Fiqih Zakat (7)


بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫وآتوا حقه يوم حصاده‬‎
Fiqih Zakat (7)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang fiqih zakat yang banyak kami rujuk kepada kitab Fiqhussunnah karya Syaikh Sayyid Sabiq, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Zakat Pertanian dan Buah-Buahan
Allah mewajibkan zakat pada tanaman dan buah-buahan sebagaimana firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. Al Baqarah: 267)
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) ketika dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al An’aam: 141)
Menurut Ibnu Abbas, kata ‘haknya’ di ayat ini adalah zakat yang wajib, yaitu sepersepuluh atau seperduapuluh.
Macam-Macam Zakat Pertanian di Zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam zakat diambil dari gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum), kurma, dan kismis.
Dari Abu Burdah, dari Abu Musa dan Mu’adz radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengirim mereka berdua ke Yaman untuk mengajarkan agama kepada manusia, lalu Beliau memerintahkan agar tidak diambil zakat kecuali dari 4 jenis ini; gandum, sya’ir, kurma, dan kismis. (Hr. Daruquthni, Hakim, Thabrani, Baihaqi, dan ia berkata, “Para perawinya tsiqah dan bersambung.”)
Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Bar berkata, “Para ulama sepakat, bahwa zakat wajib pada gandum, sya’ir, kurma, dan kismis.”
Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hanyalah menetapkan zakat pada gandum, sya’ir, kurma, kismis, dan jagung. (Namun dalam isnad riwayat ini ada Muhammad bin Ubaidullah Al Azrami, ia seorang yang matruk (ditinggalkan)).
Jenis Pertanian Yang Tidak ada Zakatnya
Zakat tidaklah diambil dari sayuran serta dari buah-buahan selain anggur dan kurma.
Dari Atha bin As Saa’ib, bahwa Abdullah bin Mughirah hendak mengambil zakat dari sayuran yang ada di tanah Musa bin Thalhah, lalu Musa bin Thalhah berkata kepadanya, “Kamu tidak berhak mengambilnya, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Pada yang demikian (sayuran) tidak ada zakatnya.” (Hr. Daruquthni, Hakim, dan Al Atsram dalam Sunannya. Hadits ini adalah mursal yang kuat).
Musa bin Thalhah berkata, “Ada atsar (riwayat) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa zakat hanya pada lima macam tanaman; gandum sya’ir, gandum, gandum salt, kismis, dan kurma. Sedangkan tanaman yang dihasilkan dari bumi selain itu, maka tidak ada pengeluaran zakat 1/10.”
Musa juga berkata, “Mu’adz tidak mengambil zakat dari sayuran.”
Baihaqi berkata, “Semua hadits tersebut mursal (terputus di akhir sanad), hanyasaja hadits-hadits itu dari jalur yang berbeda, sehingga sebagiannya menguatkan yang lain, di samping adanya penguat dari pendapat para sahabat seperti Umar, Ali, dan Aisyah.”
Al Atsram meriwayatkan, bahwa petugas Umar pernah menulis surat kepada Umar terkait buah persik dan delima yang hasilnya lebih banyak daripada buah anggur, maka Umar menuliskan surat kepadanya yang isinya, bahwa buah-buahan tersebut tidak terkena zakat 1/10, itu termasuk pohon biasa.
Tirmidzi berkata, “Inilah yang diamalkan di kalangan kebanyakan Ahli Ilmu, yakni bahwa sayuran tidak terkena zakat.”
Imam Al Qurthubi berkata, “Sesungguhnya zakat terkait dengan bahan makanan pokok; bukan sayuran. Ketika itu di Thaif terdapat buah delima, persik, dan limau, namun tidak ada riwayat yang sahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengambil zakat pada buah-buahan itu, demikian pula para khalifah setelahnya.”
