Terjemah Bulughul Maram (16)

 

بسم  الله الرحمن الرحيم



Terjemah Bulughul Maram (16)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.

كِتَابُ اَلصَّلَاةِ

Kitab Shalat

بَابُ سُجُودِ اَلسَّهْوِ وَغَيْرِهِ

Bab sujud sahwi dan lainnya

351- عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ بُحَيْنَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ , فَقَامَ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ اَلْأُولَيَيْنِ , وَلَمْ يَجْلِسْ , فَقَامَ اَلنَّاسُ مَعَهُ , حَتَّى إِذَا قَضَى اَلصَّلَاةَ , وَانْتَظَرَ اَلنَّاسُ تَسْلِيمَهُ , كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسٌ . وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ , قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ , ثُمَّ سَلَّمَ -  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَةُ , وَهَذَا لَفْظُ اَلْبُخَارِيِّ . وَفِي رِوَايَةٍ لمُسْلِمٍ : , يُكَبِّرُ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ وَسَجَدَ اَلنَّاسُ مَعَهُ , مَكَانَ مَا نَسِىَ مِنَ الْجُلُوسِ -

351. Dari Abdullah bin Buhainah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat Zhuhur bersama para shahabat, Beliau bangkit pada dua rakaat yang pertama tanpa duduk (tasyahhud awal) terlebih dahulu, para shahabat pun bangkit mengikuti Beliau, ketika Beliau telah selesai shalat dan para shahabat menunggu salamnya Beliau bertakbir dalam keadaan duduk (tasyahhud akhir) dan melakukan sujud sebanyak dua kali sebelum salam lalu setelah itu Beliau salam. (Diriwayatkan oleh tujuh Imam Ahli Hadits. Ini adalah lafaz Bukhari, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Beliau bertakbir pada setiap kali sujud dalam keadaan duduk lalu sujud, para shahabat pun ikut sujud bersama Beliau, Beliau melakukan hal itu sebagai pengganti duduk (tasyahhud awal) yang Beliau lupa[i].

352- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- قَالَ : , صَلَّى اَلنَّبِيُّ r إِحْدَى صَلَاتِي اَلْعَشِيّ رَكْعَتَيْنِ , ثُمَّ سَلَّمَ , ثُمَّ قَامَ إِلَى خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ اَلْمَسْجِدِ , فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا , وَفِي اَلْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ , فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ , وَخَرَجَ سَرَعَانُ اَلنَّاسِ , فَقَالُوا : أَقُصِرَتْ .  الصَّلَاةُ , وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ اَلنَّبِيُّ r ذَا اَلْيَدَيْنِ , فَقَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , أَنَسِيتَ أَمْ قُصِرَتْ ? فَقَالَ : " لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ " فَقَالَ : بَلَى , قَدْ نَسِيتَ , فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ , ثُمَّ كَبَّرَ , فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ , أَوْ أَطْوَلَ] ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَكَبَّرَ , ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ , فَكَبَّرَ , فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ , أَوْ أَطْوَلَ [ . ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ . وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : , صَلَاةُ اَلْعَصْرِ -

352. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan salah satu dari shalat yang dilakukan di waktu petang dua rakaat, lalu salam, kemudian Beliau bangkit menuju salah satu kayu di bagian depan masjid, sambil menaruh tangan di atasnya, di waktu itu (yang shalat bersama Beliau di antaranya adalah) Abu Bakar dan Umar, namun keduanya merasa tidak enak untuk berbicara dengan Beliau, para sahabat yang lain pun keluar dengan cepatnya sambil berkata, “Apakah shalat diqashar?” Ketika itu ada seorang yang biasa dipanggil Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan si tangan panjang, ia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, tadi engkau lupa atau memang shalat diqashar?” Maka Beliau menjawab, “Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar,” lalu si tangan panjang berkata, “Bahkan sebenarnya engkau lupa,”  maka Beliau shalat dua rakaat lalu salam, kemudian bertakbir dan sujud seperti sujud biasanya atau lebih lama dari biasanya, lalu Beliau mengangkat kepalanya dan bertakbir, kemudian Beliau menaruh kepalanya dan bertakbir lalu sujud seperti biasanya atau lebih lama dari biasanya, lalu Beliau mengangkat kepalanya kemudian bertakbir. (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Bukhari, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Hal itu pada shalat Ashar.”)[ii]

353- وَلِأَبِي دَاوُدَ , فَقَالَ : , أَصَدَقَ ذُو اَلْيَدَيْنِ ? " فَأَوْمَئُوا : أَيْ نَعَمْ -  . وَهِيَ فِي " اَلصَّحِيحَيْنِ " لَكِنْ بِلَفْظِ : فَقَالُوا .

353. Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud ada kata-kata, “Apa benar si tangan panjang?” Maka para sahabat berisyarat, ‘Ya’, itu pun sebenarnya ada dalam shahihain, namun dengan lafaz “Maka mereka berkata,”[iii]

354- وَهِيَ فِي رِوَايَةٍ لَهُ : , وَلَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَقَّنَهُ اَللَّهُ تَعَالَى ذَلِكَ -

354. Sedangkan dalam sebuah riwayat Abu Dawud disebutkan, “Dan Beliau tidak segera sujud sampai Allah meyakinkan hal itu.”[iv]

355- وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r صَلَّى بِهِمْ , فَسَهَا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ , ثُمَّ تَشَهَّدَ , ثُمَّ سَلَّمَ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ , وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ .

355. Dari Imran bin Hushshain radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat bersama para sahabat pernah lupa, lalu Beliau sujud sebanyak dua kali kemudian bertasyahhud dan salam.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankan, juga diriwayatkan oleh Hakim dan ia menshahihkan)[v]

356- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ , فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى أَثْلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا ? فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ , ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ , فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْساً شَفَعْنَ] لَهُ [  صَلَاتَهُ , وَإِنْ كَانَ صَلَّى تَمَامًا كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ" -  رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

356. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, ia tidak mengetahui sudah berapa ia shalat; apakah baru tiga atau sudah empat, maka hilangkanlah keraguan itu dan dasarilah oleh yang ia yakini, kemudian (hendaknya) ia sujud sebanyak dua kali sebelum salam, apabila ternyata ia lakukan shalat sebanyak lima kali, maka sujud tersebut akan menggenapkannya, namun apabila ternyata sempurna maka itu adalah penghinaan buat setan.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[vi]

357- وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ : , صَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ r فَلَمَّا سَلَّمَ قِيلَ لَهُ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , أَحَدَثَ فِي اَلصَّلَاةِ شَيْءٌ ? قَالَ : " وَمَا ذَلِكَ ? " . قَالُوا : صَلَّيْتَ كَذَا , قَالَ : فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ اَلْقِبْلَةَ , فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ , ثُمَّ سَلَّمَ , ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ : " إِنَّهُ لَوْ حَدَثَ فِي اَلصَّلَاةِ شَيْءٌ أَنْبَأْتُكُمْ بِهِ , وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ , فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي , وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ اَلصَّوَابَ , فلْيُتِمَّ عَلَيْهِ , ثُمَّ لِيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

357. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat, ketika telah selesai salam, ada yang berkata kepada Beliau, “Wahai Rasulullah, apakah ada sesuatu yang terjadi dalam shalat?” Beliau jawab, “Memangnya ada apa?” Para sahabat menjawab, “Engkau telah lakukan shalat begini,” maka Beliau pun melipat kedua kakinya dan menghadap ke kiblat lalu sujud sebanyak dua kali kemudian salam, lalu Beliau menghadap kepada orang-orang dan bersabda, “Sesungguhnya jika ada sesuatu yang tejadi dalam shalat tentu akan aku beritahukan, akan tetapi ketahuilah aku adalah manusia seperti kalian, aku lupa sebagaimana kamu lupa, maka apabila aku lupa, ingatkanlah aku, dan jika salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, maka perkirakanlah berapa jumlah sebenarnya (yang ia kerjakan), lalu sempurnakan dan sujudlah sebanyak dua kali sujud.” (Muttafaq 'alaih)[vii]

358- وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : , فَلْيُتِمَّ , ثُمَّ يُسَلِّمْ , ثُمَّ يَسْجُدْ -

358. Sedangkan dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Hendaknya ia sempurnakan (rakaatnya yang kurang-pent) lalu salam dan melakukan sujud.”[viii]

359- وَلِمُسْلِمٍ : , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r سَجَدَ سَجْدَتَيْ اَلسَّهْوِ بَعْدَ اَلسَّلَامِ وَالْكَلَامِ -

359. Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan sujud sahwi dua kali setelah salam dan bebicara (dengan para shahabat).”[ix]

360- وَلِأَحْمَدَ , وَأَبِي دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيِّ ; مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ بْنِ جَعْفَرٍ مَرْفُوعاً : , مَنْ شَكَّ فِي صَلَاتِهِ , فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ -  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ .

360. Dan dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i dari hadits Abdulah bin Ja’far secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam), “Barang siapa yang ragu-ragu dalam shalatnya hendaknya ia sujud sebanyak dua kali setelah salam.” (Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[x]

361- وَعَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ t أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ , إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ , فَقَامَ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ , فَاسْتَتَمَّ قَائِمًا , فَلْيَمْضِ , وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ , وَإِنْ لَمْ يَسْتَتِمْ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ وَلَا سَهْوَ عَلَيْهِ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ , وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ , وَاللَّفْظُ لَهُ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ .

361. Dari Mughirah bin Syu’bah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apaila salah seorang di antara kamu ragu-ragu, lalu ia bangun (tanpa terlebh dahulu duduk  tasyahhud) setelah dua rakaat dan ia sudah sempurna berdiri, maka lanjutkanlah dan tidak perlu kembali (turun) dan hendaknya ia sujud sebanyak dua kali, namun jika ia belum sempurna berdiri maka hendaknya ia duduk dan tidak perlu (sujud) sahwi.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan Daruquthni, lafaz ini adalah lafaznya, namun dengan sanad yang dha’if)[xi]

363- وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ : , لَيْسَ عَلَى مَنْ خَلَفَ اَلْإِمَامَ سَهْوٌ فَإِنْ سَهَا اَلْإِمَامُ فَعَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ خَلْفَهُ" -  رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَالْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ .

363. Dari Umar radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau bersabda, “Bagi yang berada di belakang imam tidak ada sujud sahwi, jika imam lupa maka wajib (sujud sahwi) baginya dan bagi orang yang berada di belakangnya.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Baihaqi dengan sanad yang dha’if)[xii]

363- وَعَنْ ثَوْبَانَ t أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ : , لِكُلِّ سَهْوٍ سَجْدَتَانِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ .

363. Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau pernah bersabda, “Untuk setiap yang lupa harus sujud dua kali setelah salam.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dengan sanad yang dha’if)[xiii]

 

Sujud Tilawah

364- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : , سَجَدْنَا مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ r فِي : ( إِذَا اَلسَّمَاءُ اِنْشَقَّتْ ) , و : ( اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ ) -  رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

364. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Kami pernah sujud bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada surat “Idzassamaa’unsyaqqat” dan “Iqra’bismirabbikalladziy khalaq.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xiv]

365- وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : , ( ص ) لَيْسَتْ مِنْ عَزَائِمِ اَلسُّجُودِ , وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يَسْجُدُ فِيهَا -  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ .

365. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Surat Shaad bukanlah termasuk surat yang ditekankan untuk sujud, namun aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sujud di surat Shaad.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)[xv]

366- وَعَنْهُ : , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r سَجَدَ بِالنَّجْمِ -  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

366. Darinya (Ibnu Abbas), bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sujud saat membaca surat An Najm.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)[xvi]

367- وَعَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ t قَالَ : , قَرَأْتُ عَلَى اَلنَّبِيِّ r اَلنَّجْمَ , فَلَمْ يَسْجُدْ فِيهَا -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

367. Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Aku pernah membacakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam surah An Najm, namun Beliau tidak sujud di situ.” (Muttafaq 'alaih)[xvii]

368- وَعَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ t قَالَ : , فُضِّلَتْ سُورَةُ اَلْحَجِّ بِسَجْدَتَيْنِ -  . رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ فِي " اَلْمَرَاسِيلِ " .

368. Dari Khalid bin Ma’dan radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Surat Al Hajj diberi keutamaan dengan adanya dua ayat sajdah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al Maraasil)[xviii]

369- وَرَوَاهُ أَحْمَدُ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ مَوْصُولًا مِنْ حَدِيثِ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ , وَزَادَ : , فَمَنْ لَمْ يَسْجُدْهُمَا , فَلَا يَقْرَأْهَا -  وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ .

369. Juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi secara maushul dari hadits Uqbah bin ‘Amir, yang di sana ada tambahan, “Maka barang siapa yang tidak sujud di dua ayat tersebut janganlah ia baca.” (Dan sanadnya dha’if)[xix]

370- وَعَنْ عُمَرَ t قَالَ : , يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ , وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ -  . رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ . وَفِيهِ : , إِنَّ اَللَّهَ] تَعَالَى [ لَمْ يَفْرِضْ اَلسُّجُودَ إِلَّا أَنْ نَشَاءَ - وَهُوَ فِي " اَلْمُوَطَّأِ.

370. Dari Umar radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kita melewati ayat sajdah, siapa yang sujud maka sungguh ia telah mengerjakan Sunnah namun bagi yang tidak sujud maka tidak ada dosa baginya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, dalam hadits tesebut disebutkan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mewajibkan sujud, lain halnya jika kita mau.” (Hal itu disebutkan dalam Muwaththa’))[xx]

371- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ] قَالَ [ : , كَانَ اَلنَّبِيُّ r يَقْرَأُ عَلَيْنَا اَلْقُرْآنَ , فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ , كَبَّرَ , وَسَجَدَ , وَسَجَدْنَا مَعَهُ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ فِيهِ لِيِنٌ .

371. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membacakan kepada kami Al Qur’an, apabila Beliau melewati ayat sajdah Beliau bertakbir dan sujud, kami pun ikut sujud bersamanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang di sana ada kelunakan)[xxi]

372- وَعَنْ أَبِي بَكْرَةَ t أَنَّ اَلنَّبِيَّ r , كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ خَرَّ سَاجِداً لِلَّهِ -  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ .

372. Dari Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila mendapatkan hal yang menggembirakannya, Beliau tersungkur sujud kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh lima orang Ahli Hadits selain Nasa’i)[xxii]

373- وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ t قَالَ : , سَجَدَ اَلنَّبِيُّ r فَأَطَالَ اَلسُّجُودَ , ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَقَالَ : " إِنَّ جِبْرِيلَ آتَانِي , فَبَشَّرَنِي , فَسَجَدْت لِلَّهِ شُكْرًا" -  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ .

373. Dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah sujud, Beliau melamakan sujud, kemudian mengangkat kepalanya, lalu bersabda, “Sesngguhnya Jibril datang kepadaku memberikan kabar gembira, maka akupun sujud kepada Alah sebagai tanda syukur.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Hakim)[xxiii]

374- وَعَنْ اَلْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r بَعَثَ عَلِيًّا إِلَى اَلْيَمَنِ - فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ - قَالَ : فَكَتَبَ عَلِيٌّ t بِإِسْلَامِهِمْ , فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اَللَّهِ r اَلْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا -  رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ . وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيِّ

374. Dari Al Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus Ali ke Yaman..dst. Dalam hadits itu disebutkan, “Ali pun menyuratkan tentang masuk Islamnya mereka (orang-orang Yaman), ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat tersebut, Beliau lalu tersungkur sujud sebagai tanda syukur kepada Alah Ta’ala terhadap hal itu.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi, dan asalnya ada dalam Bukhari)[xxiv]

Bersambung….

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa


[i] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (829) dalam Al Adzaan, Muslim (570) dalam Al Masaajid, Abu Dawud (1034), Tirmidzi (391), Nasa’i (1222) dalam As Sahwi, Malik (219) dalam Ash Shalaah dan Ibnu Majah (1206, 1207) .

Sedangkan di Ahmad (5/345-346), Tirmidzi mengatakan, “Hasan shahih”, sedangkan riwayat Muslim ada di (570) (86) sebagaimana ada juga di Bukhari (1230) –dari TSZ-.

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1229) dalam As Sahwi, Muslim (573) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ish Shaaah.

[iii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1008) dalam Ash Shalaah, bab As Sahwi fis Sajdatain, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (1008). Dan lafaz shahihain dalam Bukhari (1228) sedangkan Muslim (573).

[iv] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1012) bab As Sahwi fis sajdatain, lihat Dha’if Abi Dawud oleh Al Albani (1012). Dalam TSZ dijelaskan karena dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Katsir bin Abi ‘Athaa’, yang meriwayatkan  hadits-hadits mungkar, khususnya dari Al Auza’iy.

[v] Dha’if syaadz, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1039) dalam Ash Shalaah, Tirmidzi (395), Ibnul Jaarud (129), Hakim (1/323), Baihaqi (2/355) dari jalan Asy’ats bin Abdil Malik Al Hamraaniy dari Muhammad bin Sirin dari Khalid Al Hazza’ dari Abu Qilabah dari Abul Mihlab dari Imran bin Hushshain. Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan gharib shahih,” sedangkan Hakim mengatakan, “Shahih sesuai syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), namun keduanya tidak meriwayatkan”, serta disepakati oleh Adz Dzahabiy. Al Albani berkata, “Asy’ats ini orang yang tsiqah, namun dalam shahihain tidak disebutkan sebagaimana kata Adz Dzahabiy sendiri dalam Al Mizaan, oleh karena itu isnadnya shahih kalau seandainya tidak ada lafaz “Kemudian bertasyahhud” dimana ini adalah syadz (menyelisihi rawi yang lain yang lebih kuat) sebagaimana yang telah nampak, dimana Asy’ats telah menyelisihi perawi lain yang tsiqah.” [Al Irwaa’ (403)] –TCDA- .

[vi] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (571) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ish shalaah, Nasa’i (1238) dalam As Sahwi, Ibnu Majah (1210), Baihaqi (2/331, 351), Ahmad (3/72, 83, 87) dari sebuah jalan dari Zaid bin Aslam dari ‘Athaa’ bin Yasar dari Abu Sa’id Al Khudriy. Juga diriwayatkan oleh Malik (1/95/62), Abu Dawud serta yang lainnya dari jalan Zaid bin Aslam dari ‘Athaa’ bin Yasar secara mursal. Masing-masing yang maushul dan mursal ini shahih. [Al Irwaa’(411)] . Dalam Muslim lafaznya “Itmaaman li-arba’” pengganti kata ‘tamaaman’.

[vii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (401) dalam Ash Shalah, Muslim (572) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ish shalaah . Dalam TSZ disebutkan, “Lafaz tersebut adalah lafaz Muslim karena di Bukhari ada tambahan “Tsumma liyusallim.”

[viii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (401) dengan lafaz,

فليتم عليه، ثم ليسلم، ثم يسجد سجدتين

“Maka hendaknya ia sempurnakan, lalu salam kemudian ia melakukan sujud dua kali.”

[ix] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (572) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ish shalaah .

[x] Dha’if, diriwayatkan oleh Ahmad (1/205-206), Abu Dawud (1033), Nasa’i (3/30), Ibnu Khuzaimah (1033) dengan sanad yang dha’if meskipun Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah berusaha mentsiqahkan para perawinya, oleh karena itu dia menshahihkannya (1747) -TSZ-.

[xi] Dha’if jiddan (sangat dha’if), diriwayatkan oleh Abu Dawud (1036), Ibnu Majah (1208), Daruquthni (1/378-379/2), Al Haafizh mengatakan demikian karena pusat hadits itu dalam riwayat mereka terletak pada Jabir Al Ju’fiy, dia adalah matruk (ditinggalkan haditsnya), Abu Dawud dalam As Sunan mengatakan, “Dan tidak ada di kitabku riwayat dari Jabir Al Ju’fiy selain hadits ini.”

Sumair Az Zuhairiy mengatakan,

Catatan:

Guru kami (Syaikh Al Albani hafizhahullah) mendapatkan mutaaba’ah (penguat dari jalur yang sama) untuk Jabir Al Ju’fiy dalam riwayat Thahawiy dalam Syarhu Ma’aanil Aatsaar, dan ia menshahihkannya melalui jalur ini, kemudian ia mengatakan dalam Al Irwaa’, “Ini adalah faedah penting, yang jarang kamu dapatkan di kitab-kitab Takhrij seperti kitab Az Zaila’iy dan Al ‘Asqalaniy apalagi selainnya.”

Sumair Az Zuhairiy mengomentari dengan meangatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Thahaawiy (1/440) ia berkata,

حدثنا ابن مرزوق ، قال : حدثنا أبو عامر ، عن إبراهير بن طهمان ، عن المغيرة بن شبيل ، عن قيس بن أبي حازم ، قال : صلى بنا المغيرة بن شعبة فقام من الركعتين قائما فقلنا : سبحان الله . فأومأ ، وقال : " سبحان الله " فمضى في صلاته فلما قضى صلاته وسلم سجد سجدتين وهو جالس ، ثم قال : صلى بنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : فاستوى قائما من جلوسه ، فمضى في صلاته ، فلما قضى صلاته سجد سجدتين وهو جالس ، ثم قال : " إذا صلى أحدكم فقام من الجلوس ، فإن لم يستتم قائما ، فليجلس ، وليس عليه سجدتان ، فإن استوى قائما ، فليمض في صلاته ، وليسجد سجدتين وهو جالس "

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Marzuq, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir dari Ibrahim bin Thuhman dari Mughirah bin Syabil, dari Qais bin Abi Hazim, ia berkata, “Mughirah bin Syu’bah pernah shalat bersama kami, lalu ia bangun pada dua rakaat (pertama, yakni tidak tasyahhud awwal), lalu kami mengatakan, “Subhaanallah”, ia pun berisyarat dan mengucapkan, “Subhaanallah”, lalu ia melanjutkan shalatnya, ketika ia telah selesai shalat dan mengucapkan salam, ia pun sujud dua kali ketika duduk, kemudian mengatakan, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, ketika Beliau telah benar-benar berdiri dari duduknya, Beliau melanjutkan shalatnya, dan ketika telah selesai shalat, Beliau sujud dua kali ketika duduk, lalu berkata, “Apabila salah seorang di antara kamu berdiri dari duduk (tasyahhudnya), jika belum sempurna berdiri, maka duduklah kembali dan tidak perlu sujud dua kali (sahwi), namun jika sudah benar-benar berdiri, maka lanjutkanlah shalatnya dan hendaknya ia sujud dua kali ketika duduk.”

Ini adalah sanad yang shahih, sebagaimana dijazm(pasti)kan oleh guru kami, Saya katakan, “Akan tetapi itu zhahirnya saja, jika tidak maka saya berada dalam keraguan yang dalam tentang hal itu, karena Ibrahim bin Thuhman tidak diketahui riwayatnya dari Mughirah bin Syabiil, dalam kitab-kitab tarjamah (biografi) dapat dilihat, bahwa mereka menyebutkan Jabir bin Yazid Al Ju’fiy ke dalam golongan guru-guru Ibnu Thuhman dan ke dalam golongan murid-murid Mughirah, di mana kami tidak mendapatkan dalam golongan guru-guru Ibnu Thuhman Mughirah bin Syabiil, dan kami tidak mendapatkan Ibnu Thuhman ke dalam golongan murid-murid Mughirah, jika kita hubungkan ke situ, bahwa hadits ini pusatnya pada Jabir Al Ju’fiy, kita akan mengetahui bahwa kesalahan terjadi di sanad ini, bisa dari penyalinnya atau pencetaknya, hal itu dengan hilangnya Al Ju’fiy, bisa juga dari guru Thahaawiy, karena dia meskipun tsiqah, namun kadang keliru dan tidak rujuk, wallahu a’lam –TSZ-.

[xii] Dha’if, diriwayatkan oleh Daruqthni dalam Sunannya (hal. 145) dari jalan Kharijah bin Mush’ab dari Abul Husain Al Madiniy Saalim bin Abdillah bin Umar dari bapaknya Umar secara marfu. Baihaqi memberikan komentar terhadapnya pada jalan ini, “Hadits dha’if, dan Abul Husain ini majhul.” Sedangkan tentang Khaarijah, Al Hafizh dalam At Taqrib mengatakan, “Matruk (ditinggalkan), ia pernah melakukan tadlis dari para pendusta, bahkan dikatakan bahwa Ibnu Ma’in mengatakan pendusta.” [Al Irwaa’ (404)] .

[xiii] Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1038) dalam Ash Shalaah, Ibnu Majah (1219), Baihaqi (2/337), Ahmad (21911) dari beberapa jalan dari Isma’il bin ‘Ayyasy dari ‘Ubaidullah bin ‘Ubaid Al Kalaa’iy dari Zuhair –yakni Ibnu Saalim Al ‘Insiy- dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair dari bapaknya darinya. Hadits ini dha’if karena sebab Zuhair, namun memiliki syawaahid (penguat) yang bisa menjadikannya kuat.” (sebagaimana dalam Al Irwaa’ [2/47], dan lihat Shahih Ibnu Majah [1013]).

[xiv] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (578) dalam Al Masaajid wa Mawaadhi’ish shalaah, Tirmidzi (573) dan Abu Dawud (1407) .

[xv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1065) dalam Sujud Al Qur’an, Ahmad (3377) dan Darimi (1467) .

[xvi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1071) dan ada tambahan,

وسجد معه المسلمون ، والمشركون ، والجن ، والإنس

“Dan ikut sujud bersama Beliau kaum muslimin, kaum musyrik, jin dan manusia.” –TSZ-.

[xvii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1072) dalam Sujud Al Qur’an, Muslim (577) dalam Al Masajid wa mawadhi’ish shalah.

[xviii] Mursal hasan isnadnya, diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Maraasilnya (78) dari jalan Mu’aawiyah bin Shalih dari ‘Amir bin Jusyaib dari Khalid bin Ma’daan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda….dst. Abu Dawud dalam Al Maraasil mengatakan, “Hadits ini memang disandarkan (disebutkan isnadnya), namun tidak shahih” –TSZ-.

[xix] Dha’if, diriwayatkan oleh Ahmad (4/151, 155), Tirmidzi (578) dari jalan ibnu Lahi’ah dari Masyrah bin Haa’an dari Uqbah. Tirmidzi mengatakan, "Hadits ini isnadnya tidak kuat.” Sumair Az Zuhairiy berkata, “Syu’aib Al Arnaa’uth berusaha menguatkan hadits ini –seraya mengomentari kata-kata Abu Dawud- bahwa hadits tersebut datang dari riwayat salah satu orang yang bernama Abdullah dari Ibnu Lahi’ah, itu adalah riwayat yang shahih, namun ia lalai terhadap cacat hadits, yaitu menyendirinya Ibnu Lahi’ah dalam meriwayatkan  secara marfu’, yang shahih adalah yang mursal dan yang mauquf, di samping itu dalam sanadnya terdapat Masyrah bin Haa’an, dia ini meskipun ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in, hanyasaja Ibnu Hibban berkata tentangnya dalam Ats Tsiqaat “Kadang keliru dan menyelisihi”, sedangkan dalam Al Majruuhiin ia mengatakan, “Ia meriwayatkan dari Uqbah bin ‘Amir hadits-hadits yang mungkar, yang tidak ada mutaaba’ahnya (penguatnya).” Yang benar tentang dia adalah meninggalkan riwayatnya yang menyendiri dan  memegang riwayat yang sesuai dengan orang-orang yang tsiqah. Hal yang sama juga dilakukan juga oleh guru kami dalam Al Misykaat (1/324), akan tetapi dia telah kembali, akhirnya ia mendha’ifkannya dalam Dha’if As Sunan, dan siapa yang tahu, mungkin saja Syu’aib masih membatasi diri dengan syaikh di pendapatnya pertama. Karena Dha’if As Sunan dicetak beberapa tahun setelah Al Maraasil.” –TSZ-.

[xx] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1077) dari jalan Rabi’ah bin Abdillah bin Al Hudair,

أن عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- قرأ يوم الجمعة على المنبر بسورة النحل ، حتى إذا جاء السجدة نزل فسجد وسجد الناس ، حتى إذا كانت الجمعة القابلة قرأ بها حتى إذا جاء السجدة قال : يا أيها الناس ! إنا نمر بالسجود فمن سجد فقد أصاب ، ومن لم يسجد فلا إثم عليه ، ولم يسجد عمر -رضي الله عنه- . وزاد نافع ، عن ابن عمر -رضي الله عنهما- : إن الله لم يفرض السجود إلا أن نشاء "

Bahwa Umar bin Al Khaththab pada hari Jumat pernah membaca surat An Nahl di atas mimbar, ketika sampai di ayat sajdah, ia turun lalu sujud, orang-orang pun ikut sama-sama sujud, ketika hari Jumat berikutnya, ia sama membaca surat itu dan ketika sampai di ayat sajdah, ia tidak sujud, lalu berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kita melewati ayat sajdah, siapa saja yang sujud maka dia telah sesuai, namun jika tidak sujud maka tidak ada dosa baginya”, saat itu Umar tidak sujud radhiyallahu 'anhu.

Naafi’ menambahkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan sujud, lain halnya jika kita mau.” Hadits tersebut di Muwaththa’ (1/206/16) sama seperti itu, para perawinya adalah tsiqah, namun  terputus antara Urwah bin Az Zubair dengan Umar bin Al Khaththab –TSZ-.

[xxi] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1413), juga Baihaqi (2/325) dari jalan Abdullah bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Al Albani berkata, “Hadits ini lunak sebagaimana kata Al Haafizh dalam Bulughul Maram, cacatnya ada pada ‘Abdullah bin Umar", disebutkannya di situ takbir adalah munkar karena menyalahi perawi yang tsiqah – yaitu dari Ubaidullah dari Naafi’ tanpa kata-kata takbir- (lihat Al Irwaa’ [472]).

[xxii] Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (2774), Tirmidzi (1578), Ibnu Majah (1394), juga Ibnu ‘Addiy dalam Al Kamil (qaaf 38/1), Daruquthni (157) dan Baihaqi (2/370) dari beberapa jalan dari Bakkar bin Abdil ‘Aziz bin Abi Bakrah dari bapaknya dari Abu Bakrah. Selain riwayat Tirmidzi ada tambahan, “Sebagai tanda syukur kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala”. Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan gharib, kami tidak ketahui selain dari jalan ini dari hadits Bakkar bin ‘Abdil ‘Aziz.” Al Albani mengatakan, “Ia adalah dha’if, Adz Dzahabiy dalam Al Mizaan mengatakan, “Ibnu Ma’iin berkata, “Tidak ada apa-apanya”, sedangkan Al ‘Uqailiy menyebutkannya ke dalam kelompok para perawi dha’if”. Al Albani berkata, “Lewat jalur itu juga Ahmad meriwayatkan (5/45) dengan sanadnya dari Abu Bakrah, juga Ibnu ‘Addiy dalam Al Kamil (Qaaf 38/1), Abu Nu’aim dalam Tarikh Ash-bahaan (2/34), Hakim (4/291) ia katakan, “Shahih isnadnya” dan disepakati oleh Adz Dzahabiy, ini adalah kelalaiannya terhadap keadaan Bakkar. Sujud syukur ini adalah memang ada riwayatnya dalam beberapa hadits yang lain yang menguatkan isinya, diantaranya hadits Anas bin Malik dan Sa’ad  bin Abi Waqqaash. (Al Irwaa’ [474]).

Sumair Az Zuhairiy mengatakan tentang hadits tersebut, “Shahih karena syahid-syahidnya”, ia katakan, “Hadits tersebut meskipun dha’if sanadnya hanya saja dikuatkan oleh hadits-hadits yang lain di antaranya yang disebutkan oleh penyusun dari Abdurrahman bin ‘Auf dan Al Barra’, juga di antaranya dari Anas, Sa’ad bin Abi Waqqas, Jabir dan lainnya, demikian juga dilakukan oleh generasi setelah sahabat radhiyallahu 'anhum, semua hadits dan atsar ini disebutkan secara rinci di asalnya” –TSZ-.

[xxiii] Hasan, diriwayatkan oleh Ahmad (1/191), Hakim (1/550), Baihaqi (2/371) dari Sulaiman bin Bilal, telah menceritakan kepadaku ‘Amr bin Abi ‘Amr dari ‘Ashim bin ‘Amr bin Qatadah dari Abdul Wahid bin Muhammad bin Abdirrahman bin ‘Auf dari Abdurrahman bin ‘Auf. Hakim mengatakan, “Shahih isnadnya” dan disepakati oleh Adz Dzahabiy. Al Albani berkata, “Isnadnya dha’if, namun ia memiliki jalan lain yaitu dari Abdurrahman bin ‘Auf yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/123/1) dengan sanad dha’if….hadits tersebut karena dua jalan ini adalah hasan.” (Al Irwaa’ [2/228]) .

[xxiv] Shahih, diriwayatkan oleh Baihaqi dari beberapa jalan dari Abu ‘Ubaidah bin Abis safr ia berkata: Aku mendengar Ibrahim bin Yusuf bin Abi Ishaq dari bapaknya dari Abu Ishaq dari Al Baraa’. Baihaqi berkata, “Bukhari meriwayatkan awal haditsnya dari Ibrahim bin Yusuf, namun tidak meriwayatkan semuanya, sedangkan sujud syukur secara lengkap haditsnya adalah shahih sesuai syaratnya.” [Al Irwaa’ (2/230)]. Al Albani berkata, “Tidak syak lagi bagi orang yang berakal tentang disyari’atkannya sujud syukur setelah mengetahui hadits-hadits ini, apalagi telah berlangsung perbuatan ini dari kaum salafus shaalih radhiyallahu 'anhum.” [Al Irwaa’ (2/230)] .

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger