Fatwa-Fatwa Ulama Seputar Haji dan Umrah (2)

 بسم الله الرحمن الرحيم



Fatwa-Fatwa Ulama Seputar Haji dan Umrah (2)

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Allah Subhaanhu wa Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (Qs. An Nahl: 43)

Berikut lanjutan fatwa para ulama seputar haji dan umrah, semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.

5. Hukum menyembelih hadyu sebelum hari Ied

Pertanyaan: Kami berihram bersama beberapa orang untuk melakukan haji tamattu, kami lakukan umrah lalu tahallul, kemudian sebagian kami mengarahkan untuk menyembelih hadyu dan membagikannya di Mekkah, maka dilakukanlah hal itu di Mekkah, lalu kami pun tahu bahwa ternyata penyembelihan tidak bisa dilakukan kecuali setelah melempar jamrah aqabah, aku pun tahu hal itu, maka aku suruh mereka menunda penyembelihan sampai tibanya hari nahar (10 Dzulhijjah) atau setelahnya (hari tasyriq), akan tetapi mereka tetap memilih untuk menyembelihnya setelah kami sampai dan setelah kami menunaikan ibadah umrah di hari yang sama, lalu apa hukumnya? Dan apa kewajiban kami jika demikian?

Jawab: Siapa saja yang menyembelih dam tamattu sebelum hari Ied, maka tidak sah, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak menyembelih hadyu kecuali pada hari nahar, sedangkan mereka datang dalam keadaan tamattu pada tanggal 4 Dzulhijjah, sedangkan kambing dan unta yang ada pada mereka ditahan dulu (tidak disembelih) sampai tiba hari nahar. Kalau sekiranya boleh disembelih sebelum itu, tentu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya segera melakukannya pada hari keempat sisanya yang mereka mukim di saat itu sebelum berangkat menuju Arafah, karena orang-orang butuh daging di saat itu. Oleh karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak menyembelihnya kecuali setelah tiba hari nahar, maka yang demikian menunjukkan tidak sahnya sebelum itu, dan bahwa orang yang menyembelih sebelum hari nahar telah menyelisihi Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam serta melakukan ajaran yang baru sehingga tidak sah seperti halnya orang yang shalat atau puasa sebelum tiba waktunya, sehingga puasa Ramadhan tidak sah sebelum tiba waktunya dan shalat pun tidak sah sebelum tiba waktunya, dsb.

Kesimpulannya, bahwa ibadah ini jika dilakukan sebelum waktunya maka tidak sah, ia harus mengulang menyembelih lagi jika mampu. Jika tidak mampu, maka ia berpuasa tiga hari di saat haji dan tujuh hari setelah pulang ke keluarganya sehingga menjadi sepuluh hari sebagai ganti dari menyembelih berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.“ (Qs. Al Hajj: 196)

(Fatawa Ibn Baz, sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/16852/%C2%A0%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%B0%D8%A8%D8%AD-%D8%A7%D9%84%D9%87%D8%AF%D9%8A-%D9%82%D8%A8%D9%84-%D9%8A%D9%88%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%8A%D8%AF  )

6. Hukum memendekkan sebagian rambut ketika tahallul dari umrah

Pertanyaan: Apakah memendekkan sebagian rambut meninggalkan bagian yang lain sudah cukup untuk tahallul dari umrah?

Jawab: Tidak patut demikian, seharusnya ia memendekkan rambut secara merata seperti mencukur habis di saat haji dan umrah, atau ia ratakan ketika memendekkan sebagaimana ia ratakan ketika mencukur. Demikianlah pendapat sejumlah Ahli ilmu dan yang lebih kuat dalam hal dalil.

(Fatawa Ibn Baz, sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/1613/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%AA%D9%82%D8%B5%D9%8A%D8%B1-%D8%A8%D8%B9%D8%B6-%D8%A7%D9%84%D8%B1%D8%A7%D8%B3-%D8%B9%D9%86%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AD%D9%84%D9%84-%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%85%D8%B1%D8%A9 )

7. Hukum makan daging dari dam fidyah atau jaza

Pertanyaan: Apakah orang yang mengeluarkan dam fidyah atau jaza boleh makan dari daging hewan kurbannya?

Jawab: Untuk dam jaza tidak boleh, karena dam tersebut untuk kaum fakir, dimana dagingnya diberikan kepada kaum fakir dan yang membutuhkan. Allah Ta’ala berfirman,

هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ

”Sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka'bah.” (Qs. Al Maidah: 95)

Yakni untuk kaum fakirnya saat ia meninggalkan kewajiban seperti meninggalkan thawaf wada dan tidak ihram dari miqat, sehingga ketika ia meninggalkan kewajiban, maka ia terkena dam yang diberikan kepada kaum fakir.

Adapun  dam syukur -dam hadyu dan tamattu- maka ia boleh makan daripadanya. Allah Ta’ala berfirman,

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Qs. Al Hajj: 28)

Sehingga untuk dam hadyu tamattu ia boleh makan darinya dan ia sedekahkan untuk kaum fakir, demikian pula hewan kurban; semua hewan kurban ia boleh makan, menyedekahkan, dan menghadiahkan.

Di hari-hari ini (hari-hari tasyriq) juga disyariatkan memperbanyak tahlil dan takbir, (takbiran) demikian pula di hari raya karena hari tersebut merupakan hari makan, minum, dan mengingat Allah Azza wa Jalla.

Pada hari Ied juga disyariatkan takbiran setelah shalat lima waktu diawali setelah shalat Subuh hari Arafah sampai Ashar hari terakhir hari tasyriq, yakni dianjurkan takbiran seusai shalat dan pada semua waktunya.

Orang yang berkurban (ketika belum berkurban) tidak boleh mengambil rambut dan kukunya sedikit pun dan rambut yang ada di badannya pada sepuluh pertama bulan Dzulhijjah sampai ia berkurban, akan tetapi tidak dilarang dari mencukur atau memendekkan (melakukan tahallul), ia tidak masuk larangan ini, sehingga ketika ia thawaf dan sa’i umrah ia boleh mencukur dan memendekkan, demikian pula pada hari Ied saat haji setelah melempar jamrah ia juga boleh mencukur rambutnya meskipun ia belum berkurban, karena tahallul merupakan manasik sendiri.”

(Fatawa Ibn Baz, sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/3758/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D9%84%D9%85%D9%86-%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87-%D9%81%D8%AF%D9%8A%D8%A9-%D8%A7%D9%88-%D8%AC%D8%B2%D8%A7%D8%A1-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%83%D9%84-%D9%85%D9%86%D9%87 )

8. Hukum makan daging dari hadyu tathawwu (sunah), hadyu tamattu, dan hadyu qiran

Pertanyaan: Saya ingin pergi bersama ibu saya untuk naik haji insya Allah. Pertanyaan saya adalah ‘apakah menyembelih hadyu cukup satu kambing atau dua kambing’? Perlu diketahui juga bahwa saya sudah menikah, dan apakah saya boleh makan daripadanya?

Jawab: Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kepada keluarganya dan para sahabatnya, amma ba’du:

Jika engkau akan berhaji qiran atau tamattu, maka hadyu wajib kamu keluarkan, demikian pula atas ibumu jika engkau berhaji qiran atau tamattu. Minimal hadyu adalah seekor kambing dari setiap orang di antara kalian berdua dan tidak lebih dari seekor kambing, sehingga wajib atasmu dan atas ibumu ketika haji tamattu atau qiran untuk mengeluarkan dua ekor kambing. Disebutkan dalam Hasyiyah Ar Raudh, “Seekor kambing sah untuk hadyu, demikian pula kurban sah dari seorang karena telah terpenuhi dan telah keluar dari perintah yang bersifat mutlak.”

Diperbolehkan sebagai ganti dari kambing adalah engkau patungan dalam unta atau sapi dari tujuh orang berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami unntuk bersekutu pada unta dan sapi, dimana setiap tujuh orang untuk satu unta.” (Muttafaq alaih)

Adapun jika engkau melakukan haji ifrad, maka tidak wajib bagimu hadyu, akan tetapi jika engkau ingin mengeluarkan hadyu tathawwu (sunah) maka yang demikian adalah perbuatan yang baik, demikian pula jika dilakukan oleh ibumu.

Demikian pula boleh makan dari hadyu tamattu dan qiran menurut pendapat yang dikuatkan oleh mayoritas Ahli Ilmu, dan boleh juga makan pada hadyu tathawwu (sunah).

Dalam hadits Jabir yang panjang tentang sifat haji Nabi shallallahu alaihi wa sallam disebutkan, “Lalu Beliau memerintahkan agar setiap unta diambil sedikit dagingnya lalu dimasukkan ke dalam periuk, maka mereka berdua (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu) makan dagingnya dan minum kuahnya.”

Imam Syaukani rahimahullah berkata, “Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa makan dari hadyu tathawwu dan dari hewan kurbannya merupakan perkara sunah.” Zhahirnya boleh makan dari hadyu tanpa perbedaan antara yang sunah maupun yang fardhu berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala, “Maka makanlah sebagian daripadanya.” (Qs. Al Hajj: 28)” tanpa merincikan.”

Adapun jika engkau terkena dam karena meninggalkan kewajiban atau mengerjakan larangan, maka tidak boleh makan daripadanya, bahkan harus diberikan semuanya untuk orang-orang miskin.”

Lihat juga sebagai tambahan faedah dua fatwa berikut: no. 128704 dan no. 125824. Wallahu a’lam.”

(Sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140441/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%A3%D9%83%D9%84-%D9%85%D9%86-%D9%87%D8%AF%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%B7%D9%88%D8%B9-%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B1%D8%A7%D9%86-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%85%D8%AA%D8%B9 )

9. Hukum memakai pampers bagi orang yang ihram yang sedang sakit ketika butuh mengenakan hal itu

Pertanyaan: Apa hukum memakai pampers bagi orang yang sedang ihram yang butuh memakainya atau untuk anak-anak, apakah yang demikian termasuk larangan ihram?

Jawab: Segala puji bagi Allah. Pampers yang sudah dikenal mirip dengan celana dalam, yakni celana yang menutupi aurat yang besar. Mayoritas para ulama menghubungkan pampers ke dalam pakaian yang dilarang karena membentuk badan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menerangkan tentang pakaian yang dilarang saat ihram berkata, “Demikian pula celana dalam lebih dilarang lagi daripada celana panjang.” (Majmu Fatawa 21/206)

Oleh karena itu, barang siapa yang butuh mengenakan pakaian dalam atau pampers saat sedang ihram, maka tidak mengapa, namun ia terkena dam fidyah adza (karena terganggu), ia boleh memilih; antara menyembelih kambing, memberi makan enam orang miskin, dimana setiap orangnya diberi setengah sha’, atau berpuasa tiga hari.

Hal ini berdasarkan hadits Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu anhu saat ia butuh mencukur rambutnya ketika ihram, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Cukurlah rambutmu, berpuasalah tiga hari atau memberi makan enam orang miskin, atau sembelihlah seekor kambing.” (Hr. Bukhari no. 1917)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin  rahimahullah pernah ditanya tentang seorang yang ihram memakai celana dalam, dimana jika ia tidak pakai maka ia akan kena bahaya, ia menjawab, “Jika khawatir terkena bahaya, maka tidak mengapa memakainya, akan tetapi jika ia mampu memberi makan enam orang miskin dimana setiap orang miskin mendapat setengah sha, maka hal itu lebih baik.” (Liqaa’at Al Bab Al Maftuh (As Su’aal 16/177)

Dengan demikian, jika ia butuh memakai pampers saat sedang ihram karena sakit dan semisalnya, maka tidak mengapa memakainya, namun ia terkena dam fidyah adza. Wallahu a’lam.

(Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/434494/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D9%84%D8%A8%D8%B3-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%81%D8%A7%D8%B8%D8%A7%D8%AA-%D9%84%D9%84%D9%85%D8%AD%D8%B1%D9%85-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B1%D9%8A%D8%B6 )

Bersambung….

Wallahu a’lam wa shallallau ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil alamin.

Penerjemah: Marwan bin Musa

Maraji':

https://binbaz.org.sa/ , https://islamqa.info/ar/answers/ , https://www.islamweb.net/ar/fatwa/ ,

Maktabah Syamilah versi 3.45,  dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger