Hukum Lagu dan Musik (2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫حكم الأغاني‬‎
Hukum Lagu dan Musik (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan tentang pembahasan hukum lagu dan musik, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Hukum Lagu dan Musik
Pendapat Para Ulama
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata, “Nyanyian itu awal mulanya dari setan dan akibatnya adalah kemurkaan Allah Ar Rahman.”
Al Qurthubi berkata, “Nyanyian adalah terlarang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.”
Ia juga berkata, “Adapun seruling, senar alat musik, dan gendang, maka tidak ada perselisihan tentang keharaman mendengarnya, dan aku tidak pernah mendengar salah seorang pun yang dipandang pernyataannya baik dari kalangan salaf maupun para imam khalaf (generani mutakhirin) yang membolehkan hal itu. Dan bagaimana hal itu tidak dharamkan? Padahal ia merupakan syiar para peminum minuman keras, orang-orang fasik, pendorong syahwat dan kerusakan, dan syiar orang-orang yang tidak punya malu? Jika demikian keadaannya, maka tidak diragukan lagi keharamannya dan dianggap fasik dan berdosa pelakunya.” (Lihat Az Zawajir ‘aniqtirafil Kabaair karya Ibnu Hajar Al Haitami)
Ibnu Shalah berkata, “Telah sepakat tentang haramnya dan tidak ada seorang pun yang dipandang perkataannya dalam masalah ijma dan khilaf yang membolehkan nyanyian.”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Jika di dalam walimah terdapat nyanyian, maka tidak (perlu mendatangi) undangannya.”
An Nuhhas berkata, “Nyanyian haram berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.”
Thabari berkata, “Para ulama di berbagai negeri sepakat tentang dibencinya nyanyian dan terlarangnya hal itu.”
Imam As Safarini dalam kitabnya Ghidza’ul Albab berkata, “Adapun Abu Hanifah, maka ia membenci nyanyian dan memasukkannya ke dalam dosa-dosa. Demikian pula madzhab penduduk Kufah, Sufyan, Hammad, Ibrahim, Asy Sya’bi, dan lainnya, dan tidak ada perselisihan di antara mereka dalam hal ini, dan kami tidak mengetahui adanya khiaf di kalangan penduduk Bashrah tentang terlarangnya hal itu.”
Imam Malik juga melarang nyanyian dan mendengarkannya, ia pernah ditanya tentang nyanyian dan memainkan musik, “Adakah orang yang berakal yang menyatakan bahwa nyanyian adalah hak (benar), menurut kami yang memainkannya hanyalah orang-orang fasik.”
Ibnul Qayyim menerangkan, bahwa para pengikut madzhab Syafi’i juga mengharamkan musik dan mengingkari mereka yang mengatakan bahwa Imam Syafi’i menghalalkannya seperti yang diterangkan oleh Abuth Thayyib Ath Thabari, Syaikh Abu Ishaq, dan Ibnush Shabbagh (Lihat Ighatsatul Lahfan)
Imam Syafi’i bahkan pernah ditanya tenntang nyanyian, maka ia berkata, ”Orang yang pertama melakukannya adalah orang-orang zindik di Irak sehingga membuat manusia lalai dari shalat dan dzikir.” (Lihat Az Zawajir ‘Aniqtirafil Kabair)
Adapun madzhab Imam Ahmad, maka sebagaimana yang dikatakan anaknya, “Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, maka ia menjawab, “Nyanyian menimbulkan kemunafikan di hati. Aku tidak suka hal itu, lalu ia menyebutkan perkataan Imam Malik, bahwa yang melakukannya hanyalah orang-orang fasik.” (Lihat Ighatsatul Lahfan)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Madzhab Imam yang empat adalah bahwa semua alat musik adalah haram.” (Majmu Fatawa 11/576)
Ia juga berkata, “Oleh karena itu para Ahli Fiqih mengatakan, bahwa orang yang merusak alat-alat musik, maka dia tidak menanggung apa-apa.” (Majmu Fatawa 11/535)
Al Albani berkata, “Madzhab imam yang empat sepakat tentang haramnya semua alat musik.” (Ash Shahihah 1/145)
Pengecualian
Namun dikecualikan daripadanya adalah duf (rebana tanpa gelang) dalam acara pernikahan, hari raya, dan kedatangan orang dari jauh yang dimainkan oleh anak-anak wanita yang belum baligh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Akan tetapi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan keringanan dalam beberapa macam nyanyian ketika pernikahan dan semisalnya sebagaimana Beliau memberikan keringanan kepada kaum wanita menabuh rebana pada acara pernikahan dan kegembiraan. Tetapi pada zaman Beliau, kalangan lelaki tidak ada yang menabuh rebana dan menepuk tangan, bahkan telah sah dalam kitab Shahih bahwa Beliau bersabda, “Tepukan tangan itu bagi kaum wanita dan tasbih bagi kaum lelaki. Beliau juga melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.”