Ibnul Qayyim berkata, “Tidak termasuk petunjuk Beliau mengambil zakat dari kuda, budak, bighal (hewan yang lahir dari perkawinan kuda dan keledai), keledai, sayuran, semangka, dan buah-buahan lainnya yang tidak bisa ditakar dan disimpan selain buah anggur dan kurma, maka zakat diambil dari keduanya secara garis besar. Hanyasaja para ulama berbeda pendapat terkait jenis yang wajib dizakati hingga timbul beberapa pendapat yang ringkasnya sebagai berikut:
1. Menurut Al Hasan Al Bashri dan Asy Sya’biy, bahwa tidak ada zakat selain pada tanaman yang disebutkan nash saja, yaitu gandum, gandum sya’ir, jagung, kurma, dan kismis. Hal itu, karena selainnya tidak ada nashnya. Imam Syaukani menganggap bahwa pendapat inilah yang benar.
2. Menurut Abu Hanifah, bahwa zakat wajib pada setiap tanaman yang dikeluarkan bumi, baik sayuran maupun lainnya. Namun ia mensyaratkan, bahwa maksud dari menanam tanaman itu adalah untuk mengelola tanah dan menurut kebiasaan dapat berkembang (memberikan hasil), tetapi ia mengecualikan kayu bakar, buluh bambu, rumput, dan pohon yang tidak berbuah. Ia berdalih dengan keumuman sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
فِيْمَا سَقَتِ السَّمَاءُ الْعُشْرُ
“Pada tanaman yang mendapat siraman hujan zakatnya sepersepuluh.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini umum sehingga mengena kepada semua satuannya. Di samping itu, maksud ditanamnya adalah untuk mengembangkan tanah sehingga seperti biji-bijian.
3. Menurut Abu Yusuf dan Muhammad, bahwa zakat wajib pada tanaman yang keluar dari bumi namun dengan syarat dapat bertahan setahun tanpa banyak perawatan, baik hasil tanaman itu dapat ditakar seperti biji-bijian maupun dapat ditimbang seperti kapas dan gula. Jika tidak dapat bertahan setahun seperti mentimun, semangka dan buah-buahan atau sayuran lainnya, maka tidak kena zakat.
4. Menurut Malik, bahwa disyaratkan untuk hasil pertanian yang kena zakatnya harus dapat bertahan setahun, dapat dikeringkan, dan dapat ditanam manusia, baik makanan pokok (mengeyangkan) seperti gandum dan sya’ir, maupun bukan makanan pokok seperti qirthim dan samsam (sesam). Menurutnya juga, tidak ada zakat pada sayuran dan buah-buahan seperti buah tin, delima, dan apel.
5. Menurut Syafi’i, bahwa zakat wajib pada apa yang dikeluarkan oleh bumi, namun dengan syarat sebagai makanan pokok, dapat disimpan, dan ditanam oleh manusia seperti gandum dan sya’ir.
Imam Nawawi berkata, “Madzhab kami adalah bahwa zakat tidak berlaku pada buah selain kurma dan anggur, dan pada biji-bijian selain yang menjadi makanan pokok dan dapat disimpan. Dan tidak ada zakat pada sayuran.”
6. Menurut Ahmad, bahwa zakat wajib pada hasil dari semua tanaman yang Allah keluarkan dari bumi, baik berupa biji-bijian maupun buah-buahan dengan syarat dapat dikeringkan, dapat bertahan, dapat ditakar, dan ditanam manusia di tanah mereka[i] baik sebagai makanan pokok seperti gandum, atau quthniyyat[ii] atau rempah-rempah seperti ketumbar dan merica, atau dari jenis biji-bijian seperti biji rami, timun, atau biji sayuran seperti qirthim dan samsam (sesam).
Menurut Imam Ahmad juga,  zakat wajib pula pada tanaman yang memiliki sifat-sifat ini seperti buah-buahan yang dapat dikeringkan misalnya kurma, kismis, mismis, tin, badam, bunduq, dan tumbuhan fustuq.
Menurut Imam Ahmad, tidak ada zakat pada semua buah-buahan, seperti buah persik, pear, apel, mismis, dan tin; yang tidak dapat dikeringkan. Begitu juga jenis sayuran, seperti timun, semangka, terong, laft, dan wortel.
Tentang Buah Zaitun
Nawawi berkata, “Adapun Zaitun, maka yang benar menurut kami adalah tidak terkena zakat. Inilah yang dipegang oleh Al Hasan bin Shalih, Ibnu Abi Laila, dan Abu Ubaid.”
Adapun menurut Az Zuhri, Al Auza’i, Laits, Malik, Ats Tsauri, Abu Hanifah, dan Abu Tsaur, bahwa buah Zaitun terkena zakat.
Az Zuhri, Laits, dan Al Auza’i berkata, “Perlu ditaksir, lalu diambil zakatnya berupa minyak.”
Imam Malik berkata, “Tidak perlu ditaksir, bahkan langsung diambil sepersepuluh setelah diperas dan ketika jumlah perasan mencapai 5 wasaq (300 sha).”
Sebab terjadinya perbedaan pendapat di atas
Ibnu Rusyd berkata, “Sebab terjadinya perbedaan pendapat antara ulama yang membatasai zakat pada jenis tertentu yang telah disepakati dengan ulama yang tidak membatasi, bahkan memasukkan pula semua hasil tanaman yang dapat disimpan dan menjadi makanan pokok adalah karena perbedaan mereka; apakah zakat terkait empat jenis itu atau terkait illat (sebab) yang ada pada empat jenis biji atau buah-buahan itu, yakni sebagai makanan pokok? Mereka yang berpendapat, bahwa kewajiban zakat terkait dengan empat jenis biiji-bijian atau buah-buahan itu, maka mereka membatasi hanya empat jenis itu saja, sedangkan mereka yang menganggap karena illat yang ada pada tanaman itu, yaitu sebagai makanan pokok, maka mereka mewajibkan zakat pada semua bahan makanan pokok lainnya.
Sedangkan sebab terjadi perbedaan antara para ulama yang membatasi kewajiban zakat pada bahan makanan pokok dengan mereka yang mewajibkan zakat pada semua yang dikeluarkan bumi –selain yang dikecualikan oleh ijma ulama, seperti rerumputan, kayu bakar, dan buluh (bambu)- adalah karena pertentangan qiyas dengan keumuman lafaz, dimana lafaz yang ada mengandung makna umum yaitu sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
«فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ العُشْرُ، وَمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ العُشْرِ»
 “Pada tanaman yang disirami hujan zakatnya sepersepuluh, sedangkan yang disiram dengan menggunakan tenaga, maka zakatnya seperduapuluh.”
Kata ‘maa’ di hadits tersebut mengandung arti ‘alladzi’ (apa saja yang) yang termasuk lafaz umum. Demikian pula firman Allah Ta’ala,
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) ketika dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); (Qs. Al An’aam: 141)
Adapun secara qiyas adalah karena zakat dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan, dan biasanya tidak bisa ditutupi kecuali dengan makanan pokok.
Mereka yang mengkhususkan keumuman itu dengan qiyas ini menggugurkan zakat pada selain makanan pokok. Tetapi mereka yang menguatkan keumuman, maka mereka mewajibkan juga pada selain itu selain yang dikecualikan oleh ijma.
Para ulama yang sepakat bahwa zakat wajib pada makanan pokok berbeda pendapat terkait penerapannya; apakah tanaman jenis tertentu itu sebagai makanan  pokok atau tidak, dan apakah dapat diqiyaskan dengan hasil tanaman yang telah disepakati atau tidak dapat diqiyaskan? Seperti perbedaan pandangan antara Imam Malik dengan Syafi’i terkait buah zaitun. Imam Malik berpendapat wajib zakat pada buah zaitun, sedangkan Imam Syafi’i dalam pendapat terakhirnya di Mesir menyatakan tidak kena zakat. Akar perbedaan ini adalah karena perbendaan pandangan apakah buah zaitun sebagai makanan pokok atau bukan?   
Wallahu a’lam.
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.


[i] Jika seseorang membeli tanaman setelah tampak baiknya atau membeli buah setelah tampak baiknya, atau memilikinya dengan salah satu cara kepemilikan, maka tidak kena zakat.
[ii] Yaitu biji-bijian selain gandum dan sya’ir. Dinamakan demikian karena keadaannya yang disimpan dalam rumah seperti kacang adas, kacang hims, dsb.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger