بسم
الله الرحمن الرحيم
Kumpulan Hadits Arba'in Nawawi dan Kandungannya (9)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kumpulan hadits Arba'in
karya Imam Nawawi rahimahullah, kami sebutkan dalam risalah ini
mengingat di dalamnya terdapat kaedah-kaedah penting dalam Islam. Kami pun
membuatkan tarjamah (tema) terhadapnya yang insya Allah dapat mewakili kandungan
hadits secara umum sekaligus kandungannya secara singkat. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dimaafkannya Orang Yang Tidak
Sengaja, Lupa, dan Dipaksa
عَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ
عَنْ أُمَّتِي : الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya Allah Ta’ala memaafkan untukku umatku, yaitu pada kesalahan
yang tidak sengaja, lupa dan apa saja yang dipaksa.“ (Hadits hasan,
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Baihaqi dan lainnya)
Kandungan Hadits:
1.
Luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya, dimana
Dia mengangkat dosa dari mereka apabila kesalahan terjadi karena lupa, keliru,
atau dipaksa.
2.
Bahwa semua larangan apabila dilakukan seseorang
karena tidak tahu, lupa atau dipaksa, maka tidak berdosa jika terkait dengan
hak Allah. Adapun jika terkait dengan hak manusia, maka tidak dimaafkan dalam
hal menggantinya.
3.
Bahwa tiga hal ini; tidak sengaja, lupa, dan dipaksa
adalah sebab memperoleh keringanan.
4.
Memaksa
tidaklah menjadi sebab untuk diberi keringanan dalam satu keadaan, yaitu ketika
dipaksa untuk membunuh orang lain, maka ia tidak boleh membunuhnya meskipun
mengakibatkan dirinya terbunuh.
5.
Menjelaskan tentang rahmat Allah Ta'ala, dimana Dia
tidak membebani seseorang kecuali sesuai kesanggupannya.
Dunia Ladang Menuju Akhirat
عَنْ
ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ
عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا
أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ
الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku sambil
bersabda, "Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing atau
pengembara,“ Ibnu Umar berkata: Jika kamu berada di sore hari, maka jangan
tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari, maka jangan tunggu sore
hari, gunakanlah waktu sehatmu untuk
sakitmu dan hidupmu untuk matimu.“ (HR. Bukhari)
Kandungan Hadits:
1. Perintah zuhud terhadap dunia, dan
bahwa tidak patut bagi seseorang menjadikan dunia sebagai kampungnya yang ia
cenderung kepadanya.
2. Cara terbaik untuk dapat zuhud
kepada dunia dan tidak cenderung kepadanya adalah dengan tidak panjang
angan-angan. Ibnul Qayyim berkata, "Tidak panjang angan-angan adalah
mengetahui akan segera berangkat (meninggalkan dunia) dan cepatnya hidup di
dunia."
3. Sepatutnya seorang muslim segera
beramal saleh sebelum datang serangan pemutus kelezatan (maut), karena ia tidak
tahu kapan maut datang.
4. Bahwa seseorang sepatutnya
memanfaatkan umurnya untuk ketaatan kepada Allah sebelum tiba malapetaka.
Tanda Keimanan
عَنْ
أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ
حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ
Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallahu
'anhuma, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak
(sempurna) iman salah seorang di antara kamu hingga hawa nafsunya mengikuti apa
yang aku bawa.“ (Hadits hasan shahih, kami meriwayatkannya dari kitab Al
Hujjah dengan isnad yang shahih[i]).
Kandungan Hadits:
1. Tidak sempurna iman seseorang sampai
hawa nafsu dan kecenderungannya mengikuti syariat dan berhukum kepadanya.
2. Peringatan agar tidak mengikuti hawa
nafsunya.
3. Wajibnya berserah diri dan tunduk
kepada perintah Allah Ta'ala.
4. Iman dapat bertambah dan berkurang.
Luasnya Ampunan Allah Azza wa Jalla
عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه
وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي
وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ
آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي
غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ
خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا
مَغْفِرَةً
Dari Anas Radhiyallahu
'anhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, Allah Ta’ala berfirman, "Wahai anak Adam! Sungguh, selama kamu
berdoa kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka Aku akan ampuni, Aku tidak peduli
(betapa pun besar dosamu). Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi
awan di langit kemudian kamu meminta ampunan kepada-Ku niscaya Aku akan ampuni.
Wahai anak Adam! Sungguh, jika kamu datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh
bumi kemudian kamu menemui-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu, maka Aku
akan menemui kamu dengan ampunan sepenuh itu pula.“ (HR. Tirmidzi dan dia
berkata, "Haditsnya hasan shahih.").
Kandungan Hadits:
1.
Dalam
hadits ini terdapat sebab-sebab untuk mmperoleh ampunan, yaitu berdoa disertai
rasa berharap, meminta ampunan, dan bertauhid yang merupakan sebab terbesar.
2.
Peringatan
terhadap perbuatan syirk.
3.
Tidak
ada seorang pun yang selamat dari dosa.
4.
Wajibnya
beriman terhadap pertemuan dengan Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Selesai, walhamdulillahi Rabbil 'alamin.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Syarhul Arba'in An Nawawiyyah (Imam Nawawi), Syarhul
Arba'in An Nawawiyyah (Sulaiman Al Luhaimid), Al Maktabatusy Syamilah
versi 3.35, dll.
[i] Yang rajih hadits ini adalah dha’if
(Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karya Nazim
Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syekh Al Albani,
hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab).
0 komentar:
Posting Komentar