahyu dari Allah berupa Al Qur’an ini. Maka dari itu, aku yakin bahwa Muhammad adalah benar-benar utusan Allah, dan sekarang aku nyatakan bahwa diriku masuk Islam, Asyhadu allaailaahaillallah wa anna Muhammadar Rasulullah.”
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam seorang yang ummi
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157) قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi (tidak bisa baca-tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[i]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.-- Katakanlah, "Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (Qs. Al A’raaf: 157- 158)
Dalam ayat di atas, Allah menyebut nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai seorang yang ‘ummi’ atau tidak bisa baca-tulis. Jika keadaan Beliau demikian, tetapi Beliau membawakan ayat-ayat Al Qur’an dengan sastra yang tinggi, berita yang benar, perintah yang bijak, melarang semua keburukan, maka sudah pasti apa yang Beliau bawa benar-benar firman Allah Ta’ala dan bahwa Beliau adalah utusan-Nya, dan kami menjadi saksi terhadap hal itu.
Bukan hanya itu, nama Beliau juga tercantum dalam kitab Taurat dan Injil  
Dalam Al Qur’an disebutkan,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata." (Qs. Ash Shaff: 6)
Dalam Perjanjian Lama, pada Nasyidul Insyad, pasal 5 paragraf 16 dalam bahasa Ibrani, yang artinya: “Ucapannya adalah ucapan yang paling manis, dialah Muhammad yang agung. Inilah kekasih dan kesayangan-Ku.”
Dalam Injil Yohanes pasal 16 paragraf 7 disebutkan, bahwa Al Masih berkata kepada kawan-kawannya, “Akan tetapi, aku katakan kepada kalian, bahwa lebih baik bagi kalian jika aku pergi, karena jika aku tidak pergi, maka penghibur itu yaitu Farqalith tidak kunjung datang.”
Farqalith dalam bahasa Yunani artinya Muhammad.
Lihat juga bukti bahwa nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tercantum dalam Bible (Injil) di sini: https://www.youtube.com/watch?v=OV3CK-zT7s0
Ibnu Jarir meriwayatkan dari 'Athaa' bin Yasar ia berkata: Aku bertemu dengan Abdullah bin 'Amr, lalu aku berkata, "Beritahukanlah kepadaku sifat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kitab Taurat." Abdullah bin 'Amr berkata, "Baiklah. Demi Allah, sesungguhnya Beliau disifati dalam kitab Taurat sama seperti yang disebutkan dalam Al Qur'an, yaitu, "Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan," (Terj. QS. Al Ahzab: 45), penjaga bagi orang-orang ummiy. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku beri nama engkau Al Mutawakkil (orang yang bertawakkal), tidak kasar dan keras, tidak berteriak-teriak di pasar, tidak membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi memaafkan dan membiarkan, dan Allah tidak akan mewafatkannya sampai dia berhasil meluruskan agama yang sebelumnya bengkok, yaitu dengan mengatakan Laailaahaillallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Melalui Beliau Dia membuka hati-hati manusia yang tertutup, telinga yang tuli, dan mata yang buta." (Imam Bukhari juga meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya)
Khatimah (Penutup)
Michael Hart, penulis buku "100 orang yang paling berpengaruh di Dunia" menempatkan Nabi Muhammad shallahu alaihi wa sallam pada peringkat 1 dalam bukunya, dan beliau membutuhkan waktu 28 tahun riset, penelitian dan sebagainya untuk menyelesaikan bukunya tersebut.
Pada saat beliau memberikan kuliah dan seminar di London, beliau dicemooh, diejek, dan diinterupsi (dipotong pembicaraannya), mereka mempertanyakan buku beliau yang menempatkan Nabi Besar Muhammad  shallahu alaihi wa sallam sebagai orang yg paling berpengaruh di Dunia di peringkat 1.
Beliau menjawab,
"Baginda Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, berdiri tegak sendirian di Mekkah pada tahun 611, dan menyatakan ke semua orang di sana saat itu, " Aku adalah nabi dan utusan Allah."
Hanya 4 orang yang percaya kepada Beliau saat itu, sahabatnya, istrinya dan dua orang anak kecil!
Saat ini, setelah lebih dari 1400 tahun, pengikut beliau, umat muslim sudah mencapai lebih dari 1 Milyar orang, dan masih terus bertambah.
Jadi, Nabi Muhammad shallahu alaihi wa sallam, jelas bukan pembohong, karena kebohongan tidak akan pernah bertahan setelah lebih dari 1400 tahun! Dan anda tidak akan pernah mampu membohongi 1 Milyar manusia!
Tambahan lagi yang harus anda renungkan. Setelah semua yg terjadi selama ini, ratusan juta umat muslim ini tidak akan pernah ragu untuk mengorbankan jiwa raga mereka jika ada yang mencoba menodai nama baik Nabi mereka yang tercinta tersebut!
Apakah di antara anda pengikut Kristiani yang sanggup berbuat seperti itu terhadap Jesus?
Setelah itu yang ada hanya keheningan yg mencekam dan lama di auditorium tersebut.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Penulis), Risalah Ilal Qalb (Wahid Abdussalam Bali), https://ferkous.com/home/?q=rihab-4-13 ,


[i] Maksudnya: Dalam syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Misalnya: mensyariatkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan qisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang kena najis, dsb.

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger