Fiqih Hudud (6)

بسم الله الرحمن الرحيم
نتيجة بحث الصور عن حد القذف
Fiqih Hudud (6)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang hudud, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Syarat wajib had qadzaf
Tidak wajib had qadzaf kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat baik pada penuduh maupun yang dituduh, agar menjadi kejahatan yang berhak mendapatkan hukuman had, yaitu:
Pertama, syarat bagi penuduh, yaitu:
1.       Harus baligh, karena tidak ada had bagi anak-anak.
2.       Harus berakal, karena tidak ada had bagi orang gila dan orang yang dungu.
3.       Bukan ushul (leluhur) orang yang dituduh, seperti ayah, kakek, ibu, dan nenek. Maka dari itu, tidak ada had bagi ayah atau ibu jika menuduh zina putranya atau putrinya dan seterus ke bawah.
4.       Ia melakukan atas pilihannya sendiri. Oleh karena itu, tidak ada had bagi orang yang tidur dan orang yang dipaksa.
5.       Orang yang menuduh mengetahui keharamannya. Oleh karena itu, tidak ada had bagi orang yang jahil (tidak tahu) keharamannya.
Kedua, syarat bagi yang dituduh, yaitu:
1.       Orang yang dituduh adalah seorang muslim. Oleh karena itu, tidak ada had atas orang yang menuduh orang kafir, karena kehormatannya cacat.
2.       Harus berakal. Oleh karena itu, tidak ada had bagi orang yang menuduh orang gila.
3.       Harus baligh atau termasuk orang yang bisa berjima' atau dijima'i semisalnya. Yaitu usianya jika laki-laki sepuluh tahun, sedangkan perempuan sembilan tahun atau lebih.
4.       Harus seorang yang zhahirnya menjaga diri dari zina. Oleh karena itu, tidak ada had bagi orang yang menuduh orang yang fasik.
5.       Orang yang dituduh juga harus orang merdeka. Oleh karena itu, tidak ada had atas orang yang menuduh budak. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
«مَنْ قَذَفَ مَمْلُوكَهُ بِالزِّنَا، يُقَامُ عَلَيْهِ الْحَدُّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ كَمَا قَالَ»
"Barang siapa yang menuduh berzina budaknya, maka akan ditegakkan had untuknya pada hari Kiamat, kecuali jika sesuai dengan apa yang ia katakan." (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Di sana terdapat isyarat, bahwa tidak ada had bagi orang yang menuduh zina budaknya di dunia. Dan hal ini termasuk hal yang telah disepakati, akan tetapi pelakunya dita'zir (diberi sanksi sesuai ijtihad hakim), karena budak bukanlah orang yang muhshan…dst."
Dari keterangan di atas jelaslah, bahwa syarat ditegakkan had bagi penuduh zina adalah bahwa orang yang dituduh demikian dalam keadaan muhshan, yaitu yang keadaannya muslim, berakal, merdeka, menjaga diri dari zina, baligh atau orang yang bisa berjima' atau dijima'i semisalnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita muhshan." (Qs. An Nuur: 4)
Mafhumnya (makna tersirat) adalah bahwa orang yang menuduh orang yang tidak muhshan tidaklah didera.
Syarat menegakkan had Qadzaf
Apabila telah wajib had qadzaf, maka harus ada empat syarat untuk menegakkannya, yaitu:
1.       Tuntutan dari pihak tertuduh kepada penuduh dan tuntutan itu tidak berubah sampai ditegakkan had. Hal itu, karena had qadzaf adalah hak orang yang dituduh, tidak ditegakkan kecuali jika diminta, dan dapat gugur jika dimaafkan. Jika ia memaafkan penuduh, maka hadnya gugur, akan tetapi diberi ta'zir (oleh hakim) agar membuatnya berhenti dari melakukan qadzaf yang haram.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Penuduh tidak diberi had kecuali ada permintaan (dari orang yang dituduh) berdasarkan ijma’.”
2.       Penuduh tidak mendatangkan bukti yang menunjukkan benar tuduhannya, yaitu empat orang saksi. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala,
ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ
"Dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)." (Qs. An Nuur: 4)
3.       Orang yang dituduh tidak membenarkan tuduhannya dan tidak mengakuinya. Jika orang yang dituduh mengakuinya dan membenarkan penuduh, maka tidak ada had, karena hal itu lebih kuat dari menegakkan bukti.
4.       Penuduh tidak melakukan li'an dengan yang dituduh jika penuduhnya adalah suami. Jika ia (suami) melakukan Li'an, maka gugurlah had itu sebagaimana akan diterangkan dalam masalah Li'an.
Li’an
Allah Azza wa Jalla mengharamkan menuduh zina kepada orang lain dan mengancamnya dengan azab yang pedih, Dia berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (23) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (24)
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka terkena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,--Pada hari ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Qs. An Nuur: 23-24)
Allah juga mewajibkan had qadzaf apabila si penuduh tidak bisa menghadirkan bukti dengan membawa empat orang saksi yang bersaksi terhadap kebenaran apa yang disampaikannya, bahkan menyatakan si penuduh sebagai orang fasik yang tidak diterima persaksiannya, kecuali jika ia bertobat dan memperbaiki diri. Dia berfirman,
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.--Kecuali orang-orang yang bertaubat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nuur: 4-5)
Hal ini apabila yang dituduh selain istrinya. Jika yang dituduh adalah istrinya, maka ada solusi lainnya yang disebut dengan Li’an.
Li’an artinya persaksian yang diperkuat dengan sumpah yang mengandung laknat dan kemurkaan Allah Azza wa Jalla.
Apabila seorang suami menuduh istrinya berzina seperti mengatakan ‘engkau telah berzina’ atau ‘si fulan telah berzina denganmu’ atau ‘engkau seorang pezina’, lalu istrinya mendustakannya, maka si suami berhak menerima hukuman had, kecuali jika dia menghadirkan bukti atau mau melakukan Li’an.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya Dia adalah termasuk orang-orang yang benar.--Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta--Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah; sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.--Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” (Qs. An Nuur: 6-9)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma,
أَنَّ هِلاَلَ بْنَ أُمَيَّةَ، قَذَفَ امْرَأَتَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «البَيِّنَةَ أَوْ حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ» ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذَا رَأَى أَحَدُنَا عَلَى امْرَأَتِهِ رَجُلًا يَنْطَلِقُ يَلْتَمِسُ البَيِّنَةَ، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «البَيِّنَةَ وَإِلَّا حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ» فَقَالَ هِلاَلٌ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالحَقِّ إِنِّي لَصَادِقٌ، فَلَيُنْزِلَنَّ اللَّهُ مَا يُبَرِّئُ ظَهْرِي مِنَ الحَدِّ، فَنَزَلَ جِبْرِيلُ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ: {وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ} [النور: 6] فَقَرَأَ حَتَّى بَلَغَ: {إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ} [النور: 9] فَانْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا، فَجَاءَ هِلاَلٌ فَشَهِدَ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنَّ أَحَدَكُمَا كَاذِبٌ، فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ» ثُمَّ قَامَتْ فَشَهِدَتْ، فَلَمَّا كَانَتْ عِنْدَ الخَامِسَةِ وَقَّفُوهَا، وَقَالُوا: إِنَّهَا مُوجِبَةٌ، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَتَلَكَّأَتْ وَنَكَصَتْ، حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهَا تَرْجِعُ، ثُمَّ قَالَتْ: لاَ أَفْضَحُ قَوْمِي سَائِرَ اليَوْمِ، فَمَضَتْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَبْصِرُوهَا، فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ العَيْنَيْنِ، سَابِغَ الأَلْيَتَيْنِ، خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ، فَهُوَ لِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ» ، فَجَاءَتْ بِهِ كَذَلِكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَوْلاَ مَا مَضَى مِنْ كِتَابِ اللَّهِ لَكَانَ لِي وَلَهَا شَأْنٌ»
“Hilal bin Umayyah pernah menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Sahma di hadapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau punya bukti atau punggungmu diberi hukuman had?” Hilal berkata, “Wahai Rasulullah, apabila salah seorang di antara kami melihat di atas istrinya ada laki-laki lain apakah ia harus pergi menyiapkan bukti?” Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam tetap bersabda, “Apakah engkau punya bukti atau punggungmu diberi hukuman had?” Hilal berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran. Sesungguhnya saya benar, dan Allah akan menurunkan ayat yang membebaskanku dari hukuman had.” Maka malaikat Jibril turun dan menurunkan ayat kepada Beliau, “Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)...dst. sampai ayat, “Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” (Qs. An Nuur: 6-9)
Maka Nabi shalllallahu alaihi wa sallam pergi dan menyuruh Hilal menemui istrinya. Hilal pun datang dan bersaksi, kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa di antara kamu berdua ada yang berdusta, maka adakah yang mau bertobat?” Lalu istrinya berdiri dan memberikan kesaksian, dan pada kelima kalinya, orang-orang yang menyuruhnya berhenti dan mengatakan bahwa persaksian itu menghendaki pelakunya diazab.” Ibnu Abbas berkata, “Maka istri Hilal berhenti dan menahan diri dari melanjutkan persaksiannya sehingga kami mengira bahwa ia akan rujuk (menarik kembali persaksiannya), lalu ia berkata, “Aku tidak akan membuat malu kaumku selamanya,” maka ia melanjutkan persaksiannya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah wanita ini, jika ia melahirkan anak yang kelopak matanya hitam, besar pinggulnya dan tebal betisnya, maka berarti anak ini milik Syarik bin Sahma,” ternyata anak itu demikian, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalau tidak ada ketetapan dalam kitab Allah, tentu antara saya dengan dia ada urusan.” (Hr. Bukhari)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqih, KSA), Al Wajiz (Syaikh Abdul Azhim bin Badawi), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Shalih Al Fauzan), Subulus Salam (Muhammad bin Ismail Ash Shan’ani), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jazairiy), Mukhtashar Al Fiqhil Islami (Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiri) https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=354955 ,dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger