بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Bulughul Maram (16)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan
buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dalam menyebutkan
takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul
‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin
Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az
Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.
كِتَابُ اَلصَّلَاةِ
Kitab Shalat
بَابُ
سُجُودِ
اَلسَّهْوِ وَغَيْرِهِ
Bab
sujud sahwi dan lainnya
351- عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ بُحَيْنَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ
تَعَالَى عَنْهُ- , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r
صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ , فَقَامَ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ اَلْأُولَيَيْنِ , وَلَمْ
يَجْلِسْ , فَقَامَ اَلنَّاسُ مَعَهُ , حَتَّى إِذَا قَضَى اَلصَّلَاةَ ,
وَانْتَظَرَ اَلنَّاسُ تَسْلِيمَهُ , كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسٌ . وَسَجَدَ
سَجْدَتَيْنِ , قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ , ثُمَّ سَلَّمَ -
أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَةُ , وَهَذَا لَفْظُ اَلْبُخَارِيِّ . وَفِي
رِوَايَةٍ لمُسْلِمٍ : , يُكَبِّرُ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ
جَالِسٌ وَسَجَدَ اَلنَّاسُ مَعَهُ , مَكَانَ مَا نَسِىَ مِنَ الْجُلُوسِ -
351.
Dari Abdullah bin Buhainah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam ketika shalat Zhuhur bersama para shahabat, Beliau bangkit pada dua
rakaat yang pertama tanpa duduk (tasyahhud awal) terlebih dahulu, para shahabat
pun bangkit mengikuti Beliau, ketika Beliau telah selesai shalat dan para
shahabat menunggu salamnya Beliau bertakbir dalam keadaan duduk (tasyahhud
akhir) dan melakukan sujud sebanyak dua kali sebelum salam lalu setelah itu
Beliau salam. (Diriwayatkan oleh tujuh Imam Ahli Hadits. Ini adalah lafaz
Bukhari, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Beliau bertakbir pada
setiap kali sujud dalam keadaan duduk lalu sujud, para shahabat pun ikut sujud
bersama Beliau, Beliau melakukan hal itu sebagai pengganti duduk (tasyahhud
awal) yang Beliau lupa[i].
352- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى
عَنْهُ- قَالَ : , صَلَّى
اَلنَّبِيُّ r
إِحْدَى صَلَاتِي اَلْعَشِيّ رَكْعَتَيْنِ , ثُمَّ سَلَّمَ , ثُمَّ قَامَ إِلَى
خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ اَلْمَسْجِدِ , فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا , وَفِي
اَلْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ , فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ , وَخَرَجَ
سَرَعَانُ اَلنَّاسِ , فَقَالُوا : أَقُصِرَتْ .
الصَّلَاةُ , وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ اَلنَّبِيُّ r
ذَا اَلْيَدَيْنِ , فَقَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , أَنَسِيتَ أَمْ قُصِرَتْ ?
فَقَالَ : " لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ " فَقَالَ : بَلَى , قَدْ
نَسِيتَ , فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ , ثُمَّ كَبَّرَ , فَسَجَدَ مِثْلَ
سُجُودِهِ , أَوْ أَطْوَلَ] ثُمَّ رَفَعَ
رَأْسَهُ فَكَبَّرَ , ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ , فَكَبَّرَ , فَسَجَدَ مِثْلَ
سُجُودِهِ , أَوْ أَطْوَلَ [ . ثُمَّ رَفَعَ
رَأْسَهُ وَكَبَّرَ -
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ . وَفِي رِوَايَةٍ
لِمُسْلِمٍ : , صَلَاةُ
اَلْعَصْرِ -
352.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah melakukan salah satu dari shalat yang dilakukan di waktu petang
dua rakaat, lalu salam, kemudian Beliau bangkit menuju salah satu kayu di
bagian depan masjid, sambil menaruh tangan di atasnya, di waktu itu (yang
shalat bersama Beliau di antaranya adalah) Abu Bakar dan Umar, namun keduanya
merasa tidak enak untuk berbicara dengan Beliau, para sahabat yang lain pun
keluar dengan cepatnya sambil berkata, “Apakah shalat diqashar?” Ketika itu ada
seorang yang biasa dipanggil Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan si
tangan panjang, ia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah,
tadi engkau lupa atau memang shalat diqashar?” Maka Beliau menjawab, “Aku tidak
lupa dan shalat juga tidak diqashar,” lalu si tangan panjang berkata, “Bahkan
sebenarnya engkau lupa,” maka Beliau
shalat dua rakaat lalu salam, kemudian bertakbir dan sujud seperti sujud
biasanya atau lebih lama dari biasanya, lalu Beliau mengangkat kepalanya dan
bertakbir, kemudian Beliau menaruh kepalanya dan bertakbir lalu sujud seperti
biasanya atau lebih lama dari biasanya, lalu Beliau mengangkat kepalanya kemudian
bertakbir. (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Bukhari, sedangkan dalam
riwayat Muslim disebutkan, “Hal itu pada shalat Ashar.”)[ii]
353- وَلِأَبِي دَاوُدَ , فَقَالَ : , أَصَدَقَ ذُو اَلْيَدَيْنِ ? "
فَأَوْمَئُوا : أَيْ نَعَمْ - .
