Keutamaan Akhlak Terpuji

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫من حسن الخلق‬‎
Keutamaan Akhlak Terpuji
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang keutamaan akhlak terpuji, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta’rif (definisi) Akhlak
Akhlak adalah sifat yang terpendam dalam jiwa yang daripadanya muncul perbuatan ikhtiyari (atas dasar pilihannya) berupa perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Sifat tersebut siap menerima pembinaan yang baik atau yang buruk.
Jika sifat itu dibina dengan kebaikan, seperti mendahulukan yang utama dan yang hak (benar), mencintai kebaikan, memilih sikap santun, lembut, sabar, dermawan, adil, ihsan serta perbuatan-perbuatan baik lainnya dan membenci perbuatan yang buruk, maka akan muncul perbuatan yang baik dengan mudah tanpa susah-payah. Inilah yang disebut dengan Akhlak Mulia (Akhlak Karimah).
Sebaliknya, jika sifat yang terpendam dalam jiwa itu tidak dibina dengan kebaikan, bahkan dibina di atas keburukan sehingga perbuatan yang buruk lebih dicintainya dan perbuatan yang baik malah dibencinya, maka perkara buruk akan muncul daripadanya dengan mudah tanpa susah payah. Inilah yang disebut Akhlak Tercela (Akhlak Madzmumah). Contohnya khianat, dusta, keluh-kesah, kasar, keras, berkata kotor, dsb.
Perintah Berakhlak Mulia
Islam menjunjung tinggi akhlak yang mulia dan mengajak pemeluknya untuk berakhlak mulia. Bahkan Allah memuji Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam karena akhlaknya yang begitu mulia, Dia berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs. Al Qalam: 4)
Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan hamba-hamba-Nya berakhlak mulia, Dia berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Qs. Fushshilat: 34)
Demikian juga menjadikan akhlak mulia sebagai sebab untuk meraih surga-Nya yang tinggi, Dia berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,--(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs. Ali Imran: 133-134)
Bahkan Allah mengutus Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ (وَفِي رِوَايَةٍ صَالِحَ) الْأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (dalam sebuah riwayat: akhlak yang baik).” (Hr. Bukhari dalam Al Adab no. 273, Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat (1/192), Hakim (2/613), Ahmad (2/318), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (6/267/1) dari jalan Ibnu Ajlan dari Qa’qa bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu, dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 45)
Akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah Al Qur’an, sebagaimana yang dinyatakan Aisyah radhiyallahu anha[1].
Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah melayani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selama sepuluh tahun, namun Beliau tidak pernah berkata kepadaku “Ah”, dan tidak pernah berkata terhadap perbuatan yang kulakukan, “Mengapa engkau lakukan perbuatan itu?” Dan tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang tidak kulakukan, “Mengapa engkau tidak melakukan hal itu?” Beliau adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Aku tidak pernah menyentuh kain berbulu, kain sutera, dan sesuatu lainnya yang lebih halus daripada telapak tangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan aku tidak pernah mencium wangi kesturi dan wewangian lainnya yang lebih wangi daripada keringat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu anha pernah berkata kepada Beliau untuk menenangkannya saat Beliau mendapatkan wahyu,
كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الكَلَّ، وَتَكْسِبُ المَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الحَقِّ
“Demi Allah, Dia tidak akan merendahkanmu. Sesungguhnya engkau seorang yang menyambung tali silaturrahim, memikul beban orang lain, membantu orang yang tidak punya apa-apa, menjamu tamu, dan membela pihak yang benar.” (Hr. Bukhari)
Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya, demikian pula tidak pernah memukul pelayan maupun wanita. Akan tetapi Beliau berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah membalas suatu kesalahan yang dilakukan seseorang, kecuali apabila larangan-larangan Allah dilanggar, maka Beliau membalasnya karena Allah.” (Hr. Muslim)
Anas radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bukanlah seorang pencela, pelaknat. Dan bukan orang yang berkata keji. Saat ada orang yang Beliau kritik, Beliau hanya mengatakan, “Mengapa orang itu berbuat begitu, semoga tangan kanannya menyentuh tanah.” (Hr. Bukhari dan Ahmad)
Akhlak Kaum Salaf (Generasi Pertama Islam)
Suatu ketika ada seorang yang mencela Salman Al Farisi radhiyallahu anhu, maka Salman berkata kepadanya, “Jika ternyata timbangan kebaikanku ringan, maka aku lebih buruk dari apa yang kamu katakan, tetapi jika timbangan kebaikanku lebih berat, maka apa yang kamu katakan tidaklah merugikanku.”
Ar Rabi bin Khaitsam pernah dicela, maka ia berkata, “Wahai fulan, Allah mendengar ucapanmu. Sesungguhnya sebelum surga terdapat rintangan, jika aku berhasil melintasinya, maka ucapanmu tidak merugikanku, namun jika aku tidak berhasil melintasinya, maka berarti aku lebih buruk dari apa yang engkau ucapkan.”
Jika ada yang menyampaikan kepada Al Fudhail bin Iyadh, bahwa si fulan mencela dirinya, maka ia berkata, “Demi Allah, aku marah kepadanya –yakni Iblis-, lalu ia berkata, “Ya Allah, jika ucapannya benar, maka ampunilah aku. Dan jika ucapannya dusta, maka ampunilah dia.”
Ada seorang yang mencela secara berlebihan kepada Bakar bin Abdullah Al Muzzanniy rahimahullah, namun ia tetap saja diam, maka ada yang berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak membalas celaannya sebagaimana dia mencela dirimu?” Bakar menjawab, “Aku tidak tahu keburukannya sehingga aku dapat mencelanya, dan tidak halal bagiku menuduhnya secara dusta.”
Pembagian Akhlak 
Akhlak ada yang Ghariziyyah dan ada yang Muktasabah.
Akhlak Ghariziyyah atau Jibilliyyah maksudnya Allah telah memberikan ke dalam dirinya akhlak yang mulia itu, dimana ia tumbuh dewasa di atasnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Asyaj Abdul Qais,
إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ، وَالْأَنَاةُ
 “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah, yaitu bijaksana dan tidak tergesa-gesa.” (Hr. Muslim)
Akhlak Muktasabah maksudnya dirinya belum terbiasa di atas akhlak itu, sehingga membutuhkan latihan dan usaha darinya sambil memohon kepada Allah bantuan-Nya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ  يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
 “Barang siapa yang berusaha menjaga dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya. Barang siapa yang merasa cukup dengan pemberian Allah, maka Allah akan cukupkan. Barang siapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan membantunya. Tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada klesabaran.” (Hr. Bukhari)
Contoh Akhlak Yang Mulia
Al Hasan berkata, “Akhlak yang mulia adalah muka berseri-seri, bersikap dermawan, dan mencegah gangguan.”
Abdullah bin Al Mubarak berkata, “Akhlak mulia itu ada pada tiga perkara: menjauhi yang haram, mencari yang halal, dan memberikan kelapangan kepada sanak keluarga.”
Sahl At Tasturiy berkata, “(Akhlak mulia itu) minimal siap menerima beban, tidak membalas, sayang kepada orang yang zalim, memintakan ampunan untuknya, dan kasihan kepadanya.”
Al Junaid berkata, “Empat perkara yang dapat mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi meskipun sedikit amal dan ilmunya, yaitu: sikap santun, tawadhu, dermawan, dan berakhlak mulia. Itu merupakan penyempurna keimanan.”
Al Qadhiy ‘Iyadh berkata, “Akhlak yang mulia adalah bergaul dengan baik kepada manusia, bergembira dan menampakkan rasa cinta kepada mereka, kasihan kepada mereka dan merasakan penderitaan mereka, memikul beban mereka, bersabar terhadap mereka dalam hal-hal yang tidak disukai, tidak sombong dan merasa tinggi di atas mereka, dan menjauhi sifat kasar, pemarah, dan (suka) menghukum.”
Ada pula yang berkata tentang akhlak mulia, yaitu:
Menyingkirkan akhlak yang hina dan menghiasi diri dengan akhlak mulia.
Akhlak mulia adalah mencegah gangguan dan siap memikul beban.
Akhlak mulia adalah ketika perhatianmu tertuju kepada Allah Azza wa Jalla.
Ciri Orang Yang Berakhlak Mulia
Sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwa ciri orang yang berakhlak mulia adalah sangat pemalu, sedikit sekali sikap kurang baiknya, banyak kebaikannya, jujur lisannya, sedikit bicara, banyak berbuat, sedikit sekali tergelincir, tidak banyak dalam sesuatu (selain ibadah), berbakti kepada orang tua dan menyambung tali silaturrahim, sopan, sabar, memiliki rasa syukur yang tinggi, tidak lekas marah, memenuhi janji, menjaga dirinya dari yang haram, tidak suka melaknat, memaki, tidak mengadu domba serta ghibah (menggunjing orang), tidak tergesa-gesa, tidak dendam, tidak bakhil dan dengki, menampakkan wajah gembira dan berseri-seri, cinta karena Allah dan benci pun karena-Nya, ridha karena Allah serta marah pun karena-Nya. (Lihat Minhajul Muslim hal. 116)
Penopang Akhlak Yang Mulia
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, bahwa akhlak yang mulia dibangun di atas empat pondasi, dimana tiangnya tidak akan tegak kecuali di atasnya, yaitu: sabar, iffah (menjaga diri), berani, dan adil.
Sikap sabar akan membuatnya siap memikul beban, menahan marah, mencegah diri dari gangguan, bersikap santun, perlahan, lembut, tidak serampangan, dan tidak tergesa-gesa.
Sikap iffah akan membuatnya menjauhi perbuatan hina dan buruk baik berupa ucapan maupun perbuatan, mendorongnya untuk bersikap malu yang merupakan pangkal semua kebaikan, dan mencegahnya dari perbuatan keji, bakhil, dusta, ghibah, dan namimah (mengadu domba).
Sikap berani akan membuat jiwanya mulia, mendahulukan akhlak yang luhur, suka memberi dan siap berkorban yang merupakan keberanian jiwa dan kemampuannya mengeluarkan hal yang dicintainya serta berpisah darinya, serta membuatnya menahan marah, dan membuatnya bersikap santun, karena dengan kekuatan jiwanya dan keberaniannya membuatnya mampu memegang kendali, serta menahannya dari sikap keluh kesah dan bersikap keras.
Sikap adil membuat akhlaknya lurus dan tengah-tengah; antara berlebihan dan meremehkan.” (Diringkas dari Madarijus Salikin 2/308-311) 
Keutamaan Akhlak Terpuji
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di timbangan daripada akhlak yang mulia.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Bukhari dalam Al Adab, dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Al Albani)
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا، وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالمُتَشَدِّقُونَ وَالمُتَفَيْهِقُونَ
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat majlisnya denganku nanti pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling kubenci dan paling jauh majlisnya nanti pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara, suka merendahkan, dan sombong.” (Hr. Ahmad, TIrmidzi, Ibnu Hibban, dan Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, dan dishahihkan oleh Al Albani).
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya orang mukmin karena akhlaknya yang baik dapat mencapai derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat malam.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani)
إِنَّ اللهَ تَعَالَى جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، وَيُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلَاقِ، وَيَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala indah, Dia menyukai keindahan, Dia menyukai akhlak yang mulia dan membenci akhlak yang hina.” (Hr. Thabrani dalam Al Awsath, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 1739)
إِنَّ النَّاسَ لَمْ يُعْطَوْا شَيْئًا خَيْرًا مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
“Manusia tidaklah diberikan sesuatu yang lebih baik daripada akhlak yang mulia.” (Hr. Thabrani dalam Al Kabir, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 1977)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukan seseorang ke surga, maka Beliau menjawab,
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ
“Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.”
Demikian pula Beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka Beliau menjawab,
الفَمُ وَالفَرْجُ
“Mulut dan kemaluan.”
(Hr. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Kiat Meraih Akhlak Terpuji
Cara meraih akhlak terpuji atau akhlak mulia di antaranya adalah:
1. Berdoa
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berdoa,
اَللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي، فَأَحْسِنْ خُلُقِي
“Ya Allah, Engkau telah memperindah fisikku, maka perindahlah akhlakku.” (Hr. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Dari Quthbah bin Malik ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلَاقِ، وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan nafsu yang munkar.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
2. Bergaul dengan orang-orang yang saleh
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang mengikuti agama temannya, maka hendaknya salah seorang di antara kamu memperhatikan siapa temannya.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh Al Albani)
3. Mengingat keutamaan akhlak terpuji
Tentang keutamaannya telah disebutkan sebelumnya, silahkan lihat kembali.
4. Membaca kisah orang-orang saleh terdahulu
Yakni dengan membaca kisah orang-orang saleh terdahulu membuat kita berusaha meneladani mereka. Bacalah kisah para nabi, para sahabat, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, dst.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jazairiy), Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (M. Nashirrudi Al Albani), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Modul Pembinaan Akhlak (Tim Asatidzah Bintang Pelajar), At Tarbiyah ala Manhaj Ahlissunnah (Dr. Ahmad Farid), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.


[1] Maksud akhlak Beliau Al Quran adalah Beliau senantiasa mengamalkan Al Quran, berhenti pada batasannya, beradab dengan adab-adabnya, mengambil pelajaran terhadap perumpamaan dan kisahnya, mentadabburinya, dan bagus dalam membacanya.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger