Kisah-Kisah Shahih (10)

بسم الله الرحمن الرحيم

Kisah-Kisah Shahih (10)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kisah-kisah shahih yang disampaikan oleh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam. semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
KISAH SEORANG YANG MEMERINTAHKAN ANAK-ANAKNYA AGAR MEMBAKAR DIRINYA SETELAH DIA MATI
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : « قَالَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْراً قَطُّ ، فَإِذَا مَاتَ فَحَرِّقُوهُ وَاذْرُوا نِصْفَهُ فِى الْبَرِّ وَنِصْفَهُ فِى الْبَحْرِ فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ لَيُعَذِّبَنَّهُ عَذَاباً لاَ يُعَذِّبُهُ أَحَداً مِنَ الْعَالَمِينَ ، فَأَمَرَ اللَّهُ الْبَحْرَ فَجَمَعَ مَا فِيهِ ، وَأَمَرَ الْبَرَّ فَجَمَعَ مَا فِيهِ ثُمَّ قَالَ : لِمَ فَعَلْتَ ؟ قَالَ : مِنْ خَشْيَتِكَ ، وَأَنْتَ أَعْلَمُ ، فَغَفَرَ لَهُ » .    
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seseorang yang belum pernah mengerjakan kebaikan sedikit pun berpesan, apabila dia mati maka bakarlah jasadnya dan agar  dilempar separuh jasadnya (yang telah menjadi abu) di daratan, sedangkan separuhnya lagi di laut, (dia mengira), demi Allah, jika Allah berkuasa menyatukan jasadnya, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang tidak pernah dilakukan-Nya kepada seorang pun di alam semesta. Maka Allah memerintahkan laut untuk mengumpulkan jasadnya yang telah berserakan di sana, dan memerintahkan daratan agar mengumpulkan jasadnya yang telah berserakan di sana. Selanjutnya Allah berfirman, “Mengapa engkau melakukan hal itu?” Ia menjawab, “Karena takut kepada-Mu. Sedangkan Engkau lebih tahu.” Maka Allah mengampuninya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
KISAH SEORANG YANG JUJUR
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم : « اشْتَرَى رَجُلٌ مِنْ رَجُلٍ عَقَاراً لَهُ ، فَوَجَدَ الرَّجُلُ الَّذِى اشْتَرَى الْعَقَارَ فِى عَقَارِهِ جَرَّةً فِيهَا ذَهَبٌ ، فَقَالَ لَهُ الَّذِى اشْتَرَى الْعَقَارَ : خُذْ ذَهَبَكَ مِنِّى ، إِنَّمَا اشْتَرَيْتُ مِنْكَ الأَرْضَ ، وَلَمْ أَبْتَعْ مِنْكَ الذَّهَبَ . وَقَالَ الَّذِى لَهُ الأَرْضُ : إِنَّمَا بِعْتُكَ الأَرْضَ وَمَا فِيهَا ، فَتَحَاكَمَا إِلَى رَجُلٍ ، فَقَالَ الَّذِى تَحَاكَمَا إِلَيْهِ : أَلَكُمَا وَلَدٌ ؟ قَالَ أَحَدُهُمَا : لِى غُلاَمٌ . وَقَالَ الآخَرُ : لِى جَارِيَةٌ . قَالَ : أَنْكِحُوا الْغُلاَمَ الْجَارِيَةَ ، وَأَنْفِقُوا عَلَى أَنْفُسِهِمَا مِنْهُ ، وَتَصَدَّقَا » .     
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang laki-laki yang membeli tanah dari orang lain, lalu orang yang membeli tanah itu menemukan guci berisi emas, maka orang yang membeli tanah itu berkata kepadanya (pemilik tanah), “Ambillah emasmu dariku, karena yang aku beli darimu adalah tanah dan tidak membeli emas.” Lalu pemilik tanah berkata kepadanya, “Aku menjual kepadamu tanah beserta isinya.” Maka keduanya meminta keputusan kepada seseorang (hakim), lalu orang (hakim) yang didatangi itu berkata, “Apakah kamu berdua mempunyai anak?” Yang satu berkata, “Saya punya seorang anak laki-laki.” Yang satu lagi berkata, “Saya punya anak perempuan.” Hakim itu menjawab, “Nikahkanlah anak laki-laki itu dengan anak perempuannya. Nafkahilah keduanya dari emas itu dan bersedekahlah kamu berdua.” (HR. Bukhari dan Muslim)
KISAH SEORANG YANG MENYIA-NYIAKAN JIHADNYA DENGAN BUNUH DIRI
عَنْ سَهْلٍ : أَنَّ رَجُلاً مِنْ أَعْظَمِ الْمُسْلِمِينَ غَنَاءً عَنِ الْمُسْلِمِينَ فِى غَزْوَةٍ غَزَاهَا مَعَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَنَظَرَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا » . فَاتَّبَعَهُ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ ، وَهْوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى الْمُشْرِكِينَ ، حَتَّى جُرِحَ فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ ، فَجَعَلَ ذُبَابَةَ سَيْفِهِ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ إِلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم مُسْرِعاً فَقَالَ : أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ . فَقَالَوَمَا ذَاكَ ؟ » . قَالَ : قُلْتَ لِفُلاَنٍمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَيْهِ » . وَكَانَ مِنْ أَعْظَمِنَا غَنَاءً عَنِ الْمُسْلِمِينَ ، فَعَرَفْتُ أَنْهُ لاَ يَمُوتُ عَلَى ذَلِكَ فَلَمَّا جُرِحَ اسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَقَتَلَ نَفْسَهُ . فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ ذَلِكَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ » .   
Dari Sahl, bahwa ada seorang yang paling berperan bagi kaum muslimin dalam suatu peperangan yang dia lakukan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya dan berkata, “Barang siapa yang ingin melihat salah seorang dari penduduk neraka, maka lihatlah kepada orang ini.” Maka ada seorang yang mengikuti orang itu, sedangkan dia dalam keadaan seperti itu, yakni termasuk orang yang paling keras perlawanannya kepada kaum musyrik, sehingga ia terluka, tetapi ia ingin segera mati; dia letakkan ujung pedangnya di antara dadanya sehingga tembus sampai ke antara dua bahunya, maka seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan segera dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah.” Beliau bersabda, “Ada apa?” Ia menjawab, “Engkau berkata tentang si fulan, “Barang siapa yang ingin melihat salah seorang dari penduduk neraka, maka lihatlah kepada orang ini.” Orang tersebut termasuk orang yang paling berperan bagi kaum muslimin, namun aku mengetahui ternyata dia tidak mati di atasnya. Ketika dia terluka, ia ingin segera mati, maka ia membunuh dirinya.” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika itu, “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengerjakan amal penghuni neraka, padahal ia termasuk penghuni surga, dan ada yang mengerjakan amal penghuni surga, padahal ia termasuk penghuni neraka, dan sesungguhnya amal itu tergantung akhirnya[i].”  [HR. Bukhari]
KISAH SEORANG YANG MEMBUNUH 99 ORANG
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu, di zaman sebelum kamu ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Dia pun bertanya tentang orang yang paling mengerti agama, lalu diberitahukan kepadanya seorang rahib (ahli ibadah), maka didatanginya ahli ibadah itu dan diberitahukannya bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah masih bisa diterima tobatnya? Ahli ibadah itu menjawab, “Tidak bisa.” Maka dibunuhnya ahli ibadah itu sehingga genap seratus orang yang telah dibunuhnya, namun dia (masih ingin bertobat) dan bertanya tentang orang yang paling mengerti agama, maka ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim (mengerti agama), ia memberitahukan kepadanya bahwa dirinya telah membunuh seratus orang, “Apakah masih bisa diterima tobatnya?” Orang alim itu menjawab, “Ya, siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk diterima tobatnya. Pergilah kamu ke kampung ini atau itu, karena di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka, dan jangan kembali lagi ke kampungmu, karena kampungmu adalah kampung yang buruk.” Orang ini pun pergi, dan di tengah perjalanan tiba-tiba maut datang, sehingga malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih (siapa di antara keduanya yang mencabut nyawanya), malaikat rahmat berkata, “Bukankah ia datang untuk bertobat seraya menghadapkan hatinya kepada Allah?” Sedangkan malaikat azab berkata, “Tetapi dia belum sempat berbuat baik.” Maka datanglah kepada mereka seorang malaikat dalam bentuk manusia, dan dijadikanlah ia sebagai hakim di antara mereka berdua, ia berkata, “Ukur saja jarak antara kedua kampung, apabila lebih dekat ke kampung yang satu, maka yang mencabut adalah malaikat ini.” Kedua malaikat itu pun mengukur, ternyata lebih dekat ke kampung yang hendak ditujunya, maka dicabutlah nyawanya oleh malaikat rahmat.”  [HR. Muslim].
KISAH SEORANG YANG BUTA, YANG SOPAK, DAN YANG BERKEPALA BOTAK
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ ثَلَاثَةً فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى فَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى الْأَبْرَصَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ لَوْنٌ حَسَنٌ وَجِلْدٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ وَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْإِبِلُ أَوْ قَالَ الْبَقَرُ شَكَّ إِسْحَقُ إِلَّا أَنَّ الْأَبْرَصَ أَوْ الْأَقْرَعَ قَالَ أَحَدُهُمَا الْإِبِلُ وَقَالَ الْآخَرُ الْبَقَرُ قَالَ فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا قَالَ فَأَتَى الْأَقْرَعَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ شَعَرٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ وَأُعْطِيَ شَعَرًا حَسَنًا قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْبَقَرُ فَأُعْطِيَ بَقَرَةً حَامِلًا فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا قَالَ فَأَتَى الْأَعْمَى فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ أَنْ يَرُدَّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرَ بِهِ النَّاسَ قَالَ فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْغَنَمُ فَأُعْطِيَ شَاةً وَالِدًا فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا قَالَ فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنْ الْإِبِلِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ الْبَقَرِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ الْغَنَمِ قَالَ ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الْأَبْرَصَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ قَدْ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ لِي الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِي سَفَرِي فَقَالَ الْحُقُوقُ كَثِيرَةٌ فَقَالَ لَهُ كَأَنِّي أَعْرِفُكَ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللَّهُ فَقَالَ إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ قَالَ وَأَتَى الْأَقْرَعَ فِي صُورَتِهِ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَى هَذَا فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ قَالَ وَأَتَى الْأَعْمَى فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ لِي الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ فَوَاللَّهِ لَا أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ شَيْئًا أَخَذْتَهُ لِلَّهِ فَقَالَ أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ فَقَدْ رُضِيَ عَنْكَ وَسُخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada tiga orang Bani Isra’il, yang satu berpenyakit sopak, yang satu berkepala botak dan yang satu lagi buta matanya. Allah hendak menguji mereka, maka Dia kirim seorang malaikat kepada mereka. Malaikat pun mendatangi orang yang berpenyakit sopak dan berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Warna kulit yang indah, kulit yang halus dan sesuatu yang menjijikan orang bisa hilang dariku.” Maka malaikat itu mengusapnya dan hilanglah sesuatu yang menjijikan itu, warna kulitnya pun indah dan kulitnya pun halus. Malaikat pun berkata lagi, “Lalu harta apa yang paling kamu sukai?” Orang itu menjawab, “Unta atau sapi –Ishaq perawi hadits ini ragu-ragu, apakah yang sopak mendapatkan unta dan yang berkepala botak mendapatkan sapi.” Maka diberilah unta yang bunting, malaikat berkata, “Baarakallahu laka fiihaa” (semoga Allah memberimu keberkahan padanya). Kemudian malaikat ini mendatangi orang yang berkepala botak dan berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Rambut yang bagus dan sesuatu yang menjijikan manusia bisa hilang dariku.” Maka diusaplah dia, ternyata sesuatu yang menjijikan itu hilang dan ia diberi rambut yang bagus, lalu malaikat berkata lagi, “Harta apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Sapi atau unta,” maka diberilah sapi yang bunting, malaikat berkata, “Baarakallahu laka fiihaa” (semoga Allah memberimu keberkahan padanya). Lalu malaikat ini mendatangi orang yang buta matanya dan berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” Dia menjawab, “Aku ingin Allah mengembalikan penglihatanku agar aku dapat melihat orang-orang.” Maka diusaplah dia olehnya (malaikat), Allah pun mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu lalu berkata lagi, “Harta apa yang paling kamu sukai?” Dia menjawab, “Kambing,” maka diberilah gambing yang bunting. Binatang-binatang dari dua orang tadi beranak banyak, demikian pula orang yang ini (yang buta). Orang yang berpenyakit sopak memiliki selembah unta, orang yang berkepala botak memiliki selembah sapi, dan orang yang buta pun memiliki selembah kambing. Setelah itu, malaikat  itu mendatangi orang yang pernah berpenyakit sopak dengan rupa dan keadaan orang itu dan berkata, “(Saya) seorang yang miskin, sebab-sebab untuk melanjutkan perjalanan telah terputus, sehingga untuk menyambung perjalanan tidak bisa lagi kecuali dengan pertolongan Allah kemudian[ii] kamu, saya meminta kepadamu seeekor unta dengan nama Allah yang telah memberimu warna kulit yang bagus, kulit yang halus dan unta, agar saya dapat melanjutkan perjalanan.” Orang itu menjawab, “Hak-hak tanggunganku begitu banyak.” Lalu malaikat berkata, “Sepertinya aku pernah mengenalmu, bukankah kamu dahulu berpenyakit sopak yang membuat orang-orang jijik lagi seorang yang fakir, lalu Allah ‘Azza wa Jalla memberimu harta.” Maka ia menjawab, “Sesungguhnya saya dapatkan harta ini dari warisan nenek moyang saya.” Malaikat pun berkata, “Jika kamu berdusta, maka Allah akan mengembalikanmu kepada keadaan semula.” Setelah itu malaikat mendatangi orang yang pernah berkepala botak dan berkata kepadanya seperti yang dikatakannya kepada orang yang pernah berpenyakit sopak, lalu dijawabnya seperti yang dijawab orang yang pernah berpenyakit sopak. Malaikat pun berkata, “Jika kamu berdusta, maka Allah akan mengembalikanmu kepada keadaan semula.” Selanjutnya malaikat mendatangi seorang yang pernah buta dalam rupa dan keadaannya dan berkata, “(Saya) seorang yang miskin, seorang yang sedang melakukan perjalanan, sebab-sebab untuk melanjutkan perjalanan terputus, sehingga untuk menyambung perjalanan tidak bisa lagi kecuali dengan pertolongan Allah kemudian kamu, saya meminta kepadamu seeekor kambing dengan nama Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu.” Maka orang yang pernah buta ini menjawab, “Dahulu, memang saya buta, Allah pun mengembalikan penglihatan saya. Sekarang ambillah yang kamu mau dan tinggalkanlah yang kamu mau. Demi Allah, saya tidak akan mempersulitmu untuk mengambil (apa yang kamu mau) karena Allah.” Malaikat itu menjawab, “Jagalah hartamu, kamu sebenarnya sedang diuji, Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bersambung...
Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa




[i] Ibnu Bathtthal berkata, “Disembunyikan amal yang terakhir terhadap seorang hamba terdapat hikmah yang dalam dan pengaturan yang halus, karena kalau sekiranya ia mengetahui bahwa ia akan selamat, maka dia akan ujub (bangga diri) dan malas, dan jika ia mengetahui bahwa dirinya akan binasa, tentu akan bertambah sikap melampaui batasnya, maka dihalangilah ia darinya agar ia tetap berada di antara rasa takut dan harap.”
[ii] Tidak menggunakan kata “dan” karena hal itu menunjukkan keikutsertaan makhluk dengan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, oleh karenanya menggunakan kata “kemudian,” karena kata “kemudian” tidak menunjukkan keikutsertaan.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger