بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqh Wudhu
(2)
Segala puji
bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'd:
Berikut ini lanjutan pembahasan tentang
fiqh wudhu. Semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
Pembatal-pembatal wudhu
Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah:
1.
Keluarnya
sesuatu dari dua jalan (qubul dan dubur).
Sesuatu yang keluar bisa berupa air
kencing, kotoran, mani, madzi, darah istihadhah, dan angin; baik banyak maupun
sedikit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
“Atau salah seorang di antara
kamu datang dari tempat buang air.” (Terj. QS. An Nisaa’: 43)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
«لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا
أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ»
“Shalat salah seorang di antara kamu
tidaklah diterima ketika berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Muslim)
Demikian pula sabda Beliau shallallahu
alaihi wa sallam tentang orang yang ragu-ragu; apakah; ia buang angin atau
tidak,
فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتاً أَوْ يَجِدَ رِيْحاً
“Maka janganlah ia keluar (dari shalatnya)
sampai ia mendengar suara atau mencium baunya.” (Muttafaq ‘alaih)
2.
Keluarnya
najis dari badannya.
Jika berupa air kencing atau kotoran, maka
batal secara mutlak. Tetapi jika selainnya seperti darah dan muntah, maka jika
banyak sebaiknya ia berwudhu untuk kehati-hatian, tetapi jika ringan atau
sedikit, maka tidak perlu berwudhu berdasarkan kesepakatan para ulama.
3.
Hilang
akal baik karena pingsan atau tidur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«وِكَاءُ السَّهِ الْعَيْنَانِ، فَمَنْ نَامَ
فَلْيَتَوَضَّأْ»
“Tali pengikat dubur itu kedua mata. Barang
siapa yang tidur, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah,
dan dihasankan oleh Al Albani).
Adapun gila, pingsan, mabuk, dan sebagainya,
maka semua ini membatalkan berdasarkan ijma’.
Dan tidur yang membatalkan adalah tidur
nyenyak, dimana seseorang sudah tidak sadar lagi. Adapun tidur yang ringan,
maka tidaklah membatalkan wudhu karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum pernah
menunggu waktu shalat sampai mengantuk, lalu mereka bangun dan shalat tanpa
berwudhu terlebih dahulu (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim).
4.
Memegang
kemaluan tanpa penghalang.
Hal ini berdasarkan hadits Busrah binti
Shafwan radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ»
“Barang siapa yang memegang kemaluannya,
maka hendaknya ia berwudhu.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, ia berkata,
“Hadits hasan shahih,” Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al
Irwa’ 1/150).
Dalam hadits Abu Ayyub dan Ummu Habibah
disebutkan,
«مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ، فَلْيَتَوَضَّأْ»
“Barang siapa yang memegang farjinya, maka
hendaknya ia berwudhu.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al
Irwa’ (1/151), adapun hadits Abu Ayyub, Al Albani berkata, “Saya belum
mengetahui isnadnya.” Al Irwa’ (1/151))
5.
Memakan
daging unta.
Hal ini berdasarkan hadits Jabir bin
Samurah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang yang bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kami perlu berwudhu karena memakan
daging kambing?” Beliau menjawab,
«إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فَلَا
تَوَضَّأْ»
“Jika kamu mau silahkan berwudhu, dan jika
kamu mau, boleh tidak berwudhu.”
Lalu orang itu bertanya lagi, “Apakah kami
perlu berwudhu karena memakan daging unta?” Beliau menjawab,
«نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ»
“Ya. Berwudhulah karena memakan daging
unta.” (HR. Muslim).
6.
Riddah
(murtad)
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Dan barang siapa yang kafir
setelah beriman, maka akan hapuslah amalnya.” (Terj. QS. Al Ma’idah:
5)
Demikian pula semua yang mengharuskan untuk
mandi juga sama mengharuskan untuk wudhu, selain karena meninggal dunia.
Perbuatan yang mengharuskan
wudhu
Ada beberapa perbuatan yang mengharuskan
seseorang untuk berwudhu terlebih dahulu, yaitu:
1.
Shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Shalat tidaklah diterima tanpa bersuci, dan sedekah tidaklah
diterima dari harta ghulul (khianat dalam ghanimah).” (HR. Muslim).
2.
Thawaf
di Baitullah, baik thawaf wajib maupun sunat.
Hal ini karena praktek Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berwudhu terlebih dahulu, lalu berthawaf di
Baitullah (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari (1614) dan Muslim
(1235)). Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اَلطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلَّا أَنَّ اللهَ أَبَاحَ فِيْهِ
الْكَلاَمَ
“Thawaf di Baitullah adalah shalat,
hanyasaja Allah menghalalkan berbicara di sana.” (HR. Ibnu Hibban, Baihaqi,
Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi, dan dishahihkan oleh
Al Albani dalam Al Irwa’ no. 121).
Demikian pula karena larangan Beliau
shallalalhu ‘alaihi wa sallam kepada wanita yang haidh melakukan thawaf sampai
suci (Lihat Shahih Bukhari no. 305 dan Shahih Muslim no. 1211).
3.
Menyentuh
mushaf secara langsung tanpa penghalang.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
“Tidak ada yang menyentuh Al Qur’an,
kecuali orang yang suci.” (HR. Malik, Daruquthni, Baihaqi, Hakim dan ia
menshahihkannya, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 122).
Sebagian ulama berpendapat, bahwa lafaz ‘thahir’
(orang yang suci) di sini adalah lafaz yang musytarak (mengandung banyak arti),
bisa tertuju kepada orang yang suci dari hadats besar, orang yang suci dari
hadats kecil, orang mukmin, dan orang yang tidak bernajis. Meskipun begitu,
sebaiknya seseorang membacanya dalam keadaan suci dari hadats kecil apalagi
dari hadats besar.
Perbuatan yang dianjurkan agar berwudhu
terlebih dahulu
Ada beberapa perbuatan yang dianjurkan
berwudhu terlebih dahulu, yaitu:
1.
Ketika
berdzikr dan membaca Al Qur’an.
Hal ini berdasarkan hadits Muhajir bin
Qunfudz, ia berkata,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
يَتَوَضَّأُ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ السَّلَامَ، فَلَمَّا
فَرَغَ مِنْ وُضُوئِهِ، قَالَ: «إِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ أَنْ أَرُدَّ
عَلَيْكَ إِلَّا أَنِّي كُنْتُ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ»
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam saat Beliau sedang berwudhu, lalu aku mengucapkan salam
kepadanya, namun ia tidak menjawab salamku. Ketika Beliau telah selesai berwudhu,
maka Beliau bersabda, “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab
salammu, kecuali karena aku tidak berada di atas wudhu.” (HR. Ibnu Majah, dan
dishahihkan oleh Al Albani).
2.
Ketika
setiap kali hendak shalat.
Hal ini karena Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam rutin melakukannya sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu
setiap kali shalat.” (HR. Bukhari)
3.
Berwudhu
bagi yang junub ketika hendak mengulangi jima’, atau ketika hendak tidur,
makan, atau minum.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al
Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ
أَرَادَ أَنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ»
“Jika salah seorang di antara kamu mendatangi
istrinya dan hendak mengulangi lagi, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)
Demikian juga berdasarkan hadits Aisyah
radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا، فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ، تَوَضَّأَ
وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
apabila junub dan hendak makan atau tidur, maka Beliau berwudhu seperti wudhu
untuk shalat.” (HR. Muslim)
4.
Berwudhu
sebelum mandi
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah
radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ. ثُمَّ
يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ. ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ
لِلصَّلَاةِ...
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
apabila mandi karena junub, maka Beliau memulai membasuh kedua tangannya, lalu
menuangkan (air) dengan tangan kanannya ke tangan kirinya, kemudian membasuh
farjinya, lalu berwudhu seperti wudhu untuk shalat...dst.” (HR. Muslim)
5.
Ketika
hendak tidur
Hal ini berdasarkan hadits Al Barra’ bin
Azib radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ،
ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ...
“Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu,
maka berwudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah di atas rusukmu
yang kanan...dst.” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam wa shallallahu
‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Fiqhul Muyassar (Beberapa ulama, KSA), Al Wajiz (Dr.
Abdul ‘Azhim bin Badawi), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar