بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal
Lebih Dekat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (8)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan risalah mengenal lebih dekat Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Mendahulukan
kepentingan orang lain daripada diri Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
sendiri
عَنْ سَهْلٍ رَضِي اللَّه عَنْه أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُرْدَةٍ مَنْسُوجَةٍ فِيهَا حَاشِيَتُهَا أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ قَالُوا الشَّمْلَةُ قَالَ نَعَمْ قَالَتْ نَسَجْتُهَا بِيَدِي فَجِئْتُ لِأَكْسُوَكَهَا فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا إِزَارُهُ فَحَسَّنَهَا فُلَانٌ فَقَالَ اكْسُنِيهَا مَا أَحْسَنَهَا قَالَ الْقَوْمُ مَا أَحْسَنْتَ لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ثُمَّ سَأَلْتَهُ وَعَلِمْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ قَالَ إِنِّي وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ لِأَلْبَسَهُ إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتَكُونَ كَفَنِي قَالَ سَهْلٌ فَكَانَتْ كَفَنَهُ *
Dari
Sahl radhiyallahu 'anhu, bahwa ada seorang wanita yang datang kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa burdah yang bagian pinggirnya
ditenun, -Sahl berkata, “Tahukah kalian burdah itu?” Orang-orang berkata,
“Jubah,” Sahl berkata, “Ya, wanita itu berkata, “Aku tenun burdah itu dengan
tanganku sendiri agar aku dapat memakaikan burdah itu kepadamu,” Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengambilnya, Beliau memang membutuhkannya,
kemudian Beliau keluar menemui kami dan menjadikannya burdah tersebut untuk
kain bawahnya, lalu seseorang menganggapnya bagus sambil berkata, “Pakaikanlah
aku kain itu, sungguh bagus sekali,” lalu orang-orang berkata kepadanya, “Kamu
ini bagaimana, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakainya karena butuh,
mengapa kamu memintanya, padahal kamu tahu bahwa Beliau tidak akan menolak
orang yang meminta,” ia pun berkata, “Sesungguhnya saya, demi Allah, tidaklah
meminta untuk dipakai, namun saya memintanya agar menjadi kafan saya nanti.”
Sahl pun berkata, “Maka kain itu pun menjadi kain kafannya.” (HR. Bukhari)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal kebersihan
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
عَشْرٌ مِنَ
الْفِطْرَةِ
قَصُّ الشَّارِبِ
وَإِعْفَاءُ
اللِّحْيَةِ
وَالسِّوَاكُ
وَاسْتِنْشَاقُ
الْمَاءِ
وَقَصُّ الْأَظْفَارِ
وَغَسْلُ
الْبَرَاجِمِ
وَنَتْفُ
الْإِبِطِ
وَحَلْقُ
الْعَانَةِ
وَانْتِقَاصُ
الْمَاءِ
قَالَ زَكَرِيَّاءُ
قَالَ مُصْعَبٌ
وَنَسِيتُ
الْعَاشِرَةَ
إِلَّا أَنْ
تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ
زَادَ قُتَيْبَةُ
قَالَ وَكِيعٌ
انْتِقَاصُ
الْمَاءِ
يَعْنِي الِاسْتِنْجَاءَ
(مسلم)
Dari ‘Aisyah ia berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada 10 hal yang termasuk fitrah
manusia; mencukur kumis, membiarkan janggut, bersiwak, menghirup air ke hidung,
memotong kuku, mencuci sela-sela jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan,
istinjaa’ (bersuci dari buang air) –Zakariyya (salah seorang yang meriwayatkan
hadits) berkata, “Mush’ab berkata, “Saya lupa yang kesepuluhnya sepertinya
berkumur-kumur.” (HR. Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ عُرِضَ عَلَيْهِ طِيبٌ فَلَا يَرُدَّهُ فَإِنَّهُ خَفِيفُ الْمَحْمَلِ طَيِّبُ الرَّائِحَةِ * (النسائي)
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Barang siapa yang diberi
minyak wangi, maka jangan ditolak, karena minyak wangi itu mudah dibawa dan
harum.” (HR. Nasa’i, dan dishahihkan oleh Al Albani).
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
خَمْسٌ مِنَ
الْفِطْرَةِ
الِاسْتِحْدَادُ
وَالْخِتَانُ
وَقَصُّ الشَّارِبِ
وَنَتْفُ
الْإِبْطِ
وَتَقْلِيمُ
الْأَظْفَارِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada lima hal yang termasuk fitrah;
mencukur bulu kemaluan, khitan, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan
memotong kuku.” (HR. Tirmidzi, ia katakan, “Hadits hasan shahih”)
Anas radhiyallahu 'anhu pernah berkata,
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan batas kepada kami dalam mencukur
kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan agar
tidak lebih dari 40 malam.” (HR. Ahmad)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam membaca Al Qur’an
Hudzaifah
ibnul Yaman pernah berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam di suatu malam. Beliau membaca surat Al Baqarah, aku berkata (dalam
hati), “Mungkin Beliau akan ruku’ di ayat ke seratus.” Ternyata Beliau melanjutkan,
maka aku berkata (dalam hati) “Mungkin Beliau akan ruku’ setelah selesai (Al
Baqarah), ternyata Beliau melanjutkan dan membaca surat An Nisaa’ sampai selesai
lalu membaca Ali Imraan dan membaca sampai selesai, Beliau membaca secara
perlahan. Jika sampai pada ayat yang di sana terdapat tasbih, maka Beliau
bertasbih, dan jika melewati ayat yang di sana terdapat permintaan, maka Beliau
meminta, dan jika sampai pada ayat yang di sana terdapat perlindungan, maka
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung, lalu Beliau ruku’…” (HR.
Muslim dan Nasa’i).
Bahkan
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca tujuh surat yang panjang
ketika sakit dalam satu malam (HR. Abu Ya’la, Hakim, dishahihkan olehnya dan
disepakati oleh Adz Dzahabi. Ibnul Atsir berkata, “Tujuh surat yang panjang
adalah Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa’, Al Ma’idah, Al An’aam, Al A’raaf, dan
At Taubah.”).
Terkadang
Beliau membaca salah satu dari tujuh surat itu dalam setiap rakaat. (HR. Abu
Dawud dan Nasa’i dengan sanad yang shahih).
Namun
tidak diketahui, bahwa Beliau pernah mengkhatamkan Al Qur’an dalam semalam (HR.
Musim dan Abu Dawud)
Bahkan
Beliau tidak menyetujui perbuatan itu sebagaimana sabda Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam kepada Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhu,
“Bacalah
(khatamkanlah) Al Qur’an dalam sebulan”,
‘Abdullah bin ‘Amr berkata, “Aku melihat
diriku kuat lebih dari itu.”
Beliau
bersabda, “Bacalah (khatamkan) dalam dua puluh malam.” Abdullah bin Amr berkata,
“Aku melihat diriku kuat lebih dari itu”, maka Beliau bersabda, “Bacalah
(khatamkanlah) Al Qur’an dalam sepekan (7 hari) dan jangan lebih dari itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Setelah
itu Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan rukhshah (keringanan) untuk
mengkhatamkan dalam lima hari (HR. Tirmidzi dan ia menshahihkannya) dan
akhirnya boleh mengkhatamkan dalam tiga hari (HR. Bukhari dan Ahmad)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kurang dari itu, sabda Beliau,
“Barangsiapa yang mengkhatamkan Al Qur’an di bawah tiga hari tidak akan paham.”
(HR. Ahmad dengan sanad yang shahih)
Dalam
sebuah lafaz disebutkan, “Tidak akan paham orang yang mengkhatamkan kurang dari
tiga hari.” (HR. Darimi dan Tirmidzi)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda kepada Abdullah bin ‘Amr,
فَإِنَّ لِكُلِّ
عَابِدٍ شِرَّةٌ
، وَلِكُلِّ
شِرَّةٌ فَتْرَةٌ،
فَإِمَّا
إِلىَ سُنَّةٍ؛
وَإِمَّا
إِلىَ بِدْعَةٍ،
فَمَنْ كَانَتْ
إِلىَ سُنَّةٍ
فَقَدِ اهْتَدَى،
وَمَنْ كَانَتْ
فَتْرَتُهُ
إِلىَ غَيْرِ
ذَالِكَ فَقَدْ
هَلَكَ
“Sesungguhnya ahli ibadah itu memiliki syirrah (masa semangat),
dan pada setiap masa semangat itu ada masa lemahnya, masa lemah itu bisa ke
arah sunnah dan bisa ke arah bid’ah. Barang siapa yang masa lemahnya ke arah
(tetap di atas) sunnah, maka sungguh ia telah mendapat petunjuk dan barang siapa
yang masa lemahnya itu ke arah selain itu maka binasalah ia.” (dinukil dari
sifat Shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karya Syaikh Al Bani)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam membela kehormatan orang lain
‘Itban
bin Malik radhiyallahu 'anhu pernah meminta Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
shalat di rumahnya, orang-orang pun mendatangi rumahnya, lalu ada seseorang
yang berkata, “Mana Malik bin Dikhsyam?” Di antara mereka ada yang berkata,
“Dia munafik, tidak cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَقُلْ
ذَلِكَ أَلَا
تَرَاهُ قَدْ
قَالَ لَا
إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ يُرِيدُ
بِذَلِكَ
وَجْهَ اللَّهِ
قَالَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ
قَالَ فَإِنَّا
نَرَى وَجْهَهُ
وَنَصِيحَتَهُ
إِلَى الْمُنَافِقِينَ
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
فَإِنَّ اللَّهَ
قَدْ حَرَّمَ
عَلَى النَّارِ
مَنْ قَالَ
لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ
يَبْتَغِي
بِذَلِكَ
وَجْهَ اللَّهِ
“Janganlah kamu
mengatakan seperti itu. Tidakkah kamu melihat ia mengucapkan
“Laailaahaillallah” (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) karena
mengharapkan wajah Allah.” Ia pun berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,
namun kami melihat ia lebih cenderung kepada orang-orang munafik.” Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allah
mengharamkan neraka bagi orang yang berkata “Laailaahaillallah” karena
mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ *
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Tahukah kamu apa itu ghibah?” Para shahabat menjawab, “Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau menjawab, “Kamu sebut tentang saudaramu hal
yang tidak disukainya.” Lalu Beliau ditanya, “Bagaimana jika demikian keadaan
saudaraku itu, yaitu sesuai yang aku katakan?” Beliau menjawab, “Jika sesuai
yang kamu katakan maka kamu telah mengghibahnya, namun jika tidak demikian
keadaan saudaramu maka kamu telah berdusta.” (HR. Muslim)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللَّهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang membela kehormatan seorang
muslim, maka Allah akan menghindarkan wajahnya dari neraka pada hari kiamat.”
(HR. Tirmidzi, dan ia menghasankannnya).
Bersambung...
Wa shallallallahu
‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah, Al Ushul Ats Tsalatsah (Muhammad
bin Abdul Wahhab), Nubadz min akhlaaqin Nabi (Abdul Hamid As Suhaibani), Quthuuf minasy Syamaa’ilil Muhammadiyyah (M. bin Jamil Zaenu), Mukhtashar siiratin
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (Abdul Ghaniy Al Maqdisi), I’rif
Nabiyyaka Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yaa bunayya (Abdul Majid Al Bayanuni), Minhaajul Muslim (Abu Bakar Al Jaza’iri), Riyaadhush Shaalihiin (Imam Nawawi), Untaian Mutiara Hadits
(Penulis), dll.
0 komentar:
Posting Komentar