وَهِيَ فِي " اَلصَّحِيحَيْنِ " لَكِنْ بِلَفْظِ : فَقَالُوا .
353.
Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud ada kata-kata, “Apa benar si tangan panjang?”
Maka para sahabat berisyarat, ‘Ya’, itu pun sebenarnya ada dalam shahihain,
namun dengan lafaz “Maka mereka berkata,”[iii]
354- وَهِيَ فِي رِوَايَةٍ لَهُ : , وَلَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَقَّنَهُ اَللَّهُ
تَعَالَى ذَلِكَ -
354.
Sedangkan dalam sebuah riwayat Abu Dawud disebutkan, “Dan Beliau tidak segera
sujud sampai Allah meyakinkan hal itu.”[iv]
355- وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى
عَنْهُ- , أَنَّ
اَلنَّبِيَّ r
صَلَّى بِهِمْ , فَسَهَا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ , ثُمَّ تَشَهَّدَ , ثُمَّ سَلَّمَ
- رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ
وَحَسَّنَهُ , وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ .
355.
Dari Imran bin Hushshain radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam ketika shalat bersama para sahabat pernah lupa, lalu Beliau sujud
sebanyak dua kali kemudian bertasyahhud dan salam.” (Diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankan, juga diriwayatkan oleh Hakim dan ia
menshahihkan)[v]
356- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ ,
فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى أَثْلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا ? فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ
وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ , ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ
يُسَلِّمَ , فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْساً شَفَعْنَ] لَهُ [ صَلَاتَهُ , وَإِنْ
كَانَ صَلَّى تَمَامًا كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ" - رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
356.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu
dalam shalatnya, ia tidak mengetahui sudah berapa ia shalat; apakah baru tiga
atau sudah empat, maka hilangkanlah keraguan itu dan dasarilah oleh yang ia
yakini, kemudian (hendaknya) ia sujud sebanyak dua kali sebelum salam, apabila
ternyata ia lakukan shalat sebanyak lima kali, maka sujud tersebut akan
menggenapkannya, namun apabila ternyata sempurna maka itu adalah penghinaan
buat setan.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[vi]
357- وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ t
قَالَ : , صَلَّى رَسُولُ
اَللَّهِ r
فَلَمَّا سَلَّمَ قِيلَ لَهُ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , أَحَدَثَ فِي اَلصَّلَاةِ
شَيْءٌ ? قَالَ : " وَمَا ذَلِكَ ? " . قَالُوا : صَلَّيْتَ كَذَا ,
قَالَ : فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ اَلْقِبْلَةَ , فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ,
ثُمَّ سَلَّمَ , ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ : " إِنَّهُ
لَوْ حَدَثَ فِي اَلصَّلَاةِ شَيْءٌ أَنْبَأْتُكُمْ بِهِ , وَلَكِنْ إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ , فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي , وَإِذَا
شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ اَلصَّوَابَ , فلْيُتِمَّ عَلَيْهِ
, ثُمَّ لِيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ -
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
357.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam pernah shalat, ketika telah selesai salam, ada yang berkata kepada
Beliau, “Wahai Rasulullah, apakah ada sesuatu yang terjadi dalam shalat?”
Beliau jawab, “Memangnya ada apa?” Para sahabat menjawab, “Engkau telah lakukan
shalat begini,” maka Beliau pun melipat kedua kakinya dan menghadap ke kiblat
lalu sujud sebanyak dua kali kemudian salam, lalu Beliau menghadap kepada
orang-orang dan bersabda, “Sesungguhnya jika ada sesuatu yang tejadi dalam
shalat tentu akan aku beritahukan, akan tetapi ketahuilah aku adalah manusia
seperti kalian, aku lupa sebagaimana kamu lupa, maka apabila aku lupa,
ingatkanlah aku, dan jika salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam
shalatnya, maka perkirakanlah berapa jumlah sebenarnya (yang ia kerjakan), lalu
sempurnakan dan sujudlah sebanyak dua kali sujud.” (Muttafaq 'alaih)[vii]
358- وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : , فَلْيُتِمَّ , ثُمَّ يُسَلِّمْ , ثُمَّ
يَسْجُدْ -
358.
Sedangkan dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Hendaknya ia sempurnakan
(rakaatnya yang kurang-pent) lalu salam dan melakukan sujud.”[viii]
359- وَلِمُسْلِمٍ : , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r
سَجَدَ سَجْدَتَيْ اَلسَّهْوِ بَعْدَ اَلسَّلَامِ وَالْكَلَامِ -
359.
Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam melakukan sujud sahwi dua kali setelah salam dan bebicara (dengan para
shahabat).”[ix]
360- وَلِأَحْمَدَ , وَأَبِي دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيِّ ; مِنْ
حَدِيثِ عَبْدِ بْنِ جَعْفَرٍ مَرْفُوعاً : , مَنْ شَكَّ فِي صَلَاتِهِ , فَلْيَسْجُدْ
سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ -
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ .
360.
Dan dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i dari hadits Abdulah bin Ja’far
secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam), “Barang siapa
yang ragu-ragu dalam shalatnya hendaknya ia sujud sebanyak dua kali setelah
salam.” (Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[x]
361- وَعَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ t
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ , إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ , فَقَامَ فِي
اَلرَّكْعَتَيْنِ , فَاسْتَتَمَّ قَائِمًا , فَلْيَمْضِ , وَلْيَسْجُدْ
سَجْدَتَيْنِ , وَإِنْ لَمْ يَسْتَتِمْ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ وَلَا سَهْوَ
عَلَيْهِ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ ,
وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ , وَاللَّفْظُ لَهُ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ .
361. Dari Mughirah bin Syu’bah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda, “Apaila salah seorang di antara kamu ragu-ragu, lalu ia
bangun (tanpa terlebh dahulu duduk
tasyahhud) setelah dua rakaat dan ia sudah sempurna berdiri, maka
lanjutkanlah dan tidak perlu kembali (turun) dan hendaknya ia sujud sebanyak
dua kali, namun jika ia belum sempurna berdiri maka hendaknya ia duduk dan
tidak perlu (sujud) sahwi.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan
Daruquthni, lafaz ini adalah lafaznya, namun dengan sanad yang dha’if)[xi]
363- وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنِ النَّبِيِّ r
قَالَ : , لَيْسَ عَلَى
مَنْ خَلَفَ اَلْإِمَامَ سَهْوٌ فَإِنْ سَهَا اَلْإِمَامُ فَعَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ
خَلْفَهُ" - رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَالْبَيْهَقِيُّ
بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ .
363.
Dari Umar radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau
bersabda, “Bagi yang berada di belakang imam tidak ada sujud sahwi, jika imam
lupa maka wajib (sujud sahwi) baginya dan bagi orang yang berada di
belakangnya.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Baihaqi dengan sanad yang dha’if)[xii]
363- وَعَنْ ثَوْبَانَ t
أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ : , لِكُلِّ سَهْوٍ سَجْدَتَانِ بَعْدَمَا
يُسَلِّمُ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ
بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ .
363.
Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau pernah
bersabda, “Untuk setiap yang lupa harus sujud dua kali setelah salam.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dengan sanad yang dha’if)[xiii]
Sujud
Tilawah
364- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t
قَالَ : , سَجَدْنَا مَعَ
رَسُولِ اَللَّهِ r فِي : ( إِذَا اَلسَّمَاءُ اِنْشَقَّتْ ) , و
: ( اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ ) -
رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
364.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Kami pernah sujud bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada surat “Idzassamaa’unsyaqqat”
dan “Iqra’bismirabbikalladziy khalaq.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xiv]
365- وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ
: , ( ص ) لَيْسَتْ
مِنْ عَزَائِمِ اَلسُّجُودِ , وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r
يَسْجُدُ فِيهَا - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ .
365.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Surat Shaad bukanlah termasuk
surat yang ditekankan untuk sujud, namun aku pernah melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sujud di surat Shaad.” (Diriwayatkan oleh
Bukhari)[xv]
366- وَعَنْهُ : , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r
سَجَدَ بِالنَّجْمِ - رَوَاهُ
اَلْبُخَارِيُّ
366.
Darinya (Ibnu Abbas), bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sujud saat
membaca surat An Najm.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)[xvi]
367- وَعَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ t
قَالَ : , قَرَأْتُ عَلَى
اَلنَّبِيِّ r
اَلنَّجْمَ , فَلَمْ يَسْجُدْ فِيهَا -
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
367.
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Aku pernah membacakan
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam surah An Najm, namun Beliau tidak
sujud di situ.” (Muttafaq 'alaih)[xvii]
368- وَعَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ t
قَالَ : , فُضِّلَتْ
سُورَةُ اَلْحَجِّ بِسَجْدَتَيْنِ - .
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ فِي " اَلْمَرَاسِيلِ "
.
368.
Dari Khalid bin Ma’dan radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Surat Al Hajj diberi
keutamaan dengan adanya dua ayat sajdah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al
Maraasil)[xviii]
369- وَرَوَاهُ أَحْمَدُ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ مَوْصُولًا مِنْ
حَدِيثِ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ , وَزَادَ : , فَمَنْ لَمْ يَسْجُدْهُمَا , فَلَا
يَقْرَأْهَا - وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ .
369.
Juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi secara maushul dari hadits Uqbah bin
‘Amir, yang di sana ada tambahan, “Maka barang siapa yang tidak sujud di dua
ayat tersebut janganlah ia baca.” (Dan sanadnya dha’if)[xix]
370- وَعَنْ عُمَرَ t قَالَ : , يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ
بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ , وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلَا إِثْمَ
عَلَيْهِ - . رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ . وَفِيهِ : , إِنَّ اَللَّهَ] تَعَالَى [ لَمْ يَفْرِضْ
اَلسُّجُودَ إِلَّا أَنْ نَشَاءَ - وَهُوَ فِي " اَلْمُوَطَّأِ.
370.
Dari Umar radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kita
melewati ayat sajdah, siapa yang sujud maka sungguh ia telah mengerjakan Sunnah
namun bagi yang tidak sujud maka tidak ada dosa baginya.” (Diriwayatkan oleh
Bukhari, dalam hadits tesebut disebutkan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak
mewajibkan sujud, lain halnya jika kita mau.” (Hal itu disebutkan dalam
Muwaththa’))[xx]
371- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ] قَالَ [ : , كَانَ
اَلنَّبِيُّ r
يَقْرَأُ عَلَيْنَا اَلْقُرْآنَ , فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ , كَبَّرَ ,
وَسَجَدَ , وَسَجَدْنَا مَعَهُ -
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ فِيهِ لِيِنٌ .
371. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membacakan kepada kami Al Qur’an, apabila
Beliau melewati ayat sajdah Beliau bertakbir dan sujud, kami pun ikut sujud
bersamanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang di sana ada
kelunakan)[xxi]
372- وَعَنْ أَبِي بَكْرَةَ t
أَنَّ اَلنَّبِيَّ r , كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ خَرَّ
سَاجِداً لِلَّهِ -
رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ .
372.
Dari Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
apabila mendapatkan hal yang menggembirakannya, Beliau tersungkur sujud kepada
Allah.” (Diriwayatkan oleh lima orang Ahli Hadits selain Nasa’i)[xxii]
373- وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ t
قَالَ : , سَجَدَ
اَلنَّبِيُّ r
فَأَطَالَ اَلسُّجُودَ , ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَقَالَ : " إِنَّ جِبْرِيلَ
آتَانِي , فَبَشَّرَنِي , فَسَجَدْت لِلَّهِ شُكْرًا" -
رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ .
373.
Dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pernah sujud, Beliau melamakan sujud, kemudian mengangkat
kepalanya, lalu bersabda, “Sesngguhnya Jibril datang kepadaku memberikan kabar
gembira, maka akupun sujud kepada Alah sebagai tanda syukur.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Hakim)[xxiii]
374- وَعَنْ اَلْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ -رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا- , أَنَّ
اَلنَّبِيَّ r
بَعَثَ عَلِيًّا إِلَى اَلْيَمَنِ - فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ - قَالَ : فَكَتَبَ
عَلِيٌّ t
بِإِسْلَامِهِمْ , فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اَللَّهِ r
اَلْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا -
رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ . وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيِّ
374. Dari Al
Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah mengutus Ali ke Yaman..dst. Dalam hadits itu disebutkan, “Ali pun
menyuratkan tentang masuk Islamnya mereka (orang-orang Yaman), ketika Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat tersebut, Beliau lalu tersungkur
sujud sebagai tanda syukur kepada Alah Ta’ala terhadap hal itu.” (Diriwayatkan
oleh Baihaqi, dan asalnya ada dalam Bukhari)[xxiv]
Bersambung….
Wa
shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Alih Bahasa:
[i] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (829) dalam Al Adzaan, Muslim (570) dalam Al
Masaajid, Abu Dawud (1034), Tirmidzi (391), Nasa’i (1222) dalam As Sahwi, Malik
(219) dalam Ash Shalaah dan Ibnu Majah (1206, 1207) .
Sedangkan di Ahmad (5/345-346), Tirmidzi
mengatakan, “Hasan shahih”, sedangkan riwayat Muslim ada di (570) (86)
sebagaimana ada juga di Bukhari (1230) –dari TSZ-.
[ii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1229) dalam As Sahwi, Muslim (573) dalam Al
Masaajid wa mawaadhi’ish Shaaah.
[iii] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1008) dalam Ash Shalaah, bab As Sahwi
fis Sajdatain, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud
(1008). Dan lafaz shahihain dalam Bukhari (1228) sedangkan Muslim (573).
[iv] Dha’if,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1012) bab As Sahwi fis sajdatain, lihat Dha’if
Abi Dawud oleh Al Albani (1012). Dalam TSZ dijelaskan karena dalam sanadnya
terdapat Muhammad bin Katsir bin Abi ‘Athaa’, yang meriwayatkan hadits-hadits mungkar, khususnya dari Al Auza’iy.
[v] Dha’if syaadz,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1039) dalam Ash Shalaah, Tirmidzi (395),
Ibnul Jaarud (129), Hakim (1/323), Baihaqi (2/355) dari jalan Asy’ats bin Abdil
Malik Al Hamraaniy dari Muhammad bin Sirin dari Khalid Al Hazza’ dari Abu
Qilabah dari Abul Mihlab dari Imran bin Hushshain. Tirmidzi mengatakan, “Hadits
hasan gharib shahih,” sedangkan Hakim mengatakan, “Shahih sesuai syarat
Syaikhain (Bukhari dan Muslim), namun keduanya tidak meriwayatkan”, serta
disepakati oleh Adz Dzahabiy. Al Albani berkata, “Asy’ats ini orang yang
tsiqah, namun dalam shahihain tidak disebutkan sebagaimana kata Adz Dzahabiy
sendiri dalam Al Mizaan, oleh karena itu isnadnya shahih kalau seandainya tidak
ada lafaz “Kemudian bertasyahhud” dimana ini adalah syadz (menyelisihi rawi
yang lain yang lebih kuat) sebagaimana yang telah nampak, dimana Asy’ats telah
menyelisihi perawi lain yang tsiqah.” [Al Irwaa’ (403)] –TCDA- .
[vi] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (571) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ish shalaah,
Nasa’i (1238) dalam As Sahwi, Ibnu Majah (1210), Baihaqi (2/331, 351),
Ahmad (3/72, 83, 87) dari sebuah jalan dari Zaid bin Aslam dari ‘Athaa’ bin
Yasar dari Abu Sa’id Al Khudriy. Juga diriwayatkan oleh Malik (1/95/62), Abu
Dawud serta yang lainnya dari jalan Zaid bin Aslam dari ‘Athaa’ bin Yasar
secara mursal. Masing-masing yang maushul dan mursal ini shahih. [Al
Irwaa’(411)] . Dalam Muslim lafaznya “Itmaaman li-arba’” pengganti kata
‘tamaaman’.
[vii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (401) dalam Ash Shalah, Muslim (572) dalam Al
Masaajid wa mawaadhi’ish shalaah . Dalam TSZ disebutkan, “Lafaz tersebut
adalah lafaz Muslim karena di Bukhari ada tambahan “Tsumma liyusallim.”
[viii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (401) dengan lafaz,
فليتم عليه، ثم ليسلم، ثم يسجد سجدتين
“Maka
hendaknya ia sempurnakan, lalu salam kemudian ia melakukan sujud dua kali.”
[ix] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (572) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ish shalaah .
[x] Dha’if,
diriwayatkan oleh Ahmad (1/205-206), Abu Dawud (1033), Nasa’i (3/30), Ibnu
Khuzaimah (1033) dengan sanad yang dha’if meskipun Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah
berusaha mentsiqahkan para perawinya, oleh karena itu dia menshahihkannya
(1747) -TSZ-.
[xi] Dha’if jiddan (sangat
dha’if), diriwayatkan oleh Abu Dawud (1036), Ibnu Majah (1208), Daruquthni
(1/378-379/2), Al Haafizh mengatakan demikian karena pusat hadits itu dalam
riwayat mereka terletak pada Jabir Al Ju’fiy, dia adalah matruk (ditinggalkan
haditsnya), Abu Dawud dalam As Sunan mengatakan, “Dan tidak ada di
kitabku riwayat dari Jabir Al Ju’fiy selain hadits ini.”
Sumair Az Zuhairiy mengatakan,
Catatan:
Guru kami (Syaikh Al Albani hafizhahullah)
mendapatkan mutaaba’ah (penguat dari jalur yang sama) untuk Jabir Al Ju’fiy
dalam riwayat Thahawiy dalam Syarhu Ma’aanil Aatsaar, dan ia
menshahihkannya melalui jalur ini, kemudian ia mengatakan dalam Al Irwaa’, “Ini
adalah faedah penting, yang jarang kamu dapatkan di kitab-kitab Takhrij seperti
kitab Az Zaila’iy dan Al ‘Asqalaniy apalagi selainnya.”
Sumair Az Zuhairiy mengomentari dengan
meangatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Thahaawiy (1/440) ia berkata,
حدثنا ابن مرزوق ، قال : حدثنا أبو عامر ، عن
إبراهير بن طهمان ، عن المغيرة بن شبيل ، عن قيس بن أبي حازم ، قال : صلى بنا
المغيرة بن شعبة فقام من الركعتين قائما فقلنا : سبحان الله . فأومأ ، وقال :
" سبحان الله " فمضى في صلاته فلما قضى صلاته وسلم سجد سجدتين وهو جالس
، ثم قال : صلى بنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : فاستوى قائما من جلوسه ،
فمضى في صلاته ، فلما قضى صلاته سجد سجدتين وهو جالس ، ثم قال : " إذا صلى
أحدكم فقام من الجلوس ، فإن لم يستتم قائما ، فليجلس ، وليس عليه سجدتان ، فإن
استوى قائما ، فليمض في صلاته ، وليسجد سجدتين وهو جالس "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Marzuq,
ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir dari Ibrahim bin Thuhman
dari Mughirah bin Syabil, dari Qais bin Abi Hazim, ia berkata, “Mughirah bin
Syu’bah pernah shalat bersama kami, lalu ia bangun pada dua rakaat (pertama,
yakni tidak tasyahhud awwal), lalu kami mengatakan, “Subhaanallah”, ia pun
berisyarat dan mengucapkan, “Subhaanallah”, lalu ia melanjutkan shalatnya,
ketika ia telah selesai shalat dan mengucapkan salam, ia pun sujud dua kali
ketika duduk, kemudian mengatakan, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah shalat bersama kami, ketika Beliau telah benar-benar berdiri dari
duduknya, Beliau melanjutkan shalatnya, dan ketika telah selesai shalat, Beliau
sujud dua kali ketika duduk, lalu berkata, “Apabila salah seorang di antara
kamu berdiri dari duduk (tasyahhudnya), jika belum sempurna berdiri, maka
duduklah kembali dan tidak perlu sujud dua kali (sahwi), namun jika sudah
benar-benar berdiri, maka lanjutkanlah shalatnya dan hendaknya ia sujud dua
kali ketika duduk.”
Ini adalah sanad yang shahih, sebagaimana
dijazm(pasti)kan oleh guru kami, Saya katakan, “Akan tetapi itu zhahirnya saja,
jika tidak maka saya berada dalam keraguan yang dalam tentang hal itu, karena
Ibrahim bin Thuhman tidak diketahui riwayatnya dari Mughirah bin Syabiil, dalam
kitab-kitab tarjamah (biografi) dapat dilihat, bahwa mereka menyebutkan Jabir
bin Yazid Al Ju’fiy ke dalam golongan guru-guru Ibnu Thuhman dan ke dalam
golongan murid-murid Mughirah, di mana kami tidak mendapatkan dalam golongan
guru-guru Ibnu Thuhman Mughirah bin Syabiil, dan kami tidak mendapatkan Ibnu
Thuhman ke dalam golongan murid-murid Mughirah, jika kita hubungkan ke situ,
bahwa hadits ini pusatnya pada Jabir Al Ju’fiy, kita akan mengetahui bahwa
kesalahan terjadi di sanad ini, bisa dari penyalinnya atau pencetaknya, hal itu
dengan hilangnya Al Ju’fiy, bisa juga dari guru Thahaawiy, karena dia meskipun
tsiqah, namun kadang keliru dan tidak rujuk, wallahu a’lam –TSZ-.
[xii] Dha’if,
diriwayatkan oleh Daruqthni dalam Sunannya (hal. 145) dari jalan Kharijah bin Mush’ab
dari Abul Husain Al Madiniy Saalim bin Abdillah bin Umar dari bapaknya Umar
secara marfu. Baihaqi memberikan komentar terhadapnya pada jalan ini, “Hadits
dha’if, dan Abul Husain ini majhul.” Sedangkan tentang Khaarijah, Al Hafizh
dalam At Taqrib mengatakan, “Matruk (ditinggalkan), ia pernah melakukan
tadlis dari para pendusta, bahkan dikatakan bahwa Ibnu Ma’in mengatakan
pendusta.” [Al Irwaa’ (404)] .
[xiii] Hasan,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1038) dalam Ash Shalaah, Ibnu Majah (1219),
Baihaqi (2/337), Ahmad (21911) dari beberapa jalan dari Isma’il bin ‘Ayyasy
dari ‘Ubaidullah bin ‘Ubaid Al Kalaa’iy dari Zuhair –yakni Ibnu Saalim Al
‘Insiy- dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair dari bapaknya darinya. Hadits
ini dha’if karena sebab Zuhair, namun memiliki syawaahid (penguat) yang bisa
menjadikannya kuat.” (sebagaimana dalam Al Irwaa’ [2/47], dan lihat Shahih
Ibnu Majah [1013]).
[xiv] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (578) dalam Al Masaajid wa Mawaadhi’ish shalaah,
Tirmidzi (573) dan Abu Dawud (1407) .
[xv] Shahih, diriwayatkan
oleh Bukhari (1065) dalam Sujud Al Qur’an, Ahmad (3377) dan Darimi (1467) .
[xvi] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1071) dan ada tambahan,
وسجد معه المسلمون ، والمشركون ، والجن ، والإنس
“Dan
ikut sujud bersama Beliau kaum muslimin, kaum musyrik, jin dan manusia.” –TSZ-.
[xvii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1072) dalam Sujud Al Qur’an, Muslim (577)
dalam Al Masajid wa mawadhi’ish shalah.
[xviii] Mursal hasan
isnadnya, diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Maraasilnya (78) dari jalan
Mu’aawiyah bin Shalih dari ‘Amir bin Jusyaib dari Khalid bin Ma’daan bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda….dst. Abu Dawud dalam Al
Maraasil mengatakan, “Hadits ini memang disandarkan (disebutkan isnadnya),
namun tidak shahih” –TSZ-.
[xix] Dha’if,
diriwayatkan oleh Ahmad (4/151, 155), Tirmidzi (578) dari jalan ibnu Lahi’ah
dari Masyrah bin Haa’an dari Uqbah. Tirmidzi mengatakan, "Hadits ini
isnadnya tidak kuat.” Sumair Az Zuhairiy berkata, “Syu’aib Al Arnaa’uth
berusaha menguatkan hadits ini –seraya mengomentari kata-kata Abu Dawud- bahwa
hadits tersebut datang dari riwayat salah satu orang yang bernama Abdullah dari
Ibnu Lahi’ah, itu adalah riwayat yang shahih, namun ia lalai terhadap cacat
hadits, yaitu menyendirinya Ibnu Lahi’ah dalam meriwayatkan secara marfu’, yang shahih adalah yang mursal
dan yang mauquf, di samping itu dalam sanadnya terdapat Masyrah bin Haa’an, dia
ini meskipun ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in, hanyasaja Ibnu Hibban berkata
tentangnya dalam Ats Tsiqaat “Kadang keliru dan menyelisihi”, sedangkan
dalam Al Majruuhiin ia mengatakan, “Ia meriwayatkan dari Uqbah bin ‘Amir
hadits-hadits yang mungkar, yang tidak ada mutaaba’ahnya (penguatnya).” Yang
benar tentang dia adalah meninggalkan riwayatnya yang menyendiri dan memegang riwayat yang sesuai dengan orang-orang
yang tsiqah. Hal yang sama juga dilakukan juga oleh guru kami dalam Al
Misykaat (1/324), akan tetapi dia telah kembali, akhirnya ia
mendha’ifkannya dalam Dha’if As Sunan, dan siapa yang tahu, mungkin saja
Syu’aib masih membatasi diri dengan syaikh di pendapatnya pertama. Karena Dha’if
As Sunan dicetak beberapa tahun setelah Al Maraasil.” –TSZ-.
[xx] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1077) dari jalan Rabi’ah bin Abdillah bin Al Hudair,
أن عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- قرأ
يوم الجمعة على المنبر بسورة النحل ، حتى إذا جاء السجدة نزل فسجد وسجد الناس ،
حتى إذا كانت الجمعة القابلة قرأ بها حتى إذا جاء السجدة قال : يا أيها الناس !
إنا نمر بالسجود فمن سجد فقد أصاب ، ومن لم يسجد فلا إثم عليه ، ولم يسجد عمر -رضي
الله عنه- . وزاد نافع ، عن ابن عمر -رضي الله عنهما- : إن الله لم يفرض السجود
إلا أن نشاء "
Bahwa Umar bin Al Khaththab pada hari Jumat
pernah membaca surat An Nahl di atas mimbar, ketika sampai di ayat sajdah, ia
turun lalu sujud, orang-orang pun ikut sama-sama sujud, ketika hari Jumat
berikutnya, ia sama membaca surat itu dan ketika sampai di ayat sajdah, ia
tidak sujud, lalu berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kita melewati ayat
sajdah, siapa saja yang sujud maka dia telah sesuai, namun jika tidak sujud
maka tidak ada dosa baginya”, saat itu Umar tidak sujud radhiyallahu 'anhu.
Naafi’ menambahkan dari Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma, “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan sujud, lain halnya
jika kita mau.” Hadits tersebut di Muwaththa’ (1/206/16) sama seperti itu, para
perawinya adalah tsiqah, namun terputus
antara Urwah bin Az Zubair dengan Umar bin Al Khaththab –TSZ-.
[xxi] Dha’if,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1413), juga Baihaqi (2/325) dari jalan Abdullah
bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Al Albani berkata, “Hadits ini lunak
sebagaimana kata Al Haafizh dalam Bulughul Maram, cacatnya ada pada
‘Abdullah bin Umar", disebutkannya di situ takbir adalah
munkar karena menyalahi perawi yang tsiqah – yaitu dari Ubaidullah dari Naafi’
tanpa kata-kata takbir- (lihat Al Irwaa’ [472]).
[xxii] Hasan,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (2774), Tirmidzi (1578), Ibnu Majah (1394), juga
Ibnu ‘Addiy dalam Al Kamil (qaaf 38/1), Daruquthni (157) dan Baihaqi
(2/370) dari beberapa jalan dari Bakkar bin Abdil ‘Aziz bin Abi Bakrah dari
bapaknya dari Abu Bakrah. Selain riwayat Tirmidzi ada tambahan, “Sebagai tanda
syukur kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala”. Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan
gharib, kami tidak ketahui selain dari jalan ini dari hadits Bakkar bin ‘Abdil
‘Aziz.” Al Albani mengatakan, “Ia adalah dha’if, Adz Dzahabiy dalam Al Mizaan mengatakan,
“Ibnu Ma’iin berkata, “Tidak ada apa-apanya”, sedangkan Al ‘Uqailiy
menyebutkannya ke dalam kelompok para perawi dha’if”. Al Albani berkata, “Lewat
jalur itu juga Ahmad meriwayatkan (5/45) dengan sanadnya dari Abu Bakrah, juga
Ibnu ‘Addiy dalam Al Kamil (Qaaf 38/1), Abu Nu’aim dalam Tarikh Ash-bahaan
(2/34), Hakim (4/291) ia katakan, “Shahih isnadnya” dan disepakati oleh Adz
Dzahabiy, ini adalah kelalaiannya terhadap keadaan Bakkar. Sujud syukur ini
adalah memang ada riwayatnya dalam beberapa hadits yang lain yang menguatkan
isinya, diantaranya hadits Anas bin Malik dan Sa’ad bin Abi Waqqaash. (Al Irwaa’ [474]).
Sumair Az Zuhairiy mengatakan tentang
hadits tersebut, “Shahih karena syahid-syahidnya”, ia katakan, “Hadits
tersebut meskipun dha’if sanadnya hanya saja dikuatkan oleh hadits-hadits yang
lain di antaranya yang disebutkan oleh penyusun dari Abdurrahman bin ‘Auf dan
Al Barra’, juga di antaranya dari Anas, Sa’ad bin Abi Waqqas, Jabir dan
lainnya, demikian juga dilakukan oleh generasi setelah sahabat radhiyallahu
'anhum, semua hadits dan atsar ini disebutkan secara rinci di asalnya” –TSZ-.
[xxiii] Hasan,
diriwayatkan oleh Ahmad (1/191), Hakim (1/550), Baihaqi (2/371) dari Sulaiman
bin Bilal, telah menceritakan kepadaku ‘Amr bin Abi ‘Amr dari ‘Ashim bin ‘Amr
bin Qatadah dari Abdul Wahid bin Muhammad bin Abdirrahman bin ‘Auf dari
Abdurrahman bin ‘Auf. Hakim mengatakan, “Shahih isnadnya” dan disepakati oleh
Adz Dzahabiy. Al Albani berkata, “Isnadnya dha’if, namun ia memiliki jalan lain
yaitu dari Abdurrahman bin ‘Auf yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
(1/123/1) dengan sanad dha’if….hadits tersebut karena dua jalan ini adalah
hasan.” (Al Irwaa’ [2/228]) .
[xxiv] Shahih,
diriwayatkan oleh Baihaqi dari beberapa jalan dari Abu ‘Ubaidah bin Abis safr
ia berkata: Aku mendengar Ibrahim bin Yusuf bin Abi Ishaq dari bapaknya dari
Abu Ishaq dari Al Baraa’. Baihaqi berkata, “Bukhari meriwayatkan awal haditsnya
dari Ibrahim bin Yusuf, namun tidak meriwayatkan semuanya, sedangkan sujud
syukur secara lengkap haditsnya adalah shahih sesuai syaratnya.” [Al Irwaa’
(2/230)]. Al Albani berkata, “Tidak syak lagi bagi orang yang berakal tentang
disyari’atkannya sujud syukur setelah mengetahui hadits-hadits ini, apalagi
telah berlangsung perbuatan ini dari kaum salafus shaalih radhiyallahu 'anhum.”
[Al Irwaa’ (2/230)] .
0 komentar:
Posting Komentar