Fatwa Ulama Seputar Zakat (1)


بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫فاسألوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون‬‎
Fatwa Ulama Seputar Zakat (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Allah Subhaanhu wa Ta’ala berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (Qs. An Nahl: 43)
Berikut kami hadirkan fatwa ulama seputar zakat, semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Zakat Pada Piutang
Pertanyaan: Apa hukum zakat pada piutang?
Jawab: Tidak wajib bagi orang yang memiliki piutang pada orang lain mengeluarkan zakatnya sampai ia menerima piutangnya, karena ketika itu hartanya tidak ada pada tangannya. Akan tetapi jika piutangnya di tangan orang yang mampu membayar utang, maka ia harus membayar zakatnya pada setiap tahun. Jika ia telah mengeluarkan zakat yang digabungkan dengan harta yang ada di sisinya, maka telah lepas kewajibannya, namun jika ia tidak mengeluarkan zakat sambil menggabung dengan harta yang ada padanya, maka ketika telah menerima piutangnya ia wajib menzakatkannya untuk tahun-tahun yang telah berlalu. Hal itu, karena orang yang mampu membayar utang bisa ditagih, namun ia meninggalkannya karena pilihan pemilik piutang. Tetapi jika piutang di tangan orang yang kesusahan atau kaya yang sulit ditagih, maka ketika ini tidak wajib dizakatkan setiap tahun, karena ia tidak memungkinan untuk memperoleh hartanya, sedangkan Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ
”Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (Qs. Al Baqarah: 280)
Dimana ia tidak memungkinkan menerima piutang ini dan memanfaatkannya, maka ia tidak berkewajiban membayar zakat. Tetapi jika ia telah menerimanya, maka di antara Ahli Ilmu ada yang berpendapat, ”Ia memulai haul (perhitungan setahun) yang baru.” dan ada pula yang berpendapat, bahwa ia mengeluarkan zakatnya untuk setahun saja. Dan jika tahun itu tengah berlangsung, maka ia bisa keluarkan zakatnya juga, ini sikap yang lebih hati-hati, wallahu a’lam.” (Fatawa Arkanil Islam 1/424)
Pertanyaan: Saya pernah menjual mobil kepada seseorang, dan ia masih punya utang kepada saya sekitar lima ribu (riyal) dan sudah berlalu bertahun-tahun, namun dia sekarang bersembunyi yang aku tidak ketahui di mana keberadaannya, maka apakah aku harus membayar zakat harta piutang itu? 
Jawab: Piutang yang ada pada orang yang susah tidak terkena zakat, kecuali jika engkau menerimanya, maka engkau keluarkan zakatnya untuk setahun saja. Dan sekarang selama engkau tidak mengetahui keberadaannya, maka engkau tidak berkewajiban mengeluarkan zakat. (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin 18/32)
Pertanyaan: Jika utang ada pada kaum fakir dan telah berlangsung sekian tahun; apakah wajib dikeluarkan zakatnya? Dan untuk berapa tahun zakatnya?
Jawab: Jika mereka (para peminjam utang) kaum fakir, maka engkau tidak berkewajiban membayar zakat kecuali jika engkau telah menerimanya meskipun telah berlalu sepuluh tahun. Engkau hanya cukup mengeluarkan zakat untuk satu tahun ketika itu (saat telah menerimanya). Tetapi jika piutang ada pada orang-orang kaya yang engkau mudah berkata kepadanya, ”Berikan kepadaku hartaku,” lalu mereka memberikannya kepadamu, maka untuk yang ini engkau keluarkan pada setiap tahunnya, akan tetapi engkau boleh memilih, ”Jika engkau mau, engkau keluarkan zakatnya dengan harta yang ada padamu sebelum engkau terima dari mereka, dan jika engkau mau, maka engkau menunggu nanti hingga engkau terima. Dalam keadaan ini jika engkau menunggu sampai menerima, namun ternyata mereka menjadi fakir dan tidak dapat membayar, maka engkau tidak terkena zakat. (Majmu Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin 18/33)
Zakat Pada Harta Yang Digadaikan
Pertanyaan: Apakah zakat wajib pada harta yang digadaikan? Dan apakah pada pinjaman itu ada zakatnya?
Jawab: Harta yang digadaikan wajib dizakatkan apabila termasuk harta yang terkena zakat. Akan tetapi, penggadai mengeluarkan zakatnya apabila disepakati penerima gadai. Contoh: Seseorang menggadaikan hewan ternak kambing, dimana hewan ternak termasuk harta yang terkena zakat, lalu pemiliknya menggadaikannnya kepada seseorang, maka dalam hal ini zakatnya wajib, karena gadai tidak menggugurkan zakat, dan dikeluarkan zakat daripadanya namun setelah diizinkan penerima gadai. Adapun pinjaman, telah lalu sebelumnya, bahwa pinjaman (piutang) apabila di tangan orang kaya yang mudah membayarnya, maka ada zakat pada setiap tahunnya. Tetapi apabila pada seorang yang fakir, maka tidak ada zakatnya meskipun berlalu sepuluh tahun kecuali jika engkau menerimanya, maka dikeluarkan zakatnya untuk setahun saja. (Majmu Fawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/33)
Memberikan Zakat Kepada Orang Yang berutang Yang Keadaannya Susah
Pertanyaan: Apa hukum memberikan zakat kepada orang yang berutang yang kesusahan? Dan apakah pada utang itu ada zakatnya?
Jawab: Memberikan zakat kepada orang yang berutang yang kesusahan; yang tidak sanggup membayar utangnya atau menyerahkan kepada orang yang berpiutang (pemberi pinjaman) adalah boleh dan sah. Hal itu, karena ayat Al Qur’an menunjukkan demikian. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (Qs. At Taubah: 60)
Pengungkapan asnaf (mustahik zakat) di atas ada perbedaan antara 4 asnaf pertama dan 4 asnaf kedua. Pada 4 asnaf pertama pengungkapannya menggunakan huruf lam yang menunjukkan milik, sehingga engkau harus menjadikan mereka pemiliknya, yakni engkau berikan zakat kepada mereka dan engkau biarkan mereka berbuat sekehendaknya, sedangkan pada empat asnaf kedua, pengungkapannya dengan huruf fi yang menunjukkan zharf (keterangan waktu/tempat dan keadaan); tidak menunjukkan kepemilikan.  Allah Ta’ala berfirman,
وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (Qs. At Taubah: 60)
Dimana lafaz gharimin dihubungkan dengan fir riqab, sehingga yang ditetapkan untuk gharimin adalah huruf fi. Oleh karena itu, engkau boleh pergi mendatangi orang yang berpiutang (pemberi pinjaman) yang menagih orang yang fakir, lalu engkau bayarkan utangnya (dengan zakat).
Akan tetapi di sini adalah sebuah permasalahan, yaitu: Apakah yang lebih utama saya pergi ke orang yang berpiutang lalu saya bayarkan kepadanya utang orang fakir tanpa menyerahkan kepada orang fakir, atau memberikan kepada si fakir? Dalam hal ini ada perincian:
Apabila engkau tahu, bahwa orang fakir yang yang engkau hendak bayarkan (dari zakat) adalah orang yang baik agamanya yang harus dihilangkan bebannya, dan jika engkau berikan kepadanya, maka ia akan pergi ke pemberi utang dan akan melunasi utangnya, maka berikanlah kepadanya, karena hal itu akan lebih menutupi kegelisahannya dan menjauhkannya dari rasa malu, serta lebih selamat dari riya yang terkadang menimpa seseorang. Ketika engkau menyerahkan zakat kepada orang yang berutang dalam keadaan ini, maka lebih utama. Adapun jika engkau takut orang yang berutang ini main-main, dimana ketika engkau memberikan zakat kepadanya agar ia membayarkan utangnya, namun ternyata ia malah pergi untuk main-main atau membeli kebutuhan sekunder atau selainnya, maka jangan engkau serahkan kepadanya, bahkan datangilah orang yang memberi pinjaman yang menagih utangnya dan bayarkanlah. Adapun tentang zakat piutang telah dibahas sebelumnya.  (Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 18/34)
Zakat Pada Penghasilan Bulanan
Pertanyaan: Bagaimanakah mengeluarkan zakat pada penghasilan bulanan?
Jawab: Mengeluarkan zakat pada penghasilan bulanan, yakni jika seseorang setiap kali mendapatkan gaji, lalu ia keluarkan infak dari kelebihan hartanya untuk bulan berikutnya, maka hal ini tidak ada zakatnya. Hal itu, karena di antara syarat wajibnya zakat adalah sempurnanya haul (setahun)[i]. Apabila ia menyimpan hartanya, misalnya ia mengeluarkan nafkah (kebutuhan sehari-hari) dari separuh gaji sedangkan separuhnya lagi ia simpan, maka ia berkewajiban zakat ketika telah sempurna haul dengan mengeluarkan zakat pada harta yang ada di sisinya. Akan tetapi untuk hal ini ada kesulitan, yaitu ketika seseorang menjumlahkan hartanya setiap bulan dengan bulan berikutnya, dan untuk menghindari kesulitan semacam ini, maka ia jadikan pengeluaran zakat sebulan saja untuk semua harta yang ada pada sisinya. Misalnya jika sempurna haul pada bulan Muharram, yakni ketika datang bulan Muharram yang menjadikan haul gaji awalnya sempurna, maka ia menjumlahkan semua harta yang ada padanya, dan zakat pun dikeluarkan pada waktunya saat sempurna haul, sedangkan untuk selanjutnya menjadi pembayaran zakat yang disegerakan yang hukumnya boleh (setelah diketahui berapa zakat yang harus dikeluarkan). (Majmu Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/17)
Bersambung...
Wallahu a’lam wa shallallau ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil alamin.
Penerjemah: Marwan bin Musa

Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=40463  dll.





[i] Di samping harus mencapai nishab (ukuran wajib zakat).

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger