بسم
الله الرحمن الرحيم
Fiqih Hudud (9)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang hudud, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, aamin.
Had Peminum
Khamr, Syarat, dan berdasarkan apa ditetapkan?
Had peminum
minuman keras adalah dengan didera atau dicambuk. Ukurannya 40 kali dera, dan boleh lebih sampai 80 kali.
Hal ini dikembalikan kepada ijtihad imam, ia boleh melakukan lebih dari itu jika butuh melakukannya, yaitu
ketika orang-orang kecanduan dengan khamr dan tidak jera jika didera 40 kali.
Hal ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu tentang kisah
Al Walid bin Uqbah, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan dera
sebanyak 40 kali, Abu Bakar 40 kali, sedangkan Umar 80 kali. Semuanya adalah
sunnah, dan hal ini lebih aku sukai." (HR. Muslim)
Tambahan dari Umar
radhiyallahu anhu bisa jadi karena menganggap itu sebagai ta’zir yang boleh
dilakukan oleh imam ketika dipandang perlu. Hal ini juga diperkuat, bahwa Umar
radhiyallahu anhu mendera pecandu minuman keras yang berbadan kuat dengan 80
kali, sedangkan yang fisiknya lemah ia dera 40 kali, wallahu a’lam.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Had peminum minuman keras adalah 40 kali
berdasarkan As Sunnah dan Ijma kaum muslim, adapun lebih dari itu bisa
dilakukan oleh imam ketika dibutuhkan saat manusia tercandu minuman keras dan
tidak jera jika hanya 40 kali.”
Demikian pula
berdasarkan hadits Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah memukul menggunakan sandal dan pelepah kurma sebanyak 40 kali
dalam kasus khamr." (HR. Muslim)
Menurut Syaikh Abu
Bakar Al Jazairiy, jika yang meminum khamr adalah orang yang merdeka, maka
didera sebanyak 80 kali, tetapi jika yang meminumnya budak, maka didera
sebanyak 40 kali. (Lihat Minhajul Muslim hal. 432)
Apabila terjadi
berulang kali meminum khamr dan telah diberi had juga berulang kali, tetapi
orang tersebut tetap meminum khamr, maka jika imam memandang perlu membunuhnya,
maka boleh. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا سَكِرَ فَاجْلِدُوهُ، ثُمَّ إِنْ سَكِرَ
فَاجْلِدُوهُ، ثُمَّ إِنْ سَكِرَ فَاجْلِدُوهُ» ثُمَّ قَالَ فِي الرَّابِعَةِ: «فَاضْرِبُوا
عُنُقَهُ»
“Apabila seseorang
mabuk, maka deralah. Jika mengulangi lagi, maka deralah lagi, dan jika
mengulangi lagi, maka deralah.” Selanjutnya Beliau bersabda pada keempat
kalinya, “Jika ia mengulangi lagi, maka pancunglah.” (Hr. Nasa’i dan Ibnu
Majah, dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Imam
Nasa’i berkata, “Hadits-hadits yang memerintahkan untuk dibunuh adalah mansukh
(telah dihapus hukumnya).” Tirmidzi berkata, “Kami tidak menemukan perbedaan
antara Ahli Ilmu yang terdahulu maupun yang sekarang terhadap hal ini
(mansukhnya pembunuhan terhadap peminum minuman keras).” Ia juga berkata, “Aku
mendengar Muhammad (Bukhari) berkata, “Pembunuhan (terhadap peminum minuman
keras) adalah di awal-awal Islam lalu dimansukh.”
Hal
itu karena pernah dihadirkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
seorang yang telah meminum minuman keras sampai empat kali, namun Beliau tidak
membunuhnya, sehingga kaum muslim memandang bahwa had ‘membunuhnya’ telah
dimansukh.
Disyaratkan
untuk ditegakkan had khamr adalah:
1.
Seorang muslim, karena tidak ada had bagi orang kafir.
2.
Baligh, sehingga
tidak ada had bagi anak-anak.
3.
Berakal, maka tidak ada had bagi orang gila dan orang dungu.
4.
Atas dasar pilihannya, sehingga tidak
ada had bagi orang yang dipaksa, orang yang lupa, dan semisalnya.
Tiga syarat ini (no. 2-3) ditunjukkan oleh sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa salam,
«إِنَّ اللَّهَ قَدْ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي
الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ»
"Sesungguhnya
Allah memaafkan untuk umatku kekeliruan, lupa, dan yang dipaksa." (Hr. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al
Albani)
Demikian pula
berdasarkan sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Diangkat pena
untuk tiga orang…dst."
5.
Harus mengetahui keharamannya. Oleh karena itu, tidak ada
had bagi orang yang jahil (tidak tahu keharamannya).
6.
Mengetahui bahwa minuman tersebut adalah khamr. Jika ia meminumnya karena mengira bukan khamr,
maka tidak ada hadnya.
Hal yang digunakan
untuk menetapkan had khamr
Had khamr
menjadi tetap dengan salah satu dari dua perkara ini:
1.
Adanya pengakuan meminumnya, misalnya ia mengaku bahwa
dirinya meminum khamr secara sukarela (tidak dipaksa).
2.
Adanya bukti, yaitu persaksian dua orang yang adil dan
muslim terhadapnya.
Para ulama berbeda
pendapat; apakah ditetapkan had khamr bagi orang yang tercium dari mulutnya
khamr hingga muncul dua pendapat? (1) tidak diberi had, bahkan cukup dita’zir,
(2) ditegakkan had apabila ia tidak menyebutkan syubhat, dan inilah riwayat
dari Ahmad, pendapat Malik, serta menjadi pilihan Syaikh Taqiyyuddin Ibnu
Taimiyah rahimahullah.
Catatan:
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, “Apabila khamr jatuh ke dalam air, dan zat khamr itu berubah, lalu ada seorang yang minum, maka
yang diminumnya bukanlah khamr, dan ia tidak terkena had khamr, karena khamr
itu tidak tersisa lagi baik rasa, warna, maupun baunya.” (Majmu Fatawa
3/12)
- Alkohol adalah
sesuatu yang memabukkan dan memiliki hukum seperti khamr, sehingga tidak boleh
sengaja dicampurkan ke makanan, obat, dsb. Akan tetapi, jika telah dicampurkan
sebelumnya, maka dosanya adalah bagi orang yang mencampurkannya. Kemudian
hendaknya diperhatikan makanan atau obat-obatan yang dicampur alkohol; apabila
alkohol itu hilang dalam arti tidak ada atsar(bekas)nya baik pada warna, rasa,
maupun baunya dan orang yang mengkonsumsi banyak makanan atau obat itu tidak
mabuk, maka tidak mengapa dikonsumsi. Tetapi jika tampak atsar (bekas/pengaruh)
alkoholnya, maka tidak boleh dikonsumsi.
Cara menegakkan had peminum khamr
Cara penegakkan
hadnya adalah dengan didudukkan si peminum khamr di atas tanah, lalu dipukul
punggungnya dengan cambuk yang sedang (antara tebal dan tipis) sebanyak 80
kali. Dalam hal ini wanita sama dengan laki-laki, hanyasaja ia harus dalam
keadaan tertutup auratnya dan tidak mengenakan pakaian yang terlalu tebal yang
membuatnya tidak terasa ketika dicambuk. (Lihat Minhajul Muslim hal.
433)
Catatan:
Tidak ditegakkan had
terhadap pemuda yang mengkonsumsi khamr di saat cuaca sangat dingin atau panas,
bahkan ditunggu waktu ketika udara dan cuaca sedang, sebagaimana tidak
ditegakkan pula had tersebut ketika kondisi pelaku dalam keadaan mabuk dan
sakit, bahkan ditunggu sampai kondisinya sadar dan sehat.
Hukum Narkoba dan memperdagangkannya
Maksud narkoba
adalah barang-barang yang menghilangkan akal dan pikiran. Orang yang
mengkonsumsinya tertimpa malas, berat, dan lemas. Contohnya adalah Banj (tumbuhan yang menghasilkan bius), opium, ganja, dan sebagainya.
Narkoba adalah
haram bagaimana pun cara mengkonsumsinya. Hal ini berdasarkan
hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
"Setiap
minuman yang memabukkan adalah haram." (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian pula
berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap yang memabukkan adalah khamr. Setiap yang memabukkan adalah haram…dst." (HR. Muslim)
Begitu juga
karena bahayanya yang besar dari barang-barang narkoba ini, besarnya kerusakan
yang ditimbulkan, membunuh generasi muda dan orang dewasa, membuat lalai dari
menaati Rabb mereka, serta dari jihad dan
perkara-perkara mulia.
Hukum Memperdagangkan Narkoba
Telah datang
larangan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang keharaman jual
beli khamr. Jabir radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, bahwa Beliau bersabda,
«إِنَّ اللهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ،
وَالْمَيْتَةِ، وَالْخِنْزِيرِ، وَالْأَصْنَامِ»
"Sesungguhnya
Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan
patung." (HR. Muslim)
Demikian pula
sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئاً حَرَّم ثَمَنَهُ
"Sesungguhnya
Allah apabila mengharamkan sesuatu, mengharamkan pula hasil penjualannya."
(HR. Abu Dawud dan Ahmad, hadits ini hadits shahih).
Oleh karena itu,
para ulama berkata, "Sesungguhnya sesuatu yang Allah haramkan
memanfaatkannya, maka diharamkan pula menjual-belikannya dan memakan
hasilnya."
Di samping itu, karena narkoba juga termasuk khamr, maka larangan
menjual-belikan khamr juga mencakup
narkoba secara syara', sehingga tidak boleh dijual-belikan dan harta yang
diperoleh dari memperdagangkannya adalah haram.
Bagi imam berhak memberikan sanksi orang yang
mengkonsumsi atau menjual-belikan dengan sanksi yang mewujudkan maslahat
seperti menghukum mati, menderanya, memenjarakan, membayar denda dan sebagainya
untuk menjaga jiwa, harta, kehormatan, dan akal manusia.
Hukuman Penyelundup dan Pengkonsumi narkoba
Oleh karena bahaya yang besar dari narkoba,
maka sebagian ulama besar memberikan fatwa terkait narkoba sebagai berikut:
1. Penyelundup narkoba, hukumannya adalah
dibunuh karena besarnya bahaya dan keburukannya.
2. Pengedar narkoba baik dengan menjual,
membeli, membuat, mengimpor, atau
menghadiahkan, untuk pertama kalinya diberi ta’zir dengan ta’zir yang keras
seperti dipenjara, dicambuk, atau dengan denda, atau dengan semua sanksi itu
sesuai pandangan hakim.
3. Jika berulang lagi hal itu, maka diberi
ta’zir yang dapat menghentikan kejahatannya dari umat ini meskipun harus
dibunuh, karena perbuatan itu termasuk mengadakan kerusakan di bumi.” (Lihat Mukhtashar
Al Fiqhil Islami oleh Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiriy)
Hukum mengkonsumsi Mufattirat
Mufattirat adalah semua obat-obatan yang
membuat fisik lemas dan membuat terbius sebagian anggota badannya, misalnya
adalah rokok, jirak, qat, dan sebagainya yang tidak sampai memabukkan dan
menghilangkan akal. Semua itu hukumnya haram; tidak boleh dikonsumsi karena
bahayanya baik pada agama, kesehatan, fisik, harta, dan akal.
Sanksi bagi orang yang mengkonsumsi semua
barang di atas adalah diberi ta’zir yang ditetapkan oleh hakim yang dapat
mewujudkan maslahat.
Bersambung....
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina
Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45,
Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqih, KSA), Al Wajiz (Syaikh Abdul
Azhim bin Badawi), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Shalih Al Fauzan), Subulus
Salam (Muhammad bin Ismail Ash Shan’ani), Minhajul Muslim (Abu Bakar
Al Jazairiy), Mukhtashar Al Fiqhil Islami (Muhammad bin Ibrahim At
Tuwaijiri) https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=354955 ,dll.
0 komentar:
Posting Komentar