Wala dan Bara Dalam Islam (Bag. 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫الولاء والبراء في الإسلام‬‎
Wala dan Bara Dalam Islam (Bag. 2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang wala dan bara dalam Islam. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Contoh memberikan walaa’ kepada orang-orang kafir
5.    Meminta bantuan kepada mereka, mempercayakan urusan kepada mereka dan memberikan mereka (orang-orang kafir) jabatan yang di sana terdapat rahasia kaum muslimin, mengangkat mereka sebagai pemimpin, serta menjadikan mereka teman akrab dan sebagai anggota musyawarah yang dimintai pendapatnya
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (118) هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (119) إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (120)
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya--Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kamu karena kemarahanmu itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.---Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran: 118-120)
Ayat ini menjelaskan secara gamblang keadaan orang-orang kafir sebenarnya yang mengharuskan kita waspada dan hati-hati terhadap mereka.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ariy radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Saya pernah berkata kepada ‘Umar radhiyallahu 'anhu, “Saya memiliki seorang sekretaris Nasrani,” lalu Umar berkata, “Mengapa kamu ini, celaka kamu, apa kamu tidak mendengar firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-wali(mu); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.” (QS. Al Maa’idah: 51)
“Mengapa kamu tidak memilih seorang yang hanif (orang muslim)?” Lanjut Umar.
Abu Musa menjawab, “Wahai Amirul mukminin, saya hanya meminta menulis saja, sedangkan agama urusan dia.”
Umar balik menjawab,
لاَ أُكْرِمُهُمْ إِذْ أَهَانَهُمُ اللهُ ، وَلاَ أُعِزُّهُمْ إِذْ أََذَلَّهُمُ اللهُ ، وَلَا أَُدِيْنُهُمْ وَقَدْ أَقْصَاهُمُ اللهُ
“Saya tidak akan memuliakan mereka, karena Allah telah menghinakan mereka. Saya tidak akan meninggikan mereka, karena Allah telah merendahkan mereka. Dan saya tidak akan mendekati mereka, karena Allah telah menjauhkan mereka.”
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika keluar menuju Badar, ada seorang musyrik yang mengikuti Beliau, dan bertemu dengan Beliau di daerah berbatu hitam, orang itu berkata, “Sesungguhnya saya ingin ikut dengan anda dan merasakan seperti yang anda rasakan.” Lalu Beliau bertanya, “Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pulanglah, aku tidak akan meminta bantuan kepada orang musyrik.”
Kemudian orang itu akhirnya masuk Islam, Beliau pun menerimanya untuk ikut bersama Beliau[i].
Termasuk contoh mempercayakan urusan kepada orang-orang kafir di zaman sekarang adalah mengangkat mereka sebagai pembantu, sopir, pengurus anak di rumah, atau bahkan sampai memberikan mereka jabatan dsb.
6.    Menggunakan kalender mereka, khususnya kalender yang di sana disebutkan upacara peribadatan mereka seperti kalender masehi dan meninggalkan kalender kaum muslimin.
Oleh Karena itu, para sahabat radhiyallahu 'anhum di zaman Umar radhiyallahu 'anhu ketika mereka hendak membuat kalender, mereka menjauhi kalender orang-orang kafir dan membuat kalender sendiri, mereka awali kalender itu dengan hijrahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (bulan Muharram) untuk menyelisihi orang-orang kafir.
7.    Berpartisipasi dengan orang-orang kafir dalam upacara mereka atau membantu mereka mengadakannya atau bahkan mengucapkan selamat kepada mereka atau menghadiri acara tersebut
Hadir dalam upacara peribadatan mereka berarti mengakui peribadatan mereka, dan ini jelas haram, apalagi sampai membantu pelaksanaannya atau bahkan mengucapkan “selamat” terhadap perbuatan mereka. Termasuk dalam hal ini adalah mengucapkan “Selamat natal”, ini adalah haram. Karena mengucapkan selamat natal sama saja ia tidak mengingkari, bahkan menyetujui upacara tersebut di mana di dalamnya mengandung kemusyrikan. Bukankah kita dilarang mengatakan kepada orang yang meminum minuman keras, “Selamat meminum minuman keras,” apalagi dalam hal ini di mana dosanya (yakni syirk) melebihi meminum minuman keras.
8.    Membantu mereka atau menjunjung tinggi peradaban mereka serta kagum dengan akhlak dan kepintaran mereka tanpa melihat kepada keyakinan mereka yang rusak dan agama mereka yang batil.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada nikmat yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami coba mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaahaa: 131)
Hal ini bukan berarti kita tidak perlu mempelajari dari mereka asbaabul quwwah (hal yang bisa menghasilkan kekuatan) seperti membuat alat-alat canggih, karena Allah Ta’ala memerintahkan kita mempersiapkan kekuatan yang kita sanggupi untuk menghadapi mereka. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS. Al Anfal: 60)
Oleh karena itu, seharusnya kaum muslimin terdepan dalam hal ini.
9.    Menamai anak dengan nama-nama mereka
Misalnya George, Petrus, Diana, Suzan dan sebagainya, meninggalkan nama-nama Islami (seperti Abdullah atau Abdurrahman) dan nama-nama kaum muslimin.
Demikian pula termasuk berwala’ kepada mereka adalah menamai tempat dengan nama-nama yang menunjukkan syi’ar mereka. Seperti yang kita lihat di kota Jakarta, di mana kaum muslimin menamakan tempat perhentian bus mereka dengan syi’ar kaum kafir, yaitu “UKI” (Universitas Kristen Indonesia), bahkan ini harus diganti, yakni dicari nama-nama daerah kaum muslimin di sana yang tidak menyebutkan syi’ar kaum kafir.
10. Memintakan ampunan dan rahmat untuk mereka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At Taubah: 113)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa


[i] Sebagian ahli ilmu berpendapat tidak boleh meminta bantuan kepada orang musyrik dalam peperangan. Namun madzhab Abu Hanifah dan kawan-kawannya berpendapat bolehnya meminta bantuan dengan orang musyrik, alasannya karena Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam meminta bantuan kaum musyrikin dalam perang Hunain. Yang lain berpendapat bahwa Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam menolak bantuan orang musyrik dalam perang badar, karena Beliau berfirasat bahwa orang musyrik itu sepertinya ada rasa cinta dengan Islam, Beliau menolaknya agar orang itu masuk Islam, ternyata firasat Beliau benar. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa meminta bantuan orang musyrik itu pada awalnya dilarang, lalu setelah itu diberikan keringanan (rukhshah). Dalam Syarh Muslim disebutkan bahwa Imam Syafi’i berkata, “Jika orang kafir tersebut pendapatnya baik tentang kaum muslimin, dan dibutuhkan bantuannya, maka boleh meminta bantuannya. Namun jika tidak demikian, maka makruh.”
Dan boleh hukumnya meminta bantuan dengan orang munafik berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama), karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminta bantuan kepada Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger