بسم
الله الرحمن الرحيم
Fiqih Hudud (5)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang hudud, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, aamin.
Cara penegakkan had zina
Terhadap pezina
muhshan cara menegakkan had zina adalah dengan membuat lubang atau galian di
tanah, lalu si pezina ditanam setinggi dadanya, kemudian dilempari batu sampai
mati di hadapan imam atau wakilnya serta di hadapan sejumlah kaum muslimin yang
tidak kurang dari empat orang. Hal itu, karena Allah Ta’ala berfirman,
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.” (Qs. An Nuur: 2)
Dalam hal ini
wanita sama seperti laki-laki, hanyasaja pakaiannya diikat agar tidak terbuka
auratnya.
Adapun cara
memberikan hukuman kepada pezina yang tidak muhshan, maka dengan didudukkan si
pezina di atas tanah, lalu dipukul punggungnya dengan cambuk yang sedang
(antara tebal dan tipis) sebanyak 100 kali. Dalam hal ini wanita sama dengan
laki-laki, hanyasaja ia harus dalam keadaan tertutup auratnya dan tidak
mengenakan pakaian yang terlalu tebal yang membuatnya tidak terasa sakit ketika
dicambuk.
Menurut Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimmahullah, untuk laki-laki dicambuk dalam keadaan berdiri dan
menggunakan cambuk; bukan yang baru maupun yang sudah usang; yakni bukan yang
baru yang dapat melukainya, dan bukan yang usang yang tidak berpengaruh apa-apa
baginya. Dan harus disingkirkan semua penghalang yang menghalangi sampainya
pukulan dera kepadanya. Adapun wanita,
maka dia dicambuk dalam keadaan duduk. Ada yang mengatakan, pakaiannya
diikat agar tidak terbuka auratnya ketika ia bergerak.
Catatan:
- Dalam mencambuk
tidak diarahkan ke satu titik saja di punggung, dan tidak dilepas pakaiannya,
tidak darahkan ke wajah, kepala, farji (kemaluan) dan alat-alat vital lainnya,
dan wanita dalam keadaan diikat bajunya.
- Apabila
terkumpul berbagai tindak kejahatan yang ada hadnya, maka jika sama jenisnya,
misalnya berzina beberapa kali atau mencuri beberapa kali, maka itu semua jadi
satu, sehingga ia tidak diberi hukuman
had selain sekali saja. Tetapi jika terdiri dari dua jenis, misalnya berzina
dan mencuri, maka dimulai dari yang ringan, yaitu dengan dicambuk lalu dipotong
tangannya.
Hukuman Terhadap Orang Yang Berzina dengan Mahramnya
Orang yang berzina
dengan mahramnya, maka hadnya adalah dengan dibunuh, baik ia muhshan maupun
bukan muhshan. Dan jika ia menikahi mahramnya, maka dibunuh juga dan diambil
hartanya.
Dari Barra’ ia
berkata, “Aku bertemu dengan pamanku sambil memegang bendera panji, lalu aku
bertanya, “Mau kemana engkau?” Ia
menjawab, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutusku untuk mendatangi
seorang yang menikahi istri ayahnya sepeninggal ayahnya agar aku pancung
lehernya dan aku ambil hartanya.” (Hr. Ibnu Majah, Abu Dawud, Nasa’i, dan
lain-lain, dishahihkan oleh Al Albani)
Hukuman menyetubuhi binatang
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
َمَنْ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ، وَاقْتُلُوا
الْبَهِيمَةَ
“Barang siapa yang
menyetubuhi binatang, maka bunuhlah orang itu dan bunuh pula binatangnya.” (Hr.
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Di antara ulama
ada yang berpendapat, bahwa orang yang menyetubuhi binatang diberi hukuman
ta’zir yang keras oleh hakim seperti dipukul atau dipenjara karena memandang
hadits yang memerintahkan untuk membunuh tidak shahih, wallahu a’lam.
Adapun
binatangnya, maka disembelih, dan dagingnya menurut sebagian ulama haram
dimakan. Ada pula yang berpendapat, makruh dimakan.
Had Liwath (homoseksual)
Apabila seorang
laki-laki memasukkan dzakarnya ke dubur laki-laki lain, maka hadnya adalah
dengan dibunuh, baik ia muhshan maupun tidak muhshan, tentunya ketika keduanya
telah mukallaf (baligh dan berakal).
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ،
فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ، وَالْمَفْعُولَ بِهِ»
“Siapa saja yang
kalian temukan melaukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan orang
yang disodomi.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dinyatakan hasan
shahih oleh Al Albani)
Hanyasaja para
ulama berbeda pendapat terkait cara membunuhnya. Ada yang berpendapat dengan
cara dirajam. Ada pula yang berpendapat, dengan menjatuhkannya dari tempat
paling tinggi yang ada di kota itu dalam keadaan terjungkil balik, lalu dilempari
batu (ini adalah pendapat Ibnu Abbas karena mengikuti pembinasaan Allah
terhadap kaum Luth, yaitu diangkatnya negeri kaum Luth oleh malaikat Jibril
lalu dibalikan dan ditimpakan batu). Ada pula yang berpendapat dengan dibakar,
ini adalah madzhab Abu Bakar dan sebagian khalifah, di antaranya Ibnuz Zubair
serta sebagian khalifah Bani Umayyah sebagai bentuk peringatan keras terhadap
perbuatan ini.
Akan tetapi kami
tidak cenderung kepada pendapat ‘dibakar’ karena ada hadits,
«إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَذِّبَ
بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ»
“Sesungguhnya
tidak patut menyiksa dengan api kecuali Allah Tuhan pemilik api.” (Hr. Abu
Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
Adapun tentang
wanita mendatangi wanita (sihaq), maka hukumnya haram dan sanksinya adalah dengan
dita’zir.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ
الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي
الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى
الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ»
“Seorang laki-laki
tidak boleh melihat aurat laki-laki, dan seorang wanita tidak boleh melihat
aurat wanita. Laki-laki juga tidak boleh telanjang dengan laki-laki dalam satu
selimut, dan wanita juga tidak boleh telanjang dengan wanita dalam satu
selimut.” (Hr. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Had Qadzaf
Definisi Qadzaf
Qadzaf secara
bahasa artinya melempar, contoh kalimat ‘Al Qadzaf bil hijarah’ (melempar
dengan batu), lalu digunakan kata ini untuk menuduh dengan sesuatu yang tidak
disukai seperti zina, liwath (homoseks), dan sebagainya karena adanya kemiripan
antara keduanya, yaitu menimpakan gangguan.
Adapun secara
syara', Qadzaf artinya menuduh berzina atau menuduh melakukan liwath
(homoseksual), atau bersaksi terhadap hal itu namun buktinya tidak sempurna,
atau menafikan nasab yang mengharuskan diberi had.
Hukum Qadzaf
Qadzaf artinya
menuduh zina. Misalnya seseorang mengatakan, “Wahai pezina! Wahai Pelacur!”
atau lafaz-lafaz lain yang difahami daripadanya tuduhan terhadap orang lain
berbuat zina.
Apabila lafaznya
kinayah (tidak tegas) seperti mengatakan, “Wahai pelaku tindakan keji! Wahai
Pelaku tindakan jelek!” Apabila si penuduh mengatakan, bahwa maksud
pernyataannya ‘keji’ atau ‘jelek’ adalah bukan zina tetapi selainnya, maka ia
tidak wajib terkena had, karena pada lafaznya mengandung kemungkinan yang lain,
sedangkan had dapat ditolak karena adanya syubhat.
Qadzaf secara asal
hukumnya haram berdasarkan Al Qur'an, As Sunnah, dan ijma' (kesepakatan para
ulama), serta termasuk dosa-dosa besar, sehingga haram hukumnya menuduh berbuat
keji kepada seseorang. Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka terkena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka
azab yang besar," (Qs. An Nuur: 33)
Demikian juga
berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang
membinasakan." Beliau menyebutkan salah satunya,
قَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
"Yaitu
menuduh wanita yang baik-baik, mukminah, lagi tidak tahu-menahu." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kaum muslim juga
sepakat akan haramnya Qadzaf dan menggolongkannya ke dalam dosa-dosa besar.
Qadzaf wajib dilakukan
oleh orang yang melihat istrinya berzina, lalu melahirkan anak yang menurut
dugaan kuat, bahwa anak itu hasil dari pezina agar tidak dihubungkan kepadanya
dan dimasukkan ke dalam kaumnya, sedangkan ia bukan termasuk mereka. Dan qadzaf hukumnya boleh dilakukan bagi orang yang melihat istrinya berzina,
namun belum melahirkan anak dari perzinaan itu.
Had Qadzaf dan
hikmahnya
Syara'
menetapkan, bahwa barang siapa (laki-laki maupun wanita) yang menuduh zina kepada seorang muslim, dan tidak ada bukti
terhadap kebenaran tuduhannya, maka ia didera sebanyak 80 kali jika ia orang
yang merdeka, dan didera sebanyak 40 kali jika sebagai budak[i], baik
laki-laki maupun perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا
بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً
"Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera." (Qs. An
Nuur: 4)
Dan wajib bagi
penuduh di samping ditegakkan had kepadanya,
ditolak persaksiannya dan dihukumi fasik. Hal ini berdasarkan firman Allah
Ta'ala,
وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
"Dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (Qs. An Nuur: 4)
Jika penuduh
bertobat, maka diterima lagi persaksiannya. Tobatnya adalah dengan menyatakan
dusta dirinya terhadap tuduhannya kepada orang lain, menyesal dan meminta ampun
kepada Allah Tuhannya. Hal ini berdasarkan firman
Allah Ta'ala,
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا
فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Kecuali
orang-orang yang bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs. An Nuur: 5)
Adapun hikmah ditegakkan
had qadzaf adalah untuk menjaga masyarakat,
memelihara kehormatan manusia, memutuskan lisan-lisan yang jahat, serta menutup
celah menyebarkan perbuatan keji di tengah-tengah kaum
mukmin.
Bersambung...
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina
Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45,
Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqih, KSA), Al Wajiz (Syaikh Abdul
Azhim bin Badawi), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Shalih Al Fauzan), Subulus
Salam (Muhammad bin Ismail Ash Shan’ani), Minhajul Muslim (Abu Bakar
Al Jazairiy), Mukhtashar Al Fiqhil Islami (Muhammad bin Ibrahim At
Tuwaijiri) https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=354955 ,dll.
[i] Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,
bahwa budak juga didera sebanyak 80
kali, karena surah An Nuur: 4 menggunakan isim maushul “alladziina” yang
mencakup orang merdeka maupun budak.
0 komentar:
Posting Komentar