Ia juga berkata, “Oleh karena nyanyian, menabuh rebana dan tepukan tangan termasuk perbuatan kaum wanita, maka kaum salaf terdahulu menyebut orang yang melakukan demikian dari kalangan laki-laki dengan mukhannats (banci), dan menamai para penyanyi dari kalangan lelaki dengan para banci. Hal ini masyhur dalam ucapan mereka.” (Majmu Fatawa 11/565)
Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Abu Bakar pernah menemuiku, sedangkan di dekatku ada dua anak wanita Anshar yang bernyanyi menyebutkan apa yang diucapkan kaum Anshar terkait pada perang Bu’ats. Kedua anak ini bukanlah penyanyi, maka Abu Bakar berkata, “Apakah dinyanyikan seruling setan di rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam?” Ketika itu hari raya Idul Fitri, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum punya hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (Shahih Ibnu Majah no. 1540)
Dari Muhammad bin Hathib ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ، الصَّوْتُ وَضَرْبُ الدُّفّ
“Pemisah antara yang halal dan yang haram adalah suara dan tabuhan rebana.” (Hr. Ahmad, dinyatakan hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Dari Buraidah ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar pada sebagian peperangan yanag dilakukannya. Ketika kembali, datang budak wanita berkulit hitam dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah bernadzar, bahwa jika Allah mengembalikanmu dalam keadaan selamat, maka aku akan menabuh rebana di hadapanmu dan bernyanyi. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau telah bernadzar, maka silahkan tabuh rebana. Jika tidak bernadzar, maka jangan. Maka budak itu pun menabuh rebana. Ketika Abu bakar masuk, ia tetap menabuh rebana, lalu ketika Ali masuk, ia juga tetap menabuh rebana, lalu Utsman masuk dan ia tetap menabuh rebana, kemudian Umar masuk, maka ia letakkan rebana di belakang pinggulnya dan duduk di atasnya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya setan takut kepadamu wahai Umar. Sebelumnya aku duduk dan wanita ini terus menabuh, lalu Abu Bakar masuk, ia juga tetap menabuh, lalu Ali masuk, ia tetap juga menabuh, dan Utsman pun masuk ia juga tetap menabuh, tetapi ketika engkau masuk, maka ia sembunyikan rebananya.” (Hr. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bolehnya menabuh rebana pada tiga keadaan di atas. Adapun selain tiga keadaan ini, maka kembali kepada hukum asal, yaitu haram. Abdullah bin Abbas berkata, “Rebana haram, alat musik haram, gendang haram, dan seruling haram.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi 10/222)
Namun sebagian ulama mengecualikan juga, bahwa diperbolehkan menabuh rebana ketika ada yang lahir dan khitan. Yang lain berpendapat, boleh juga pada setiap keadaan ketika bergembira seperti sembuh dari penyakit, dsb. (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah 38/169)
Namun yang terbaik adalah membatasi pada tiga keadaan yang disebutkan nashnya, wallahu a’lam.
Hukum Nasyid Yang Tidak Memakai Musik
Telah sahih riwayat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya mendengarkan syair, melantunkannya, dan meminta kepada yang lain melantunkannya baik ketika safar maupun tidak, di majlis maupun di tempat bekerja baik dengan suara perorangan maupun suara jamaah. Perorangan seperti yang dilantunkan oleh Hassan bin Tsabit, Amir bin Akwa, dan Anjasyah radhiyallahu anhum, sedangkan dengan suara secara berjamaah, seperti dalam hadits Anas yang menceritakan tentang penggalian parit (Khandaq), ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat kami kelelahan dan kelaparan, maka Beliau bersabda,
«اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلَّا عَيْشُ الآخِرَهْ ... فَأَكْرِمِ الأَنْصَارَ، وَالمُهَاجِرَهْ»
“Ya Allah, tidak ada kehidupan yang hakiki selain kehidupan Akhirat, maka muliakanlah kaum Anshar dan Muhajirin.
Ketika itu kaum Anshar mengatakan,
نَحْنُ الَّذِينَ بَايَعُوا مُحَمَّدَا ... عَلَى الجِهَادِ مَا حَيِينَا أَبَدَا
“Kami yang telah membai’at Nabi Muhammad untuk berjihad selama kami masih hidup.”  (Hr. Bukhari)
Bahkan dalam beberapa majlis berkumpul. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bukanlah orang yang senang berkumpul dan menampakkan orang yang lemah karena beribadah, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang melantunkan syair di majlis-majlis dan menceritakan perihal zaman Jahiliyyah yang pernah mereka alami. Apabila salah seorang di antara mereka terlintas keinginan berbuat maksiat, maka terbelalaklah mata mereka.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 8/711, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Adabil Mufrad no. 432/555)
Ini semua menunjukkan bolehnya melantunkan nasyid baik perorangan maupun seccara jamaah, dan nasyid itu secara bahasa adalah membacakan syair dengan suara keras disertai pembacaan yang bagus dan indah.
Namun ada yang perlu diperhatikan, di antaranya:
1. Tidak menggunakan alat musik
2. Tidak menjadikan melantunkan nasyid sebagai kebiasaan.
3. Tidak melalaikan kewajiban.
4. Tidak dengan suara wanita.
5. Tidak mengandung kata-kata yang  haram atau kotor.
6. Tidak melantunkannya seperti orang-orang fasik dan yang tidak punya malu.
Untuk lebih lanjut tentang pembahasan lagu dan musik lihat beberapa kitab ini:
1. Al I’lam binaqdil Kitab Al Halal wal Haram karya Syaikh Shalih Al Fauzan.
2.  As Simaa’ karya Imam Ibnul Qayyim.
3. Tahrim Aalaatit Tharb  karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani.
Catatan:
Di antara sekian alat musik, yang boleh digunakan hanyalah rebana, namun ini terbatas pada saat hari raya, pernikahan, dan pada saat kedatangan seseorang dari tempat yang jauh seperti yang telah diterangkan. Dan tidak digunakan penabuhan rebana pada saat berdzikr, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menggunakannya dalam berdzikir seperti yang dilakukan kaum Shufi. Ini adalah perkara bid’ah, sedangkan Beliau melarang kita berbuat bid’ah.
Khatimah (Penutup)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwa nyanyian memiliki ciri khusus yang memiliki pengaruh terhadap hati dalam hal menumbuhkan kemunafikan, dan tumbuhnya nifak itu dalam hati seperti tumbuhnya tanaman di atas air. Di antaranya adalah bahwa nyanyian itu dapat melalaikan hati dan menghalanginya dari memahami Al Qur’an serta mentadabburinya, demikian pula dari mengamalkannya, karena nyanyian dan Al Qur’an tidak akan berkumpul bersama selamanya dalam hati karena keduanya bertentangan. Al Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu, menyuruh menjaga diri, dan menjauhi syahwat serta sebab-sebab kesesatan, dan melarang mengikuti langkah-langkah setan, sedangkan nyanyian menyuruh kebalikannya, menghiasnya, mendorong jiwa mengikuti nafsunya, membangkitkan hal yang disembunyikannya, membangunkan yang telah diam dan menggerakan untuk mengerjakan perbuatan buruk dan menggiring kepada, menghubungkan yang elok dan yang cantik, ia dengan khamr seperti dua anak sepersusuan, di samping mendorong kepada keburukan seperti kuda pacuan.” (Ighatsatul Lahfan 1/248)   
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (M. Nashiruddin Al Albani), Hukmul Aghani wal Musiqi (Ibnu Rajab As Salafi), Tuhfatul Ahwadzi (Abul Ala Muhammad bin Abdurrahman Al Mubarakfuri), ‘Aunul Ma’bud (Muhammad Asyraf bin Amir Al Azhim Abadiy), Ighatsatul Lahfan Min Mashayidisy Syaithan (Muhammad bin Abu bakar Ibnu Qayyim Al Jauziyyah), https://islamqa.info/ar/answers/20406/%D9%85%D8%AA%D9%89-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D8%B6%D8%B1%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%81 ,  dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger