Pengantar Ilmu Balaghah (4)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫وان كنتم فى ريب مما نزلنا‬‎
Pengantar Ilmu Balaghah (4)
Mengenal Tingginya Sastra Al Qur’an
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pengantar ilmu Balaghah agar kita mengetahui tingginya sastra Al Qur’an, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
ILMU MA’ANI, BAYAN, DAN BADI
2. Ilmu Bayan adalah ilmu yang membahas cara-cara (uslub) mengungkapkan suatu gagasan dengan berbagai macam redaksi.
Di antara materi ilmu bayan adalah Tasybih, Majaz, Isti’arah, dan Kinayah.
Tasybih adalah menyamakan sesuatu dengan yang lain karena adanya sifat yang sama antara keduanya dengan menggunakan huruf atau kata tertentu. Sesuatu yang disamakan disebut musyabbah, sedangkan yang lain yang disamakan dengannya disebut musyabbah bih. Sifatnya disebut wajah syabah, sedangkan huruf atau kata yang digunakan disebut adah seperti huruf kaf yang artinya seperti. Inilah ruku-rukun tasybih. Contoh:
الْعِلْمُ كَالنُّوْرِ فِي الْهِدَايَةِ
Ilmu itu seperti cahaya dalam memberi petunjuk.
Kata ‘Ilmu’ disebut musyabbah, kata ‘nur’ (cahaya) disebut musyabbah bih, huruf ‘kaaf’ disebut adah syabah, sedangkan kata ‘hidayah’ disebut wajah syabah.
Tasybih ada beberapa macam, di antaranya:
1. Tasybih Taam (sempurna), yaitu tasybih yang susunannya memuat semua rukun tasybih. Contoh:
اَلْبَيْتُ كَالزَّهْرَةِ فِي جَمَالِهَا
Rumah itu mirip dengan bunga dalam hal keindahannya.
2. Tasybih Mu’akkad (yang diperkuat), yaitu tasybih yang dibuang adah tasybih. Contoh:
اَلْبَيْتُ زَهْرَةٌ فِي جَمَالِهَا
“Rumah itu sebuah bunga dalam hal keindahannya.”
3. Tasybih Mujmal (garis besar), yaitu tasybih yang dibuang wajah syabah, seperti:
اَلْبَيْتُ كَالزَّهْرَةِ
 “Rumah itu seperti bunga.”
4. Tasybih Baligh (dalam), yaitu tasybih yang dibuang adah syabah dan wajah syabah, contoh:
اَلْبَيْتُ زَهْرَةٌ
“Rumah itu adalah bunga.”
Contoh tasybih baligh dalam Al Qur’an,
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا
“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian.” (Qs. An Naba: 10)
Yakni seperti pakaian yang menutupi tubuh.
Majaz  adalah lafaz yang digunakan pada arti yang bukan sebenarnya karena ada hubungan dan qarinah (tanda) yang mencegah dari arti yang asli. Contoh:
فُلاَنٌ يَتَكَلَّمُ بِالدُّرَرِ
Fulan berbicara dengan mutiara-mutiara (kata-kata yang fasih).
Kata “  الدُّرَر  ” atau mutiara adalah majazi; bukan hakiki.
Contoh dalam Al Qur’an adalah,
يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ
“Mereka menjadikan jari-jari mereka ke dalam telinga.” (Qs. Al Baqarah: 19)
Maksudnya adalah ujung jari; bukan semua jarinya.
Majaz ‘Aqli dan Majaz Mursal
Majaz Aqli adalah penyandaran fi’il (k. kerja) kepada fa’il (pelaku) yang bukan sebenarnya, tetapi dia bisa sebagai sebab, waktu, maf’ul, atau fa’il.
Contoh sebagai sebagai sebab,
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
“Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, maka ayat-ayat itu menambah iman mereka,” (Qs. Al Anfaal: 2)
Penyandaran “  زَادَتْ  ” kepada ayat adalah penyandaran bukan kepada fa’il yang sebenarnya, karena yang menambahkan iman mereka adalah Allah Azza wa Jalla.
Contoh sebagai waktu,
فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا
“Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.” (Qs. Al Muzzammil: 17)
Contoh sebagai fa’il,
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا
“Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.” (Qs. Al Isra’: 45)
Kata ‘mastuuraa’ menggantikan fa’il ‘saatiraa’ (yang menutupi).
Contoh sebagai maf’ul,
إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا
“Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati.” (Qs. Maryam: 61)
Lafaz ‘ma’tiyya’ mengganti kata ‘aatin’ (datang).
Majaz Mursal adalah penggunaan kata yang bukan untuk makna sebenarnya karena adanya hubungan antara makna hakiki dan makna majazi yang tidak serupa dan disertai adanya qarinah yang tidak membolehkan memahami makna tersebut dengan makna aslinya.
Contoh Majaz Mursal,
وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ رِزْقًا
Dia menurunkan untukmu rezeki dari langit. (Qs. Ghafir: 14)
Di ayat ini diterangkan, bahwa yang diturunkan dari langit adalah rezeki, padahal yang diturunkan adalah air, yang dengan air ini tumbuh-tumbuhan hidup dan menjadi rezeki bagi kita, tetapi disebut langsung dengan rezeki. Inilah majaz mursal, yakni penggunaan majaz pada kata.
