Pembatal-Pembatal Puasa Kontemporer (1)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫المفطرات المعاصرة‬‎
Pembatal-Pembatal Puasa Kontemporer (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang pembatal-pembatal puasa kontemporer, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pembatal-Pembatal Puasa
Para ulama sepakat, bahwa ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu: 1) Makan, 2) minum, 3) berjima, 4) kedatangan haidh dan nifas bagi wanita, 5) muntah dengan sengaja.
Dalil no. 1 sd. 3 adalah firman Allah Ta’ala di surah Al Baqarah: 187,
فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan-minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” 
Dalil no. 4 adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ ثُمَّ قَالَ : «فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا»
“Bukankah wanita itu ketika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” Selanjutnya Beliau bersabda, “Yang demikian menunjukkan kekurangan agamanya.” (Hr. Bukhari)
Sedangkan dalil no. 5 adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ، وَهُوَ صَائِمٌ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَإِنْ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barang siapa yang terdesak oleh muntah ketika ia berpuasa, maka ia tidak berkewajiban mengqadha, dan barang siapa yang menyengaja muntah, maka ia harus mengqadha.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Pembahasan Tentang Pembatal-Pembatal Puasa Kontemporer
1. Obat Semprot (Sprayer) Asma
Menurut Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu Jibrin, dan Lajnah Daimah Lil Ifta (Komite Fatwa KSA) bahwa obat semprot asma tidak membatalkan puasa. Alasannya adalah karena orang yang berpuasa boleh berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, dan ketika seseorang berkumur-kumur akan ada sedikit sisa air bersama ludah yang tertelan yang masuk ke dalam perut, sehingga diqiaskan hal di atas dengan air yang masih tersisa setelah kumur-kumur. Di samping itu, masuknya sesuatu ke dalam perut setelah dilakukan penyemprotan bukan perkara yang pasti; bahkan masih meragukan, sedangkan hukum asalnya adalah masih tetap puasa dan sah, dan hal yang yakin tidak bisa disingkirkan oleh keraguan. Selain itu, sprayer asma ini juga tidak sama dengan makanan dan minuman.
Ulama yang lain berpendapat bahwa orang yang berpuasa tidak boleh menggunakannya, dan jika membutuhkannya, maka ia bisa gunakan, namun harus mengqadha. Mereka berdalih bahwa kandungan sprayer dapat masuk ke perut melalui mulut, sehingga membatalkan puasa.
Akan tetapi kalau pun masuk ke perut, maka sangat sedikit sekali, sehingga yang rajih (kuat) insya Allah adalah pendapat pertama, yakni tidak membatalkan.
2. Obat/tablet yang diletakkan di bawah lidah
Obat di sini adalah obat yang diletakkan di bawah gigi untuk mengatasi serangan jantung. Hukumnya boleh, karena langsung terserap di mulut tanpa masuk ke perut sehingga tidak membatalkan puasa.
3. Memasukan gastroskop dan endoskop (alat teropong untuk melihat bagian dalam tubuh melalui mulut)
Para ulama terdahulu membahas tentang sesuatu yang masuk ke dalam perut namun bukan berupa asupan makanan seperti kemasukan kerikil, serpihan besi, dan sebagainya (termasuk endoskop di zaman sekarang). Menurut jumhur (mayoritas) ulama, bahwa itu semua membatalkan puasa, karena semua yang masuk ke perut membatalkan puasa. Mereka berdalih dengan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjauhi bercelak (ketika berpuasa).
Namun menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sebagian ulama madzhab Maliki, dan Al Hasan bin Shalih bahwa sesuatu yang masuk ke perut yang bukan sebagai zat makanan, maka tidak membatalkan puasa. Adapun hadits menjauhi bercelak yang dijadikan alasan oleh jumhur adalah dhaif, sehingga zhahirnya menggunakan endoskop tidaklah membatalkan puasa. Akan tetapi jika dokter meletakkan pada alat tersebut zat cair sebagai zat makanan untuk mempermudah masuknya alat ini ke perut maka dapat membatalkan puasa. Demikian yang dijelaskan oleh Syaikh Khalid bin Ali Al Musyaiqih.
Sama dalam hal ini memasukkan alat teropong untuk melihat bagian dalam tubuh melalui anus (minzhar syarji).
4. Obat tetes hidung
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Ibnu Baz, bahwa obat tetes hidung membatalkan puasa. Mereka berdalih dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq (menghirup air ke hidung) kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa dari hidung bisa sampai ke perut. Jika demikian, maka menggunakan tetes hidung ini dilarang. Demikian juga larangan terlalu dalam ketika memasukkan air ke hidung dalam wudhu menunjukkan terlarangnya memasukkan sesuatu melalui hidung meskipun ringan.
Ulama yang lain berpendapat, bahwa obat tetes melalui hidung tidak membatalkan puasa. Mereka berdalih dengan air yang masih tersisa setelah berkumur-kumur. Di samping itu, tetesan kalau pun masuk ke perut hanya sedikit sekali sehingga layak dimaklumi. Satu tetesnya sama dengan 0.06 cm kubik.
Selain itu, hukum asalnya adalah masih sah puasa. Anggapan membatalkan adalah masih meragukan, sehingga hukum asalnya adalah masih dalam keadaan puasa, dan keyakinan tidak dapat tersingkirkan oleh keraguan.
Kedua pendapat di atas sebagaimana yang kita perhatikan memiliki alasan yang kuat. Akan tetapi, menurut penulis, untuk kehati-hatian adalah tidak menggunakan obat tetes hidung, wallahu a’lam
5. Obat semprot hidung
Pembahasan tentang ini sama seperti pembahasan pada poin pertama. Intinya, bahwa yang rajih (kuat) obat semprot ini tidak membatalkan puasa.
6. Pembiusan/Takhdir (anestesi)
Pembiusan ada beberapa macam:
a. Pembiusan untuk separuh badan (lokal) melalui hidung
Caranya adalah dengan seorang yang sakit menghirup gas yang akan mempengaruhi syaraf-syarafnya sehingga terjadilah hilang rasa. Hal ini tidak membatalkan puasa, karena bahan gas yang masuk ke hidung bukan benda padat dan bukan zat makanan.
b. Pembiusan lokal ala Cina (anestesi kering)
Yaitu dengan memasukkan jarum kering ke pusat syaraf rasa yang ada di bawah kulit sehingga akan menghasilkan semacam kelenjar untuk melakukan sekresi (pelepasan substansi kimiawi) terhadap morfin alami yang ada dalam tubuh. Dengan itu, si pasien akan kehilangan kemampuan untuk merasa. Hal ini tidak berpengaruh apa-apa terhadap puasa selama sifatnya lokal atau tidak total, di samping tidak masuknya zat tersebut ke dalam perutnya.
c. Pembiusan lokal dengan suntikan
Yaitu dengan menyuntikkan pembuluh darah yang beberapa saat kemudian si pasien langsung tidar sadarkan diri. Selama pembiuasan ini sifatnya lokal (sebagian tubuh), maka tidak membatalkan puasa, di samping tidak masuknya ke perut.
d. Pembiusan Total
Para ulama membicarakan masalah ini saat membicarakan tentang orang yang pingsan; yakni apakah puasanya sah atau tidak?
Pertama, apabila seseorang pingsan sepanjang siang hari, yakni tidak sadar meskipun sebentar, maka orang ini tidak sah puasanya. Demikianlah pendapat jumhur (mayoritas) para ulama. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi yang menyebutkan, “Ia (orang yang berpuasa) meninggalkan makanan dan syahwatnya karena-Ku,” sedangkan orang yang pingsan tidak termasuk dalam kandungan hadits qudsi ini.
Kedua,  pingsan hanya sebagian siang. Inilah yang diperselisihkan para ulama. Yang rajih (kuat) insya Allah adalah jika ia sadar pada sebagian siang, maka puasanya sah. Inilah pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i.
Namun menurut Imam Malik, bahwa puasanya tidak sah secara mutlak.
Menurut Imam Abu Hanifah, jika ia sadar sebelum Zhuhur, maka ia memperbarui niatnya dan puasanya sah.
Akan tetapi yang kuat adalah pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i, karena niat untuk menahan diri tercapai pada sebagian waktu di siang hari.
Sama dengan orang yang dibius adalah orang yang pingsan sehingga hukumnya sama.
7. Tetes telinga
Yaitu menuangkan semacam cairan minyak ke telinga, apakah hal ini membatalkan atau tidak?
Para ulama telah membahas hukum mengobati penyakit dengan menuangkan air ke telinga bagi orang yang berpuasa?
Menurut jumhur, puasanya batal.
Menurut ulama madzhab Hanbali, bahwa puasanya batal apabila cairan sampai ke otak.
Menurut Ibnu Hazm, tidak membatalkan puasa. Alasannya, bahwa yang diteteskan ke telinga tidak sampai ke otak, bahkan hanya sampai ke pori-pori.
Dalam ilmu kedokteran modern diterangkan, bahwa antara telinga dan otak tidak ada saluran yang mengantarkan cairan ke sana kecuali dalam satu keadaan, yaitu ketika gendang telinga sobek.
Dengan demikian, yang rajih (kuat) bahwa obat tetes telinga tidaklah membatalkan puasa.
Catatan:
Apabila gendang telinga robek, sehingga pengobatan dilakukan melalui hidung, maka hukumnya seperti pengobatan melalui hidung yang telah dijelaskan sebelumnya (lihat no. 4).
8. Losion (cairan pembersih) telinga
Hukumnya adalah sama seperti tetes telinga, hanyasaja para ulama berkata, “Apabila gendang telinga robek, maka cairan yang masuk ke dalam telinga tentu lebih banyak, sehingga dapat membatalkan puasa.”
Oleh karena itu, hukum losion telinga terbagi dua:
Pertama, jika gendang telinga masih ada, maka tidak membatalkan.
Kedua, jika terjadi kerobekan pada gendang telinga, maka dapat membatalkan puasa ketika dimasukkan cairan ke dalam telinga. 
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mufthirat Al Mu’ashirah (Syaikh Khalid bin Ali Al Musyaiqih), https://rumaysho.com/ , Maktabah Syamilah, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger