Kisah-Kisah Shahih (3)

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah-Kisah Shahih (3)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kisah-kisah shahih yang disampaikan oleh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam. semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
PEMBINASAAN KAUM LUTH 'ALAIHIS SALAM
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، قَالَ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: لَمَّا جَاءَتْ رُسُلُ اللَّهِ لُوطًا ظَنَّ أَنَّهُمْ ضِيفَانٌ لَقَوْهُ فَأَدْنَاهُمْ حَتَّى أَقْعَدَهُمْ قَرِيبًا، وَجَاءَ بِبَنَاتِهِ وَهُنَّ ثَلَاثٌ، فَأَقْعَدَهُنَّ بَيْنَ ضِيفَانِهِ وَبَيْنَ قَوْمِهِ، فَجَاءَ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ، فَلَمَّا رَآهُمْ قَالَ: " {هَؤُلَاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهُرُ لَكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي} [هود: 78] قَالُوا {مَا لَنَا فِي بَنَاتِكِ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ} [هود: 79] {قَالَ لَوْ أَنَّ لِيَ بِكُمُ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ} [هود: 80] فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَقَالَ {إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ} [هود: 81] قَالَ: فَطَمَسَ أَعْيُنَهُمْ فَرَجَعُوا وَرَاءَهُمْ يَرْكَبُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتَّى خَرَجُوا إِلَى الَّذِينَ بِالْبَابِ فَقَالُوا: جِئْنَاكُمْ مِنْ عِنْدِ أَسْحَرِ النَّاسِ، قَدْ طَمَسَ أَبْصَارَنَا، فَانْطَلَقُوا يَرْكَبُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، حَتَّى دَخَلُوا الْقَرْيَةَ فَرُفِعَتْ فِي بَعْضِ اللَّيْلِ، حَتَّى كَانَتْ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، حَتَّى إِنَّهُمْ لَيَسْمَعُونَ أَصْوَاتَ الطَّيْرِ فِي جَوِّ السَّمَاءِ، ثُمَّ قُلِبَتْ فَخَرَجَتِ الْإِفْكَةُ عَلَيْهِمْ، فَمَنْ أَدْرَكَتْهُ الْإِفْكَةُ، قَتَلَتْهُ وَمَنْ خَرَجَ أَتْبَعَتْهُ، حَيْثُ كَانَ حَجَرًا فَقَتَلَتْهُ، قَالَ: فَارْتَحَلَ بِبَنَاتِهِ وَهُنَّ ثَلَاثٌ حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَكَانَ كَذَا وَكَذَا مِنَ الشَّامِ، فَمَاتَتِ ابْنَتُهُ الْكُبْرَى، فَخَرَجَتْ عِنْدَهَا عَيْنٌ، يُقَالَ لَهَا الْوَرِيَّةُ، ثُمَّ انْطَلَقَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَبْلُغَ فَمَاتَتِ الصُّغْرَى، فَخَرَجَتْ عِنْدَهَا عَيْنٌ، يُقَالَ لَهَا الرُّعُونَةَ، فَمَا بَقِيَ مِنْهُنَّ إِلَّا الْوُسْطَى
Dari Sa'id bin Jubair ia berkata: Ibnu 'Abbas berkata, "Ketika para utusan Allah datang kepada Luth, ia (Luth) mengira bahwa mereka adalah para tamu yang bertemu dengannya, maka Luth mendekatkan mereka dan mendudukkan mereka dekat dengannya. Kemudian Luth menghadirkan tiga puterinya, lalu ia mendudukkan puteri-puterinya itu di antara para tamu dan kaumnya, kemudian kaumnya datang bergegas kepadanya. Saat Luth melihat mereka, ia berkata, "Wahai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. (Terj. QS. Huud: 78) Kaumnya menjawab, "Sesungguhnya kamu tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." (Terj. QS. Huud: 79) Luth berkata, "Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)." (Terj. QS. Huud: 80) Lalu Jibril 'alaihis salam menoleh kepadanya dan berkata, "Wahai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggumu." (Terj. Huud: 81) Maka Jibril membutakan penglihatan mereka, lalu mereka mundur ke belakang dan lari tunggang langgang hingga keluar kepada orang-orang yang ada di pintu sambil berkata, "Kami datang kepada kalian dari sisi orang yang paling mahir bermain sihir, ia telah membuat mata kami buta." Maka mereka semua lari tunggang langgang sampai memasuki sebuah kampung. Kemudian kampung itu diangkat pada sebagian malam sehingga naik ke atas di antara langit dan bumi, mereka (yang berada di atasnya) sampai mendengar suara burung di langit, lalu dibalikkan kampung itu. Kemudian keluarlah angin kencang menimpa mereka, siapa saja yang terkena angin itu, maka ia akan terbunuh dan siapa yang pergi melarikan diri, maka akan dikejar menjadi sebuah batu yang akan membunuhnya. Selanjutnya Nabi Luth membawa puteri-puterinya yang berjumlah tiga orang, sehingga ketika ia telah sampai di tempat ini dan itu dari negeri Syam, maka puterinya yang tua meninggal, kemudian keluar mata air di dekatnya bernama Wariyyah. Selanjutnya Luth pergi ke tempat yang dikehendaki Allah, kemudian puterinya yang paling muda wafat, dan keluar dari dekatnya mata air yang disebut Ru'unah, sehingga tidak ada yang masih hidup selain puterinya yang tengah." (HR. Hakim, ia berkata, "Hadits ini shahih sesuai syarat dua syaikh (Bukhari-Muslim), namun keduanya tidak menyebutkan (dalam shahihnya). Mungkin saja seseorang menyangka, bahwa kisah seperti ini dan yang semisalnya hanyalah mauquf (sampai kepada sahabat), padahal tidak demikian, karena sahabat itu jika menafsirkan tilawah (bacaan), maka haditsnya bersanad menurut dua syaikh." Adz Dzahabiy berkata, "Sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim).")
KISAH NABI MUSA ALAIHIS SALAM BERSAMA KHADHIR
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَامَ مُوسَى النَّبِيُّ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ فَقَالَ: أَنَا أَعْلَمُ، فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ، إِذْ لَمْ يَرُدَّ العِلْمَ  إِلَيْهِ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: أَنَّ عَبْدًا مِنْ عِبَادِي بِمَجْمَعِ البَحْرَيْنِ، هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَكَيْفَ بِهِ؟ فَقِيلَ لَهُ: احْمِلْ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ، فَإِذَا فَقَدْتَهُ فَهُوَ ثَمَّ، فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقَ بِفَتَاهُ يُوشَعَ بْنِ نُونٍ، وَحَمَلاَ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ، حَتَّى كَانَا عِنْدَ الصَّخْرَةِ وَضَعَا رُءُوسَهُمَا وَنَامَا، فَانْسَلَّ الحُوتُ مِنَ المِكْتَلِ فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي البَحْرِ سَرَبًا، وَكَانَ لِمُوسَى وَفَتَاهُ عَجَبًا، فَانْطَلَقَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِهِمَا وَيَوْمَهُمَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ: آتِنَا غَدَاءَنَا، لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا، وَلَمْ يَجِدْ مُوسَى مَسًّا مِنَ النَّصَبِ حَتَّى جَاوَزَ المَكَانَ الَّذِي أُمِرَ بِهِ، فَقَالَ لَهُ فَتَاهُ: (أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلَّا الشَّيْطَانُ) قَالَ مُوسَى: (ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا) فَلَمَّا انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ، إِذَا رَجُلٌ مُسَجًّى بِثَوْبٍ، أَوْ قَالَ تَسَجَّى بِثَوْبِهِ، فَسَلَّمَ مُوسَى، فَقَالَ الخَضِرُ: وَأَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلاَمُ؟ فَقَالَ: أَنَا مُوسَى، فَقَالَ: مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمْتَ رَشَدًا قَالَ: إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا، يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ لاَ تَعْلَمُهُ أَنْتَ، وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ عَلَّمَكَهُ لاَ أَعْلَمُهُ، قَالَ: سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا، وَلاَ أَعْصِي لَكَ أَمْرًا، فَانْطَلَقَا يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ البَحْرِ، لَيْسَ لَهُمَا سَفِينَةٌ، فَمَرَّتْ بِهِمَا سَفِينَةٌ، فَكَلَّمُوهُمْ أَنْ يَحْمِلُوهُمَا، فَعُرِفَ الخَضِرُ فَحَمَلُوهُمَا بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَجَاءَ عُصْفُورٌ، فَوَقَعَ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ، فَنَقَرَ نَقْرَةً أَوْ نَقْرَتَيْنِ فِي البَحْرِ، فَقَالَ الخَضِرُ: يَا مُوسَى مَا نَقَصَ عِلْمِي وَعِلْمُكَ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ إِلَّا كَنَقْرَةِ هَذَا العُصْفُورِ فِي البَحْرِ، فَعَمَدَ الخَضِرُ إِلَى لَوْحٍ مِنْ أَلْوَاحِ السَّفِينَةِ، فَنَزَعَهُ، فَقَالَ مُوسَى: قَوْمٌ حَمَلُونَا بِغَيْرِ نَوْلٍ عَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا؟ قَالَ: أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا؟ قَالَ: لاَ تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلاَ تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا - فَكَانَتِ الأُولَى مِنْ مُوسَى نِسْيَانًا -، فَانْطَلَقَا، فَإِذَا غُلاَمٌ يَلْعَبُ مَعَ الغِلْمَانِ، فَأَخَذَ الخَضِرُ بِرَأْسِهِ مِنْ أَعْلاَهُ فَاقْتَلَعَ رَأْسَهُ بِيَدِهِ، فَقَالَ مُوسَى: أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ؟ قَالَ: أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا؟ - قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: وَهَذَا أَوْكَدُ - فَانْطَلَقَا، حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا، فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا، فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ، قَالَ الخَضِرُ: بِيَدِهِ فَأَقَامَهُ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: لَوْ شِئْتَ لاَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا، قَالَ: هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ " قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى، لَوَدِدْنَا لَوْ صَبَرَ حَتَّى يُقَصَّ عَلَيْنَا مِنْ أَمْرِهِمَا»
Dari Ubay bin Ka’ab dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Nabi Musa pernah berdiri khutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Saya orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Lalu dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan dalam sebuah keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.” Musa pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur (di atas batu itu), lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh. Keduanya kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan ini,” dan Musa tidak merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan untuk didatangi. Muridnya kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup dengan kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Lalu Khadhir berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khadhir berkata, “Apakah Musa (Nabi) Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?" Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.” Keduanya pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu, lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, lalu keduanya berbicara dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui (oleh para penumpangnya) bahwa yang meminta itu Khadhir, maka mereka pun mengangkut keduanya tanpa upah. Tiba-tiba ada seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali patukan ke laut. Khadhir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang berasal dari Allah kecuali seperti patukan burung ini ke laut (yakni tidak ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah), lalu Khadhir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian dicabutnya.” (Melihat keadaan itu) Musa berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah engkau lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khadhir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.” Untuk yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khadhir memegang kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata, “Apakah engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang lain.” Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” –Ibnu ‘Uyainah (rawi hadits ini) berkata, “Ini lebih berat.” Keduanya pun berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya meminta agar penduduknya menjamu mereka (namun tidak diberi). Keduanya pun mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khadhir menegakkannya, Khadhir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Khadhir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa, kita senang sekali jika ia bersabar sehingga ia menceritakan kepada kita tentang perkara keduanya.” (HR. Bukhari)
Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger