بسم
الله الرحمن الرحيم
100 Sunnah Yang Shahih (2)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan 100 sunnah yang shahih
yang disusun oleh Divisi Dakwah Al Jaliyat di Saudi Arabia yang telah kami
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
14. Pergi ke masjid sambil berjalan kaki.
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ « أَلاَ أَدُلُّكُمْ
عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ » .
قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى
الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ » .
Dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kamu
aku tunjukkan amalan yang dengan amalan itu Allah menghapuskan dosa-dosa dan
meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab,
“Ya, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Menyempurnakan wudhu ketika merasa
segan, banyak melangkahkan kaki ke masjid dan menunggu dari shalat yang satu ke
shalat berikutnya; itulah ribath (pertahanan).” [HR. Muslim: 587].
15. Mendatangi shalat dengan tenang dan beradab.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ « إِذَا
أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ
وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوا » .
Dari Abu Hurairah
ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila shalat ditegakkan, maka janganlah kamu mendatanginya dengan
terburu-buru, tetapi datangilah sambil berjalan. Tetaplah tenang! Jika kamu
mendapatkan imam, maka ikutlah shalatnya, namun jika tertinggal, maka
sempurnakanlah.” [Muttafaq 'alaih: 908-1359].
16. Berdoa ketika masuk masjid dan keluar
darinya.
عَنْ أَبِى
حُمَيْدٍ - أَوْ عَنْ أَبِى أُسَيْدٍ - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم « إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى
أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ . وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ » .
Dari Abu Humaid
atau dari Abu Usaid ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid, maka ucapkanlah:
اللَّهُمَّ افْتَحْ
لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, bukakanlah kepadaku pintu-pintu rahmat-Mu.”
Dan apabila
keluar, maka ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إِنِّى
أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu karunia-Mu.”
[HR. Muslim:
1652].
17. Shalat memakai sutrah (pembatas).
عَنْ مُوسَى بْنِ
طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِذَا
وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ وَلاَ
يُبَالِ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَلِكَ » .
Dari
Musa bin Thalhah, dari bapaknya ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu menaruh di depannya
(sutrah) setinggi cagak pelana (setinggi kira-kira sejengkal atau dua jengkal),
maka shalatlah dan jangan pedulikan orang yang lewat di baliknya.” [HR. Muslim:
1111].
Sutrah
adalah benda yang berada di depan orang yang shalat ketika hendak shalat,
seperti dinding, tiang dsb. Sedangkan cagak pelana itu setinggi kira-kira 2/3
hasta.
18. Duduk dengan cara Iq’aa saat duduk antara
dua sujud.
عَنْ أَبِى
الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ طَاوُسًا يَقُولُ قُلْنَا لاِبْنِ عَبَّاسٍ فِى
الإِقْعَاءِ عَلَى الْقَدَمَيْنِ فَقَالَ هِىَ السُّنَّةُ . فَقُلْنَا لَهُ إِنَّا
لَنَرَاهُ جَفَاءً بِالرَّجُلِ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ بَلْ هِىَ سُنَّةُ
نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم .
Dari
Abuz Zubair bahwa ia mendengar Thawus berkata: Kami bertanya kepada Ibnu Abbas
tentang iq’aa di atas kedua kaki. Maka ia mengatakan, “Itu adalah Sunnah.” Lalu
kami berkata kepadanya, “Sesungguhnya kami memandangnya sebagai sikap tidak pantas
bagi laki-laki.” Lalu Ibnu Abbas berkata, “Bahkan itu adalah Sunnah Nabimu
shallallahu 'alaihi wa sallam.” [HR. Muslim: 1198].
Iq’aa adalah
menegakkan kedua kaki dan duduk di atas kedua tumit, hal ini dilakukan pada
saat duduk antara dua sujud.
19. Duduk tawarruk pada saat tasyahhud kedua
(akhir)
عَنْ اَبِي
حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ
الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ .
Dari Abu Humaid
As Saa’idiy radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam apabila duduk pada rakaat terakhir mengedepankan kaki kirinya dan
menegakkan kaki yang satunya (yang kanan) dan duduk di atas pinggulnya.” [HR.
Bukhari: 828].
20. Memperbanyak doa sebelum salam.
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ
النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم ,اِلَى اَنْ قَالَ ثُمَّ لِيَتَخَيَّرَ مِنَ
الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو » .
Dari Abdullah bin
Umar radhiyallahu 'anhuma ia berkata: Kami apabila bersama Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam…dst. sampai sabdanya, “Kemudian hendaklah ia memilih doa yang
disukainya, lalu ia berdoa dengannya.” [HR. Bukhari: 835].
21. Mengerjakan shalat sunat rawatib
عَنْ أُمِّ
حَبِيبَةَ أَنَّهَا سَمِعْتْ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ « مَا
مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
Dari Ummu
Habibah, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunat karena Allah dalam
sehari dua belas raka’at, kecuali Allah akan membangunkan sebuah rumah untuknya
di surga.” [HR. Muslim: 1696].
Shalat sunat
rawatib dalam sehari semalam berjumlah dua belas rakaat; empat rakaat sebelum
Zhuhur, dua rakaat setelahnya. Dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah
Isya dan dua rakaat sebelum Subuh.
22. Melakukan shalat Dhuha
عَنْ أَبِى ذَرٍّ
عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ « يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ
سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ
تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ
مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى » .
Dari Abu Dzar,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Pada
pagi hari setiap persendian kamu harus bersedekah; setiap tasbih adalah
sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan Laailaahaillallah)
adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi
mungkar juga sedekah dan hal itu bisa terpenuhi oleh dua rakaat yang
dikerjakannya di waktu Dhuha.” [HR. Muslim: 1671].
Waktu yang paling
utama (shalat Dhuha) adalah ketika matahari sudah agak naik dan hari semakin
panas. Habis waktunya adalah sampai matahari berada di tengah-tengah. Jumlah rakaatnya
paling sedikit dua rakaat dan jumlah rakaat paling banyak tidak ada batasnya[1].
23. Melakukan Qiyamul lail
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه – اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ سُئِلَ أَىُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ فَقَالَ
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ
اللَّيْلِ
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
ditanya, “Shalat apa yang paling utama setelah shalat fardhu?” Beliau menjawab,
“Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malam.”
[HR. Muslim: 2756].
24. Shalat Witir
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
رضي الله عنهما اَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :« اجْعَلُوا آخِرَ
صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْراً » .
Dari Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Jadikanlah shalat terakhirmu di malam hari adalah witir.” [Muttafaq 'alaih:
998-1755].
25. Shalat dengan memakai sandal (apabila jelas
suci).
سُئِلَ أَنَسُ بْنُ
مَالِكٍ : أَكَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى فِى نَعْلَيْهِ ؟ قَالَ
: نَعَمْ .
Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu pernah ditanya, “Apakah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
shalat dengan memakai kedua sandalnya?” ia menjawab, “Ya.” [HR. Bukhari 386].
26. Shalat di Masjid Quba’.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
- رضى الله عنهما - قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَأْتِى قُبَاءً
رَاكِباً وَ مَاشِياً . زَادَ ابْنُ عُمَيْر: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ عَنْ
نَافِعٍ: فَيُصَلِّي فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ
Dari Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa
mendatangi Quba’ dengan menaiki kendaraan dan berjalan kaki.” Ibnu Numair
menambahkan, “Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah dari Nafi’, “Lalu
Beliau melakukan shalat dua rakaat di sana .”
[Muttafaq 'alaih: 1194-2390].
27. Mengerjakan shalat sunat di rumah
عَنْ جَابِرٍ رضي
الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِذَا قَضَى
أَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ فِى مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ
صَلاَتِهِ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِى بَيْتِهِ مِنْ صَلاَتِهِ خَيْرًا » .
Dari Jabir
radhiyallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu selesai mengerjakan shalat di
masjid, maka berikanlah untuk rumahnya bagian dari shalat itu, karena Allah
menjadikan di rumahnya kebaikan karena shalatnya itu.” [HR. Muslim: 1822].
28. Shalat Istikharah.
عَنْ جَابِرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنهما - قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم يُعَلِّمُنَا الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ
مِنَ الْقُرْآنِ
Dari Jabir bin
Abdullah radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mengajarkan kepada kami cara beristikharah untuk semua masalah
sebagaimana Beliau mengajarkan kepada kami sebuah surat dari Al Qur’an.” [HR. Bukhari: 1162].
Caranya adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam (lanjutan) hadits di atas; yaitu seseorang
shalat dua rakaat. Setelah itu mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ
بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ
فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ
الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي
دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ
فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ
أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ
قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ
وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي
“Ya Allah, sesungguhnya
aku meminta pilihan kepada-Mu, meminta upaya dengan kekuasaan-Mu. Aku meminta
kepada-Mu sebagian di antara karunia-Mu yang besar. Engkau kuasa, aku tidak
kuasa, Engkau tahu aku tidak tahu. Engkau Maha Mengetahui yang gaib. Ya Allah,
jika hal ini (ia sebut pilihannya) baik untukku, agamaku, duniaku dan
akibatnya, cepat atau lambat, maka tetapkanlah untukku dan mudahkanlah ia
bagiku, kemudian berikanlah keberkahan padanya. Namun, apabila hal itu buruk
bagiku baik bagi agamaku, duniaku dan akibatnya; cepat atau lambat, maka
hindarkanlah ia dariku dan hindarkanlah aku darinya, tetapkanlah untukku yang
baik di mana pun aku berada, lalu ridhailah aku.”
Bersambung…
Wa
shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[1] Yang rajih –insya
Allah- paling banyak adalah 12 rakaat (lihat keterangannya di kitab Bughyatul
Mutathawwi’ oleh M. bin Umar Bazmul) –pent.
0 komentar:
Posting Komentar