Intinya, majaz mursal terletak pada kata yang digunakan tidak secara hakiki, sedangkan majaz aqli pada penyandaran yang bukan sebenarnya, wallahu a’lam.
Isti’arah adalah majaz (kiasan) yang hubungannya berupa musyabahah (kesamaan). Contoh firman Allah Ta’ala,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
“Kitab yang Kami turunkan kepadamu agar kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang.” (Qs. Ibrahim: 1)
Dalam ayat ini kesesatan diumpamakan sebagai kegelapan karena adanya kesamaan tidak adanya petunjuk.
Isti’arah ada yang Tashrihiyyah dan Makniyyah.
1. Isti’arah Tashrihiyyah (tegas) adalah isti’arah yang dihilangkan musyabbah, namun disebutkan musyabbah bih. Contoh:
حَارَبَ الْأَسَدُ بِشَجَاعَةٍ فِي الْمَعْرَكَةِ
Singa berperang dengan beraninya pada pertempuran itu.
Di sini si pemberani diumpamakan seperti singa.
2. Isti’arah Makniyyah (samar) yaitu isti’arah yang musyabbah bih dihilangkan, dan disebutkan musyabbahnya. Contoh:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah sayap kasih sayang terhadap mereka berdua.” (Qs. Al Israa’: 24)
Dalam ayat ini digunakan kata sayap yang biasa dipakai untuk burung, namun burung –sebagai musyabbah bih- tidak disebutkan.
Isti’arah juga dapat dibagi kepada Ashliyyah dan Taba’iyyah.
1. Isti’arah Ashliyyah adalah ketika musta’ar (kata yang dipakai isti’arah) berupa isim yang bukan musytaq, seperti kata “  اَلظَّلاَمُ  ” (kegelapan) untuk arti “  اَلضَّلاَلُ  ” (kesesatan), dan kata “  النُّور  ” (cahaya) untuk arti “  اَلْهُدَى  ” (petunjuk).
2. Isti’arah Taba’iyyah yaitu ketika musta’arnya berupa fi’il, huruf, atau isim musytaq (hasil tasrif). Contoh:
رَكِبَ فُلاَنٌ كَتِفَيْ غَرِيْمَهُ
Si fulan menaiki dua pundak orang yang berutang.
Maksudnya membuatnya berat memikulnya.
Contoh lainnya pada firman Allah Ta’ala,
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ
“Mereka di atas petunjuk dari Rabb mereka.” (Qs. Al Baqarah: 5)
Yakni mereka memperoleh hidayah yang sempurna.
Demikian pula isti’arah terbagi kepada Isti’arah Murasysyahah dan Isti’arah Mujarradah.
1. Isti’arah Murasysyahah adalah isti’arah yang disebutkan di dalamnya kata yang sesuai musyabbah bih. Contoh firman Allah Ta’ala,
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka.” (Qs. Al Baqarah: 16)
Kata ‘membeli’ dipinjamkan untuk arti menukar, sedangkan penyebutan untung dan perniagaan adalah murasysyahah.
2. Isti’arah Mujarradah adalah isti’arah yang di dalamnya disebutkan kata yang sesuai musyabbah. Contoh firman Allah Ta’ala,
فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ
“Maka Allah merasakan kepadanya pakaian kelaparan dan ketakutan.”
Kata ‘pakaian’ dipinjamkan untuk arti sesuatu yang menimpa merata ketika lapar dan takut. Sedangkan kata ‘merasakan’ adalah mujarradah.
Kinayah adalah lafaz yang maknanya tidak sesuai zhahirnya. Contoh:
طَوِيْلُ النِّجَادِ
artinya: panjang pegangan pedangnya. Maksudnya adalah
طَوِيْلُ اْلقَامَةِ
 Jangkung.
Kinayah, jika di dalamnya banyak proses kaitannya dinamakan talwih. Contoh:
كَثِيْرُ الرَّمَادِ   = كَرِيْمٌ 
Banyak abunya = mulia atau dermawan.
Hal itu, karena banyak abu menunjukkan sering membakar, dan banyak membakar menunjukkan banyak masak, dan banyak masak menunjukkan banyak tamunya, sehingga ia sering memberi (dermawan).
Jika isyaratnya tidak banyak proses dan jelas disebut Iema atau isyarah, tetapi jika tersembunyi disebut ramz.
Ada juga kinayah yang untuk memahaminya berdasarkan siyaq atau konteks pembicaraan. Ini disebut ta’ridh (sindiran), seperti perkataan seseorang kepada orang yang berbahaya,
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ يَنْفَعُهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah orang memberikan manfaat.”
Bersambung...
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Qawa’idul Lughatil Arabiyyah (Hifni Bek Dayyab, dkk.), Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Penulis),  https://www.alukah.net/sharia/0/103195/https://mawdoo3.com/الأساليب_البلاغية_في_اللغة_العربية#. , http://www.3refe.com/vb/showthread.php?t=225470 , http://kertugas.blogspot.com/2018/01/majaz-aqli-dalam-ilmu-balagah-kata.html, l. Dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger