Hukum Penebangan Hutan

 بسم الله الرحمن الرحيم



Hukum Penebangan Hutan

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut pembahasan tentang hukum penebangan hutan, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Manfaat Hutan

Allah Azza wa Jalla menciptakan hutan untuk manfaat dan maslahat bagi manusia, karena Dia telah menjadikan semua yang ada di bumi ini buat kita sebagaimana firman-Nya,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Qs. Al Baqarah: 29)

Adanya hutan bagi manusia sangat banyak manfaatnya, di antaranya: mengatasi pemanasan global, menjaga keindahan alam, mengurangi polusi udara, menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia, menjadi tempat cadangan air tanah, menahan banjir, mencegah tanah longsor, dan manfaat-manfaat lainnya yang begitu banyak. Oleh karena manfaatnya yang begitu banyak, maka kita perlu menjaga kelestariannya.

Namun kita saksikan, sebagian manusia melakukan penggundulan hutan untuk mengambil kayunya secara berlebihan, lalu bagaimana hukumnya.

Tentunya, karena penggundulan berakibat hilangnya berbagai maslahat yang besar bagi manusia dan munculnya berbagai macam mafsadat (kerusakan), sedangkan di antara kaidah fiqih adalah,

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ

 “Menolak mafsadat lebih didahulukan daripada menarik manfaat.”

الْمَصَالِحُ الْعَامَّةُ مُقَدَّمَةٌ عَلَى الْمَصَالِحِ الْخَاصَّةِ

“Maslahat umum lebih didahulukan daripada maslahat pihak tertentu.”

Maka tidak dibenarkan hukumnya menggunduli hutan. Berbeda jika hanya menebang seperlunya karena ada maslahat atau kebutuhan, maka tidak mengapa selama tidak berlebihan dan sesuai kebutuhan.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum memotong pohon milik umum yang bukan dimiliki oleh pribadi tertentu?”

Ia menjawab,

الأشجار التي في البراري والقفار غير مملوكة لأحد، هذا ينظر فيها، فإن كان فيها مصلحة للمسلمين يستظلون بها، ترعاها دوابهم لا تقطع، أما إن كانت في مضرة في طريق يؤذي المسلمين.. في محل يؤذي المسلمين فقطعها فيه أجر، وقد ثبت عن رسول الله عليه الصلاة والسلامأن رجلًا رأى غصن شوك في طريق المسلمين -وفي رواية: شجرة في طريق المسلمين- فقطعها، وقال: أزيلها عن أذى المسلمين، فشكر الله له ذلك، وغفر له.

فالحاصل أن هذا فيه تفصيل: فالذي ينفع الناس بقاؤه لا يقطع، والذي يضر الناس بقاؤه يزال، والمملوك لا يزال إلا بإذن ربه، إذا كان مملوك لا يزال إلا بإذن صاحبه، وإذا كان يؤذي الناس يرجع فيه إلى المحكمة، ولا يتجرأ الناس على ملك الناس إلا من طريق الشرع.

أما في البراري والصحراء التي ليس فيها ملك لأحد بل للمسلمين عامة، فهذا مثل ما تقدم، يرعى المسلم فيها، يرعي إبله وغنمه وبقره، يحتش منها لا بأس، لكن لا يقطع الشجر الذي ينفع الناس ويستظلون به، أو هو علامات على مياه أو على بلدان، يهتدي بها السالكون، هذا يترك، لا يتعرض له؛ لأن في قطعها مضرة، أما إذا كانت الشجرة أو الغصون في طرق تؤذي الناس، فإنها تزال، وصاحبها مشكور ومأجور

Artinya:

Pohon-pohon yang ada di padang rumput dan gurun yang tidak dimiliki oleh seseorang, maka harus diperhatikan; jika ada maslahat bagi kaum muslimin, dimana mereka dapat berteduh di bawahnya, hewan-hewan mereka dapat menggembala di sana, maka tidak boleh ditebang. Adapun pohon yang berada di tengah jalan yang mengganggu kaum muslimin, maka menebangnya menghasilkan pahala. Bahkan telah shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang seorang yang melihat dahan pohon yang berduri di jalan kaum muslimin, dalam sebuah riwayat ‘pohon di jalan kaum muslimin’ lalu ia menebangnya, dimana ia berkata, “Aku singkirkan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin’ maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya.

Intinya, bahwa dalam masalah ini ada rincian. Jika keberadaannya bermanfaat bagi kaum muslimin, maka tidak ditebang, sedangkan yang membahayakan kaum muslimin, maka harus disingkirkan.

Adapun pohon yang dimiliki, maka tidak disingkirkan kecuali dengan izin pemiliknya, tetapi jika mengganggu maka diserahkan kepada pengadilan syar’i, dan seseorang tidak boleh lancang melakukan sesuatu terhadap milik orang lain kecuali dengan jalan syariat.

Adapun di padang rumput dan gurun yang tidak dimiliki oleh seseorang, bahkan dimiliki secara umum oleh kaum muslimin, maka sama seperti sebelumnya. Jika menjadi tempat menggembalanya, dimana ia menggembala untanya, kambing, atau sapinya, dan mencari rerumputan di sana, maka tidak mengapa, akan tetapi hendaknya dia tidak memotong pohon yang bermanfaat bagi manusia dan mereka dapat berteduh di bawahnya, atau pohon yang menjadi tanda-tanda air atau tanda bagi suatu negeri yang dapat dipakai petunjuk jalan oleh musafir, maka dalam hal ini hendaknya dibiarkan; tidak ditebangnya, karena menebangnya terdapat madharat. Adapun pohon atau ranting yang berada di jalan yang mengganggu kaum muslimin, maka pohon atau dahan  itu perlu disingkirkan, dan pelakunya disyukuri dan mendapatkan pahala.” (https://binbaz.org.sa/fatwas/18466/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D9%82%D8%B7%D8%B9-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B4%D8%AC%D8%A7%D8%B1-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%A7%D9%85%D8%A9 )

Dengan demikian, menebang pohon ada rincian hukumnya.

Ada yang perlu dilestarikan seperti hutan karena manfaatnya yang begitu banyak, kalau pun diambil kayunya maka tidak sampai menggunduli dan tidak berlebihan, karena hutan merupakan paru-paru dunia.

Jika pohon yang dimiliki seseorang, maka harus mendapatkan izin. Jika dirasakan mengganggu, maka dia bisa meminta pihak yang berwenang untuk menyingkirkannya.

Sedangkan pohon umum, maka perlu diperhatikan; apakah ada manfaatnya atau madharatnya; jika ada manfaatnya maka dibiarkan seperti sebagai tempat berteduh, penunjuk jalan, dan sebagainya. Tetapi jika mengganggu, maka ditebang. Di dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلًا يَتَقَلَّبُ فِي الْجَنَّةِ، فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ، كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ»

“Aku melihat seseorang menikmati kesenangan surga karena sebab pohon yang ditebangnya dari tengah jalan, dimana pohon itu mengganggu manusia.” (Hr. Muslim)

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’: https://binbaz.org.sa/fatwas/18466/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D9%82%D8%B7%D8%B9-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B4%D8%AC%D8%A7%D8%B1-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%A7%D9%85%D8%A9  dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger