بسم
الله الرحمن الرحيم
Kumpulan Hadits Tentang Tauhid (5)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kumpulan hadits tentang
tauhid dan bahaya syirk. Kami kumpulkan hadits-haditsnya agar kita dapat
mencapai kesempurnaan tauhid dan terhindar dari syirk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
TENTANG
TANJIM (ILMU PERBINTANGAN UNTUK MENUNJUKKAN TERHADAP PERISTIWA YANG TERJADI DI
BUMI)
قَالَ قَتَادَةُ خَلَقَ هَذِهِ النُّجُومَ لِثَلاَثٍ ،
جَعَلَهَا زِينَةً لِلسَّمَاءِ ، وَرُجُوماً لِلشَّيَاطِينِ ، وَعَلاَمَاتٍ
يُهْتَدَى بِهَا ، فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيهَا بِغَيْرِ ذَلِكَ أَخْطَأَ وَأَضَاعَ
نَصِيبَهُ ، وَتَكَلَّفَ مَا لاَ عِلْمَ لَهُ بِهِ .
Qatadah
berkata, “Allah menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hal; untuk menghias
langit, melempar setan dan tanda yang dapat dipakai petunjuk jalan. Barang
siapa yang menyangka untuk selain itu, maka ia telah salah, menghilangkan
bagian(keuntungan)nya dan membebani diri dengan sesuatu yang tidak
diketahuinya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
MENISBATKAN
TURUNNYA HUJAN KEPADA BINTANG MERUPAKAN PERKARA JAHILIYYAH
عَنْ أَِبي مَالِكٍ الأَشْعَرِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ « أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ
يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ
وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ » . وَقَالَ « النَّائِحَةُ إِذَا
لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ
مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ ».
Dari
Abu Malik Al Asy’ariy, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada
empat perkara yang termasuk perkara Jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan;
berbangga dengan keturunan, mencela nasab, menisbatkan turunnya hujan kepada
bintang-bintang dan meratap.” Beliau juga bersabda, “Wanita yang meratap jika
tidak bertobat sebelum matinya, maka akan dibangkitkan pada hari Kiamat dengan
mengenakan
pakaian yang berlumuran cairan tembaga serta mantel yang bercampur dengan
penyakit gatal”.” (HR. Muslim)
MENISBATKAN
TURUNNYA HUJAN KEPADA BINTANG TERMASUK PERBUATAN SYIRK
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِىِّ أَنَّهُ قَالَ :
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلاَةَ الصُّبْحِ
بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ ، فَلَمَّا
انْصَرَفَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ :« هَلْ
تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ؟ » . قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ .
قَالَ :« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ :
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ . فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ
، وَأَمَّا مَنْ قَالَ : بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا . فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ
بِالْكَوْكَبِ ».
Dari
Zaid bin Khalid radhiyallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam mengimami kami pada shalat Subuh di Hudaibiyah setelah semalam turun
hujan, ketika selesa melaksanakan shalat, Beliau menghadap kepada jamaah dan
bersabda, “Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian?” Mereka
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Dia
berfirman, “Pagi hari ini ada di antara hamba-hambaku yang beriman kepada-Ku
dan ada pula yang kufur; adapun orang yang mengatakan, “Hujan turun berkat
karunia dan rahmat Allah,” maka ia telah beriman kepada-Ku dan kufur kepada
bintang, sedangkan orang yang mengatakan, “Hujan turun karena bintang ini dan
bintang itu,” maka ia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang[i].”
(HR. Bukhari, Muslim dan Malik)
TENTANG
MENISBATKAN TURUNNYA HUJAN KEPADA BINTANG
عَنْ أَِبي مَالِكٍ الأَشْعَرِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ « أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ
يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ
وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ » . وَقَالَ « النَّائِحَةُ إِذَا
لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ
مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ ».
Dari Abu Malik Al Asy’ariy, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara yang termasuk
perkara Jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan; berbangga dengan keturunan,
mencela nasab, menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang dan meratap.”
Beliau juga bersabda, “Wanita yang meratap jika tidak bertobat sebelum matinya,
maka akan dibangkitkan pada hari Kiamat dengan mengenakan pakaian yang berlumuran
cairan tembaga serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal”.” (HR.
Muslim)
MERAIH KECINTAAN
DAN PERTOLONGAN ALLAH SUBHAANAHU WA TA’ALA
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: مَنْ أَحَبَّ فِي اللهِ،
وَأَبْغَضَ فِي اللهِ، وَوَالَى فِي اللهِ، وَعَادَى فِي اللهِ، فَإِنَّمَا
تُنَالُ وَلاَيَةُ اللهِ بِذَلِكَ، وَلَنْ يَجِدْ عَبْدُ طَعْمِ اْلِإيْمَانِ
وَإِنْ كَثُرَتْ صَلاَتُهُ وَصَوْمُهُ حَتَّى يَكُوْنَ كَذَلِكَ. وَقَدْ صَارَتْ
عَامَّةُ مُؤَاخَاةُ النَّاسِ عَلَى أَمْرِ الدُّنْيَا، وَذَلِكَ لاَ يُجْدِي
عَلىَ أَهْلِهِ شَيئا.
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Barang siapa yang mencintai
seseorang karena Allah[ii],
membenci karena Allah[iii],
membela karena Allah, memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan
pertolongan Allah itu diperolehnya dengan hal-hal tersebut, dan seorang hamba
tidak akan bisa merasakan manisnya iman, meskipun banyak melakukan shalat dan
puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di
antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, padahal hal itu tidak
berguna sedikit pun baginya[iv].” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir)
TIDAK
SEMPURNA IMAN SESEORANG SAMPAI MENCINTAI NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA
SALLAM DI ATAS KECINTAAN KEPADA DIRINYA, ANAKNYA, BAPAKNYA DAN MANUSIA SEMUA
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم : «
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ
وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ » .
Dari Anas ia
berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak (sempurna) iman
salah seorang di antara kamu sampai aku lebih dicintainya daripada bapaknya,
anaknya dan manusia semua.” (HR. Muslim)
MERASA
AMAN DARI SIKSA ALLAH TERMASUK DOSA BESAR
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنِ الْكَبَائِرِ، فَقَالَ: ( اَلشِّرْكُ
بِاللهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
ditanya tentang dosa-dosa besar, maka Beliau bersabda, “(Yaitu) syirk kepada
Allah, berputus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari siksaan Allah.” (HR.
Al Bazzar (106-Kasyful Astaar), Ibnu Abi Hatim sebagaimana dalam Tafsir
Ibnu Katsir (1/485). Hadits ini dihasankan oleh Al ‘Iraaqi dalam Takhrij Al
Ihyaa’ (14/17) dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul
Jaami’ (4478)).
DI BALIK SABAR
TERHADAP TAKDIR ALLAH
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ
الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ
أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَة
Dari Anas ia
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah
menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia menyegerakan hukuman untuknya
di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba, maka Dia
tunda (hukuman) terhadap dosanya sehingga Allah memberikan balasan penuh
terhadap dosanya pada hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Hakim. Al Albani
menshahihkan hadits tersebut karena syahid dan jalan-jalannya dalam Ash
Shahiihah (1220)).
BAHAYA
SYIRK KECIL[v]
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ
فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ
الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ
يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
Dari
Abu Sa’id ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar
menemui kami ketika kami sedang menyebut-nyebut Al Masih Ad Dajjal. Beliau
bersabda, “Maukah kamu aku beritahukan sesuatu yang paling aku takuti bagiku
menimpamu daripada Al Masih Ad Dajjal?” Kami berkata, “Ya (mau).” Beliau
bersabda, “Syirk Khafi (tersembunyi), yaitu seseorang berdiri shalat, kemudian
ia perbagus shalatnya karena mengetahui diperhatikan oleh seseorang.” (HR. Ibnu
Majah dan Baihaqi, dihasankan oleh Al Buwshairiy dalam Az Zawaa’id dan oleh Al
Albani dalam Shahih At Targhiib).
TERMASUK
SYIRK SESEORANG MENGERJAKAN IBADAH DENGAN TUJUAN MENDAPATKAN PERHIASAN DUNIA
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ : « تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ
، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ ، تَعِسَ وَانْتَكَسَ ،
وَإِذَا شِيكَ فَلاَ انْتَقَشَ ، طُوبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِى
سَبِيلِ اللَّهِ ، أَشْعَثَ رَأْسُهُ مُغْبَرَّةٍ قَدَمَاهُ ، إِنْ كَانَ فِى
الْحِرَاسَةِ كَانَ فِى الْحِرَاسَةِ ، وَإِنْ كَانَ فِى السَّاقَةِ كَانَ فِى
السَّاقَةِ ، إِنِ اسْتَأْذَنَ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ ، وَإِنْ شَفَعَ لَمْ يُشَفَّعْ
»
Dari Abu Hurairah,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Celaka hamba dinar,
hamba dirham dan hamba Khamishah[vi].
Jika diberi dia senang, dan jika tidak, dia marah. Celaka dan tersungkurlah,
apabila terkena duri semoga ia tidak dapat mencabutnya. Beruntunglah seorang
hamba yang memegang tali kekang kudanya di jalan Allah, rambutnya kusut dan
kedua kakinya berdebu. Jika ia ditugaskan sebagai penjaga, dia setia berada di
pos penjagaan, dan jika ditugaskan di garis belakang, dia akan tetap setia di
garis belakang. Jika ia meminta izin (untuk menemui raja atau penguasa) tidak
diperkenankan, dan jika bertindak sebagai pemberi syafaat (sebagai perantara)
maka tidak diterima syafaatnya (perantaraannya).” [HR. Bukhari].
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Kitabut Tauhid (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab), Fathul
Majid (Abdurrahman bin Hasan), Maktabah Syamilah, Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah
(Markaz Nurul Islam), dll.
[i] Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab dalam kitab Tauhid berkata, "Hal ini banyak dalam Al Qur’an
dan As Sunnah, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala mencela orang yang
menyandarkan nikmat-Nya kepada selain-Nya dan menyekutukan-Nya dengan
selain-Nya itu.”
[ii] Seperti mencintai
orang yang beriman dan taat.
[iii] Seperti membenci
orang yang kafir dan musyrik serta yang keluar dari ketaatan kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.
[iv] Syaikh Ibnu
'Utsaimin berkata, “Maksud hadits ini adalah bahwa seorang tidak bisa merasakan
keimanan, manis dan lezatnya sampai seperti itu keadaannya meskipun ia banyak
shalat dan puasa, dan bagaimana orang yang berakal bisa –apalagi orang mukmin-
memberikan wala’ (kecintaan dan kesetiaan) kepada musuh Allah; ia melihat
musuh-musuh Allah menyekutukan-Nya, kafir kepada-Nya dan menyifati-Nya dengan
kekurangan dan aib, lalu ia malah berwala’ dan mencintai mereka? Orang yang
seperti ini, jika shalat dan melakukan qiyamullail semalam suntuk serta
berpuasa sepanjang hari, maka tidak mungkin memperoleh nikmatnya keimanan.
Untuk itu, hatimu harus dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan berwala’
kepada-Nya dan hatimu juga (harus) dipenuhi dengan kebencian kepada musuh-musuh
Allah dan memusuhi mereka…dst.” (Lihat Al Qaulul Mufiid oleh Syaikh Ibnu
‘Utsaimin).
[v] Ibnul Qayyim
menyebutkan contoh-contoh lainnya syirk kecil, ia berkata, “Adapun syirk
kecil, maka seperti riya’ yang ringan, berpura-pura terhadap manusia, bersumpah
dengan nama selain Allah, ucapan seseorang kepada orang lain, “Atas kehendak
Allah dan kehendak kamu, ini dari Allah dan darimu, aku (seperti ini) karena
(pertolongan) Allah dan kamu, tidak ada harapan bagiku selain Allah dan kamu,
aku bertawakkal kepada Allah dan kepada kamu, kalau bukan karena Allah dan kamu
tentu tidak akan terjadi begini dan begitu. Hal ini bisa saja menjadi syirk
besar tergantung keadaan orang yang mengucapkannya dan maksudnya." (Lihat
Fathul Majiid hal. 450 cet. Darul Fikri).
[vi] Khamishah adalah
pakaian dari wool atau lainnya yang berwarna hitam dan memiliki corak-corak.
0 komentar:
Posting Komentar