بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqh Mengusap
Khuff
(Sepatu)
Segala puji
bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'd:
Berikut ini pembahasan tentang fiqh mengusap
khuffain (dua sepatu) yang banyak kami ambil dari kitab Al Fiqhul Muyassar
fii Dhau’il Kitabi was Sunnah karya Tim Ahli Fiqh KSA. Semoga Allah
menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Ta’rif (definisi) khuff
Khuff
artinya sesuatu yang dipakaikan di kaki baik terbuat dari kulit atau lainnya.
Bentuk jamaknya khifaf. Termasuk ke dalam istilah khuf adalah semua yang
dipakai di kaki yang terbuat dari bulu atau lainnya.
Hukum mengusap khuff dan
dalilnya
Mengusap khuff hukumnya boleh berdasarkan
kesepakatan para ulama. Ia merupakan keringanan dari Allah Azza wa Jalla kepada
hamba-hamba-Nya untuk menghindarkan kesulitan dari mereka. Dalil yang
menunjukkan bolehnya ada dalam As Sunnah dan Ijma’.
Dalam As Sunnah, telah mutawatir
hadits-hadits yang shahih yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukannya, memerintahkannya, dan memberikan kelonggaran di dalamnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak
ada keraguan dalam hatiku tentang bolehnya mengusap (khuf). Dalam hal ini ada
40 hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Tujuh puluh
orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan
hadits kepadaku, bahwa Beliau mengusap kedua khuff.”
Di antara hadits mengenai mengusap khuf
adalah hadits Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بَالَ
ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam buang air kecil, lalu berwudhu dan mengusap kedua khuffnya.” (HR.
Muslim no. 272. Imam Bukhari juga meriwayatkan seperti ini dari Mughirah dalam
Bab Al Mas-hu ‘alal Khuffain no. 203).
Al A’masy meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa
hadits tersebut membuat mereka heran, karena Jarir masuk Islam setelah turun
ayat surat Al Ma’idah; yakni ayat tentang wudhu (QS. Al Ma’idah: 6).
Para ulama juga sepakat tentang
disyariatkannya mengusap khuff baik ketika safar maupun tidak, dan baik ada
keperluan atau tidak. Demikian pula dibolehkan mengusap jawrab (kaus kaki),
yaitu sesuatu yang dipakaikan di kaki yang bukan dari kulit, tetapi dari kain
dan semisalnya. Hal itu, karena jawarib seperti khuff, dimana kaki perlu
memakainya dan illat(sebab)nya pun sama. Bahkan jawrab lebih sering dipakai
daripada khuff. Oleh karena itu, tidak mengapa mengusapnya jika keadaannya menutupi
(kaki).
Syarat boleh mengusap khuff dan
semisalnya
Berikut ini syarat-syarat boleh mengusap
khuff:
- Memakai kedua khuff dalam
keadaan suci.
Hal ini berdasarkan hadits Mughirah, ia
berkata, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah
safar, lalu aku menunduk untuk melepaskan kedua khuffnya, namun Beliau
bersabda,
«دَعْهُمَا، فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا
طَاهِرَتَيْنِ» .
“Biarkanlah keduanya, karena
aku memasukkan kedua kakiku dalam keadaan suci.”
Lalu Beliau mengusap bagian atas keduanya.
(HR. Bukhari dan Muslim)
- Menutupi bagian yang fardhu
(wajib).
Bagian yang fardhu di sini adalah bagian
kaki yang wajib dibasuh dalam wudhu. Jika tampak bagian yang fardhu itu (tidak
tertutup), maka tidak sah mengusapnya.
- Kedua khuff tersebut adalah
benda yang mubah.
Oleh karenanya tidak boleh mengusap kedua
khuff hasil rampasan, hasil curian, dan yang berupa kain sutera bagi laki-laki,
karena memakai khuff seperti ini merupakan maksiat, sehingga tidak berlaku
rukhshah di sana.
- Sucinya kedua khuff itu.
Oleh karena itu, tidak sah mengusap khuff
yang bernajis, seperti khuff yang terbuat dari kulit keledai.
- Pengusapan dilakukan dalam masa
waktu yang ditetapkan syariat.
Waktu yang ditetapkan syariat adalah bagi yang mukim sehari-semalam, dan bagi musafir
tiga hari-tiga malam.
Kelima syarat di atas disimpulkan oleh para
ulama dari nash-nash hadits dan kaedah-kaedah fiqh yang umum. Oleh karena itu,
harus diperhatikan ketika hendak mengusap kedua khuff.
Cara mengusap kedua khuff
Bagian yang disyariatkan diusap adalah
bagian atas khuff. Dan ukuran wajibnya adalah seukuran yang sesuai dengan
sebutan ‘usapan’. Adapun caranya adalah mengusap sebagian besar atas khuff. Hal
ini berdasarkan hadits Mughirah bin Syu’bah yang menyebutkan sifat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap khuff ketika berwudhu, ia berkata, “Aku
melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuff, yaitu pada
bagian atasnya.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hasan.” Al Albani menyatakan,
“Hasan shahih,” lihat Shahih At Tirmidzi no. 85).
Dan tidak sah mengusap bagian bawah khuff
dan bagian tumitnya, bahkan tidak disunnahkan demikian. Hal ini berdasarkan
perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu,
لَوْ
كَانَ اَلدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ اَلْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ
أَعْلَاهُ, وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
“Kalau seandainya agama itu berdasarkan pendapat, tentu
bagian bawah sepatu lebih berhak diusap daripada bagian atasnya. Sesungguhnya
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas
khuffnya.“ (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, dan dinyatakan isnadnya hasan oleh Al
Hafizh dalam Bulughul Maram).
Jika ternyata dilakukan pengusapan bagian atas dan
bagian bawah, maka hukumnya sah namun makruh.
Masa mengusap khuff
Masa mengusap khuff bagi yang mukim dan
bagi musafir yang sudah tidak mengqashar shalat lagi adalah sehari-semalam (24
jam), tetapi bagi musafir yang masih boleh mengqashar shalat adalah tiga
hari-tiga malam. Hal ini berdasarkan hadits Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
«جَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا
وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menetapkan tiga hari-tiga malam bagi musafir dan sehari-semalam bagi yang
mukim.” (HR. Muslim)
Pembatal mengusap khuff
Mengusap khuff menjadi batal karena
beberapa hal berikut:
- Ketika terjadi hal yang
mengharuskan mandi.
Hal ini berdasarkan hadits Shafwan bin
Assal ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami ketika
safar agar tidak melepas khuff selama tiga hari-tiga malam kecuali karena
junub.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi, ia menshahihkannya, dan dihasankan
oleh Al Albani dalam Al Irwa no. 104)
- Ketika terlihat sebagian tempat
yang fardhu (yang wajib dibasuh dalam wudhu), yakni dengan terlihatnya
sebagian kaki.
- Dilepasnya kedua khuff.
Demikian pula ketika dilepas salah satunya –menurut pendapat mayoritas
Ahli Ilmu-.
- Habisnya masa mengusap khuff.
Hal itu, karena mengusap khuff ditentukan
batas waktunya. Oleh karenanya, tidak boleh melebihi batas yang telah
ditetapkan syariat.
Awal waktu mengusap
Awal waktu mengusap dilakukan ketika telah
berhadats setelah memakai khuff, misalnya orang yang berwudhu untuk shalat
Subuh dan telah memakai khuff, lalu setelah terbit matahari ternyata ia
berhadats namun belum berwudhu, kemudian ia pun berwudhu sebelum shalat Zhuhur,
maka awal waktu mengusap adalah ketika telah terbit matahari saat ia berhadats.
Sebagian ulama berkata, “Awal waktunya adalah ketika ia berwudhu sebelum shalat
Zhuhur,” yakni setelah mengusap karena hadats.
Mengusap jabirah (bilah
kayu/bambu untuk meluruskan tulang yang patah), sorban, dan kerudung wanita
Boleh mengusap jabirah, demikian pula
plesternya dan lipatan kainnya yang diletakkan di atas luka. Semua ini boleh
diusap dengan syarat sesuai kebutuhan. Jika melebihi batasnya, maka harus
dilepas.
Dibolehkan mengusap jabirah dalam hadats
besar maupun hadats kecil. Dan untuk mengusapnya tidak ditentukan batas
waktunya, bahkan tetap boleh diusap sampai dilepas atau sudah sembuh bagian
yang tertutupinya. Dalil terhadap mengusap jabirah adalah karena darurat,
sedangkan dalam keadaan darurat diperbolehkan, namun sesuai kadarnya, dan hal
ini tidak berbeda baik dalam hadats kecil maupun hadats besar.
Demikian pula diperbolehkan mengusap
sorban. Hal ini berdasarkan hadits Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap sorbannya, bagian depan kepalanya,
dan kedua khuffnya. (HR. Muslim)
Dan berdasarkan hadits yang menyebutkan,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuff dan khimar, yakni
sorban (HR. Muslim).
Mengusap sorban ini tidak ditentukan batas
waktunya, akan tetapi kalau seseorang berhati-hati sehingga ia tidak
mengusapnya kecuali ketika telah dipakainya dalam keadaan suci dan dalam batas
waktu yang sama seperti mengusap khuff, maka hal itu baik.
Adapun kerudung wanita, yakni yang menutupi
kepalanya, maka yang lebih utama adalah tidak mengusapnya kecuali jika di sana
terdapat kesulitan jika dilepas atau ada sakit di kepalanya dan sebagainya.
Kalau sekiranya kepalanya dikempalkan dengan inai atau lainnya, maka boleh
diusap karena praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Secara umum dalam menyucikan kepala
terdapat kemudahan dan keringanan terhadap umat ini.
Wallahu a’lam wa shallallahu
‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqh, KSA), Maktabah Syamilah
versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar