Sikap Berani Yang Benar

بسم الله الرحمن الرحيم
Sikap Berani Yang Benar
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang sikap berani yang benar, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang paling indah fisiknya dan paling pemberani. Suatu ketika penduduk Madinah ditimpa rasa takut (karena suara keras),  maka mereka pun pergi ke arah itu, ternyata mereka menjumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (telah mendahului mereka dalam keadaan pulang dari tempat dimana suara ini muncul), dan keadaan yang sebenarnya pun telah tampak. Ketika itu Beliau berada di atas kuda milik Abu Thalhah tanpa pelana, sedangkan di dekat leher Beliau ada pedang sambil bersabda, "Jangan takut! Jangan takut!" Kemudian Beliau bersabda, “Sungguh, kami dapatkan kuda ini cepat larinya.”
Hadits di atas menunjukkan, bahwa sikap berani merupakan akhlak terpuji, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sikap demikian.
Apa itu berani?
Berani adalah keberanian hati dan kuatnya jiwa ketika menghadapi masalah yang sulit.
Keberanian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Para sahabat radhiyallahu 'anhu apabila merasakan perang semakin memanas, maka mereka berlindung di belakang punggung Nabi shallallahu 'alaihi wa salllam dan menjadikan Beliau di depannya. Tentang hal ini, Ali radhiyallahu  'anhu berkata, "Kami, ketika perang semakin memanas, maka kami melindungi diri dengan Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, sehingga tidak ada yang lebih dekat dengan musuh daripada Beliau."
Al Barra’ berkata, “Demi Allah, saat perang semakin memanas, maka kami berlindung di balik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang yang pemberani di antara kami adalah orang yang sejajar dengan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)
Dalam perang Hunain saat kaum muslim terpukul mundur, sebagian besar dari mereka melarikan diri, namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tetap di tempatnya tidak berpindah sambil menyeru dengan suara tinggi, "Aku Nabi tidak dusta, aku cucu Abdul Muththalib."
Saat kaum muslim mendengar kalimat itu, maka kembalilah sifat pemberani ke dalam hati mereka, dan mereka berkumpul kembali di sekeliling Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ikut berperang, sehingga mereka memperoleh kemenangan.
Demikianlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang paling berani, lalu para sahabat mengambil keberanian itu dari Beliau sehingga mereka menjadi panutan dalam pengorbanan dan penebusan.
Keberanian para sahabat radhiyallahu 'anhum
Para sahabat telah memberikan contoh yang paling menarik dalam hal keberanian. Di antaranya adalah para sahabat berikut ini:
'Amr bin Jamuh. Anak-anaknya menahannya agar tidak ikut ke medan perang, karena ia tidak dapat berjalan dengan kakinya yang pincang. Maka 'Amr berkata kepada mereka, "Demi Allah, sesungguhnya saya ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang." Kemudian ia meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berperang, maka Beliau mengizinkan dan ia pun berangkat ke medan perang, ia berperang dengan beraninya sehingga memperoleh syahid di jalan Allah.
Ali bin Abi Thalib. Ia tumbuh di bawah asuhan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tumbuh di atas keberanian sejak kecilnya. Ia telah memberikan contoh yang luar biasa tentang keberanian saat ia masih kecil, yaitu ia berani tidur di ranjang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat Beliau berhijrah, padahal ketika itu musuh hendak membunuh Beliau. Ali radhiyallahu ‘anhu rela menempati  ranjang Beliau untuk memudahkan urusan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam agar Beliau dapat berhijrah ke Madinah dengan selamat.
Abdullah bin Rawahah. Seorang sahabat yang mulia, ia rela berjihad di jalan Allah dan syahid di perang Mu'tah. Sebelum ia mendapatkan syahid, ia berbicara dengan dirinya dan mendorongnya untuk berperang, sambil berkata,
Aku bersumpah, wahai diri kamu harus terjun ke dalamnya
Mengapa aku lihat engkau membenci surga
Wahai diri, jika engkau tidak terbunuh (sebagai syahid), engkau tetap akan mati
Inilah kematian telah membakarmu
Apa yang engkau inginkan, maka telah diberikan kepadamu
Jika engkau melakukanya, maka engkau telah ditunjuki
Abdullah ingin memperoleh syahid dan ingin bertemu dengan kedua kawannya, yaitu Zaid bin Haritsah dan Ja'far bin Abi Thalib yang telah  syahid dalam perang Mu'tah sehingga ia pun gugur pula sebagai syahid.
Khalid bin Al Walid. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutnya sebagai pedang Allah yang terhunus karena keberaniannya dan siap bertempur sampai mati. Saat ia akan meninggal dunia, maka ia bersedih karena tidak mati dalam keadaan syahid di medan perang. Ia berkata, "Tidak ada satu jengkal pun dari badanku kecuali di sana terdapat sayatan pedang, tusukan tombak, atau lemparan panah. Tetapi sekarang saya mati di atas kasurku sebagaimana matinya unta, maka semoga mata para pengecut tidak dapat tidur.
Abu Dzar Al Ghifariy. Beliau terkenal dengan keberaniannya dalam beramar ma'ruf dan bernahi munkar, ia membela kaum fakir dan meminta kaum kaya agar bersedekah dan mengeluarkan zakat harta mereka yang di dalamnya terdapat hak kaum fakir. Ia pernah berkata, "Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang menyimpan emas dan perak dengan setrika dari api, dimana dahi dan rusuk mereka akan dipanaskan dengannya pada hari Kiamat."
Wanita para sahabat
Wanita para sahabat disifati dengan sifat berani. Mereka pernah ikut bersama kaum muslim di medan peperangan, mereka yang menyiapkan makanan untuk orang-orang yang berperang dan yang menyiapkan air untuk memberi minum pasukan kaum muslimin, serta mengobati yang terluka dan yang sakit, sehingga terkenallah di antara mereka Ummu 'Imarah Nusaibah binti Ka'ab, Ummu 'Athiyyah Al Anshaariyyah, Ummu Sulaim, Laila Al Ghifariyyah dan lainnya radhiyallahu 'anhunna.
Bahkan ada seorang sahabiyah bernama Khaulah binti Tsa'labah radhiyallahu 'anha bertemu dengan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu menasihatinya dengan tegas, namun Umar terdiam di hadapannya, mendengarkan kata-katanya sampai selesai.
Anak-anak para sahabat
Banyak anak-anak para sahabat yang menampakkan kesedihan mereka karena tidak dapat ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikisahkan, bahwa Umair bin Abi Waqqash, saat ia masih kecil pernah bersembunyi di barisan pasukan namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melihatnya, setelah diketaui, maka Beliau memulangkannya karena usianya yang masih kecil, maka ia menangis, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkan untuk menemani pasukan saja.
Kisah Keberanian Lainnya
1. Surat Kaisar Romawi kepada Mu'awiyah ketika terjadi perselisihan antara Mu'awiyah dan  Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma.
Dari Kaisar Romawi kepada Mu'awiayah,
Kami telah mengetahui perselisihan yang terjadi antara anda dengan Ali bin Abi Thalib, dan menurut penilaian kami, Andalah yang paling berhak menempati posisi sebagai khalifah. Jika Anda memerintahkan kepadaku (untuk menyiapkan pasukan),  niscaya aku akan mengirimkan kepadamu sejumlah pasukan yang akan membawakan kepadamu kepala Ali bin Abi Thalib.
Surat kaisar romawi ini pun dibalas oleh Mu'awiyah,
Dari Mu'awiyah kepada Heraklius.
Ini adalah perselisihan antara dua saudara, lalu mengapa Anda ingin turut campur dalam urusan mereka berdua.
Jika engkau tidak membungkam mulutmu sendiri, maka aku akan mengirim kepadamu sebuah pasukan, barisan pertamanya telah sampai kepadamu dan barisan terakhirnya masih di tempatku hanya untuk mendatangkan kepalamu untukku agar aku serahkan kepada Ali bin Abi Thalib.
2. Surat Khalid bin Walid radhiyallahu anhu kepada Kisra
Khalid pernah mengirim surat kepada Kisra, yang isinya:
Masuk Islamlah kengkau, niscaya engkau akan selamat. Jika engkau menolaknya, aku akan mendatangimu dengan sejumlah ksatria yang sangat mencintai kematian seperti kalian mencintai kehidupan.
Ketika Kisra membaca surat tersebut, ia segera mengirim utusannya kepada kaisar Cina; memohon bala bantuan, kaisar Cina kala itu hanya membalas dengan ucapan berikut,
Wahai kisra,  aku sama sekali tidak memiliki kekuatan melawan suatu kaum yang jika mereka bertekad mencabut sebuah gunung, niscaya mereka sanggup untuk melakukannya.
3. Kaum muslimin ketika melewati pelabuhan-pelabuhan di Eropa
Pada masa kekuasaan Daulah Utsmaniyah terdahulu, kapal-kapal armada perang mereka jika melintasi pelabuhan pelabuhan Eropa, serentak seluruh gereja di kota-kota pesisir pantai itu mengehentikan pukulan lonceng-lonceng gereja sebab mereka sangat takut jika hal itu dapat memancing kaum muslimin untuk menaklukkan negeri mereka.
4. Shalahuddin Al Ayyubi di malam hari sebelum terjadinya perang Hittin
Pada malam perang Hitthin, sebuah peperangan monumental kaum muslimin dimana mereka dapat mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam kekuasaan Islam serta menaklukkan pasukan Salib. Pada malam itu panglima Shalahuddin Al Ayyubi berkeliling melakukan pengawasan pada seluruh kemah-kemah tentarannya, ia mendengarkan beberapa kemah penghuninya tengah melaksanakan qiyamullail, kemah yang lain tengah berzikir, sedangkan kemah berikutnya sedang membaca Al Qur'an. Demikian seterusnya, hingga beliau melintasi sebuah kemah yangg sepi sebab seluruh penghuninya terlelap tidur, maka sang panglima mengatakan kepada pengawalnya, “Dari arah kemah inilah kita akan kebobolan,” maksudnya dari kemah inilah kita bisa dikalahkan.
Berbagai macam keberanian
Keberanian ada banyak macamnya, di antaranya:
1. Berani dalam Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah marah kecuali jika salah satu larangan Allah dilanggar, atau seseorang mengerjakan kemungkaran; dengan melakukan maksiat, maka Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam segera menyuruhnya melakukan kebaikan dan melarang kemaksiatan itu.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan keberanian seperti ini, Dia berfirman, "(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al Hajj: 41),
Abu Dzar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhku mengatakan yang benar meskipun pahit." (HR. Ahmad. Pentahqiq Musnad Ahmad berkata, "Hadits shahih.")
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
"Barang siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka rubahlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka rubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah menerangkan, bahwa orang yang mengingatkan waliyyul amri (pemerintah) dan menasihatinya secara lembut dan baik akan memperoleh pahala yang besar dari Allah Rabbul 'aalamin. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
"Jihad yang paling utama adalah berkata yang hak di hadapan pemimpin yang zalim." (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani, Baihaqi dalam Asy Syu'ab, dan Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1100)
Berani dalam menuntut ilmu
Seorang muslim selalu berusaha menuntut ilmu, ia bertanya dan meminta penjelasan terhadap masalah yang tidak ia ketahui, karena menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Oleh karena itu, para sahabat biasa bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan meminta penjelasan terhadap masalah yang tidak mereka ketahui tanpa malu. Dalam hal ini, antara para sahabat baik yang laki-laki maupun yang wanita adalah sama.
Berani mengakui kesalahan
Seorang muslim selalu cenderung kepada yang hak dan kebenaran. Ketika ia keliru, ia segera mengakui kesalahan, menyesalinya, dan bertobat kepada Allah Azza wa Jalla. Di antara (contohnya) adalah sikap Nabi Adam 'alaihis salam saat ia memakan pohon yang dilarang untuk dimakan dan mendurhakai Rabbnya, maka ia segera mengakui kesalahannya dan meminta ampunan kepada Tuhannya sehingga Allah menerima tobatnya.
Demikian juga Nabi Allah Yunus 'alaihis salam saat ia ditelan ikan yang besar, ia segera kembali kepada Rabbnya berdzikr dan meminta ampunan sehingga Allah menyelamatkannya dari keadaan itu. Ketika itu, ia berdoa kepada Rabbnya sambil berkata, "Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim."
Demikianlah seorang muslim, ia selalu kembali kepada kebenaran. Jika terjadi dosa atau kesalahan pada dirinya, maka ia segera bertobat, meminta maaf, dan mengakui kesalahannya.
Keberanian dalam berperang
Allah memerintahkan kaum muslim agar bersiap-siap untuk menghadapi musuh-musuh-Nya, Dia berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. " (QS. Al Anfaal: 60)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi kita, Dia berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)." (Terj. QS. Al Anfaal: 15)
Dan seorang muslim tidaklah takut mati di jalan Allah, karena hal itu adalah kedudukan yang agung di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Seorang penyair berkata,
Jika kematian pasti datang
Maka termasuk kelemahan adalah ketika engkau mati dalam keadaan sebagai seorang pengecut.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong agar seseorang menjadi orang yang kuat, Beliau bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Namun pada keduanya ada kebaikan. Berusahalah untuk mengejar hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, maka jangan katakan, "Kalau seandainya aku melakukan ini dan itu, tentu akan jadi begini dan begitu." Tetapi katakanlah, "Allah telah menakdirkan dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan." Karena kata "Kalau seandainya," membuka pintu amal setan." (HR. Muslim)
Oleh karena itu, seorang muslim harus menjadikan sifat pemberani sebagai sifat yang selalu melekat pada dirinya.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: http://islam.aljayyash.net, Modul Akhlak SMP (Penulis), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger