Terjemah Bulughul Maram (9)

 

بسم الله الرحمن الرحيم



Terjemah Bulughul Maram (9)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.

بَابُ اَلْحَيْضِ

Bab Haidh

149-عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , إِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r "إِنَّ دَمَ اَلْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي مِنَ اَلصَّلَاةِ, فَإِذَا كَانَ اَلْآخَرُ فَتَوَضَّئِي, وَصَلِّي" -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ, وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِم ٍ

149.          Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sesungguhnya Fathimah binti Abu Hubaisy seorang wanita yang terkena istihadhah (darah penyakit), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya darah haidh itu berwarna hitam yang sudah dikenal, apabila demikian maka berhentilah melakukan shalat, namun jika tidak demikian maka berwudhu dan shalatlah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim, namun di anggap munkar oleh Abu Hatim)[i]

150- وَفِي حَدِيثِ أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ: , لِتَجْلِسْ فِي مِرْكَنٍ, فَإِذَا رَأَتْ صُفْرَةً فَوْقَ اَلْمَاءِ, فَلْتَغْتَسِلْ لِلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ غُسْلاً وَاحِدًا, وَتَغْتَسِلْ لِلْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ غُسْلاً وَاحِدًا, وَتَغْتَسِلْ لِلْفَجْرِ غُسْلاً, وَتَتَوَضَّأْ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ -

150.          Sedangkan dalam hadits Asma’ binti Umais dalam riwayat Abu Dawud disebutkan, “Hendaknya ia duduk di atas wadah, apabila dilihatnya ada warna kuning di atas air, maka mandilah untuk shalat Zhuhur dan ‘Ashar sekali mandi, dan mandi untutk shalat Maghrib serta Isya sekali mandi, dan mandilah untuk shalat Subuh sekali mandi, ia cukup wudhu di antara itu.”[ii]

151- وَعَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ: , كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً, فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ r أَسْتَفْتِيهِ, فَقَالَ: "إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ اَلشَّيْطَانِ, فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ, أَوْ سَبْعَةً, ثُمَّ اِغْتَسِلِي, فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ, أَوْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِينَ, وَصُومِي وَصَلِّي, فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ, وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ اَلنِّسَاءُ, فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي اَلظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي اَلْعَصْرَ, ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرِ جَمِيعًا, ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ اَلْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ اَلْعِشَاءِ, ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ اَلصَّلَاتَيْنِ, فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ اَلصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ. قَالَ: وَهُوَ أَعْجَبُ اَلْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ -  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَحَسَّنَهُ اَلْبُخَارِيّ ُ

151.            Dari Hamnah binti Jahsy radhiiyallahu ‘anha ia berkata, “Aku pernah terkena darah istihadhah yang banyak sekali, lalu aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta penjelasannya, maka Beliau menjawab, “Itu tidak lain gangguan dari setan, maka cukup kamu merasakan haid selama 6 hari atau 7 hari, lalu mandilah. Apabila telah bersih, shalatlah selama 24 atau 23 hari, puasalah dan shalatlah karena hal itu cukup buatmu. Juga lakukanlah (perkirakan masa) haidmu seperti haidnya wanita yang lain, apabila kamu sanggup mentakkhirkan shalat Zhuhur dan mengedepankan shalat ‘Ashar lalu mandi ketika bersih kemudian kamu shalat Zhuhur dan ‘Ashar dengan dijama’ (maka lakukanlah-pent), juga kamu sanggup mentakkhirkan shalat Maghrib dan mengedepankan shalat Isya lalu mandi dan menggabungkan kedua shalat itu maka lakukanlah. Dan ketika Subuh kamu mandi lalu shalat,” Beliau lanjutkan sabdanya, “Itulah hal yang paling aku sukai di antara dua cara.” (Diriwayatkan oleh lima orang selain Nasa’i, dan dishahihkan oleh Tirmidzi serta dihasankan oleh Bukhari)[iii]

152- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; , أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ بِنْتَ جَحْشٍ شَكَتْ إِلَى رَسُولِ اَللَّهِ r اَلدَّمَ, فَقَالَ: "اُمْكُثِي قَدْرَ مَا كَانَتْ تَحْبِسُكِ حَيْضَتُكِ, ثُمَّ اغْتَسِلِي" فَكَانَتْ تَغْتَسِلُ كُلَّ صَلَاةٍ -  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ

152.            Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Ummu Habibah binti Jahsy pernah mengeluhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang darah, maka Beliau bersabda, “Diamlah (yakni tidak shalat) selama kamu masih berhaidh, lalu mandilah (yakni setelah selesai haidh-pent), setelah itu Ummu Habibah mandi untuk masing-masing shalat. (Diriwayatkan oleh Muslim)[iv]

153- وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ: , وَتَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ -  وَهِيَ لِأَبِي دَاوُدَ وَغَيْرِهِ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.

153.          Dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Berwudhulah untuk masing-masing shalat.” Ini pun ada dalam riwayat Abu Dawud dan lainnya dari jalan yang lain.[v]

154- وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , كُنَّا لَا نَعُدُّ اَلْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ اَلطُّهْرِ شَيْئًا -  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ, وَأَبُو دَاوُدَ وَاللَّفْظُ لَه ُ

154.            Dari Ummu ‘Athiyyah radhiiyallahu ‘anha ia berkata, “Kami tidak memperdulikan sedikit pun warna keruh dan kuning setelah suci (dari haidh).” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Dawud, lafaz ini adalah lafaz Abu Dawud)[vi]

155- وَعَنْ أَنَسٍ t , أَنَّ اَلْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ اَلْمَرْأَةُ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا, فَقَالَ اَلنَّبِيُّ r "اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا اَلنِّكَاحَ" -  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ

155.            Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa orang-orang Yahudi apabila isteri mereka haidh, mereka tidak mau makan bersamanya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lakukanlah segala sesuatu selain jima’.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[vii]

156- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ, فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

156.            Dari Aisyah radhiiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku memakai kain, Beliaupun kemudian menyentuhkan kulitnya denganku padahal aku sedang haidh.”  (Muttafaq ‘alaih)[viii]

157- وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا, عَنِ اَلنَّبِيِّ r -فِي اَلَّذِي يَأْتِي اِمْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ- قَالَ: , يَتَصَدَّقُ بِدِينَارٍ, أَوْ نِصْفِ دِينَارٍ -  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ وَابْنُ اَلْقَطَّانِ, وَرَجَّحَ غَيْرَهُمَا وَقْفَه ُ

157.            Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -yaitu tentang seorang laki-laki yang mendatangi (baca: menggauli) istrinya dalam keadaan haidh, Beliau bersabda, “Ia harus bersedekah satu dinar atau setengah dinar.” (Diriwayatkan oleh lima orang, dan dishahihkan oleh Hakim dan Ibnul Qattan, namun selain keduanya menguatkan bahwa hadits ini mauquf)[ix]

158- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ? -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ فِي حَدِيث ٍطَوِيْلٍ

158.            Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah apabila wanita haidh tidak boleh shalat dan tidak boleh puasa?” (Muttafaq ‘alaih dalam hadits yang panjang)[x]

159-وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , لَمَّا جِئْنَا سَرِفَ حِضْتُ, فَقَالَ اَلنَّبِيُّ r "اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ اَلْحَاجُّ, غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي" -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ فِي حَدِيث ٍطَوِيْلٍ

159.            Dari Aisyah radhiiyallahu ‘anha ia berkata, “Ketika kami mendatangi sarif, aku haidh, makan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lakukanlah semua yang dilakukan oleh orang yang haji, namun kamu jangan thawaf di baitullah sampai kamu suci.” (Muttafaq ‘alaih dalam hadits yang panjang)[xi]

160- وَعَنْ مُعَاذٍ t , أَنَّهُ سَأَلَ اَلنَّبِيَّ r مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنِ اِمْرَأَتِهِ, وَهِيَ حَائِضٌ? قَالَ: "مَا فَوْقَ اَلْإِزَارِ" -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَضَعَّفَه ُ

160.            Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bagian istri yang halal bagi suami, ketika istrinya haidh? Beliau menjawab, “Yang di atas kain .” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, namun ia mendhaifkannya)[xii].

161- وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , كَانَتِ اَلنُّفَسَاءُ تَقْعُدُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ r بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِينَ -  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَاللَّفْظُ لِأَبِي دَاوُد َ

161.            Dari Ummu Salamah radhiiyallahu ‘anha ia berkata, “Wanita yang nifas di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya duduk (tidak shalat) sampai 40 hari.” (Diriwayatkan oleh lima orang selain Nasa’i, lafaz ini adalah lafaz Abu Dawud)[xiii]

162- وَفِي لَفْظٍ لَهُ: , وَلَمْ يَأْمُرْهَا اَلنَّبِيُّ r بِقَضَاءِ صَلَاةِ اَلنِّفَاسِ -  وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ

162.            Sedang dalam lafaznya yang lain disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh mereka mengqadha’ shalat.” (dishahihkan oleh Hakim)[xiv]

Bersambung….

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa


[i] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (282) dalam Ath Thaharah, Nasa’i (216) dalam Al Haidh wal Istihadhah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban (2/318), Hakim (1/174), Baihaqi (1/325), Hakim mengatakan, "Shahih sesuai syarat Muslim”, lihat Al Irwaa' (204) .

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (296) dalam Ath Thaharah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihnya (296), isnadnya shahih sesuai syarat Muslim, demikian juga kata Hakim dan Adz Dzahabiy, juga dishahihkan oleh Ibnu Hazm. [Al Misykaat (562)].

Dalam TSZ disebutkan lafaz pertamanya,

عن أسماء بنت عميس، قالت: قلت: يا رسول الله. إن فاطمة بنت أبي حبيش استحيضت منذ كذا وكذا، فلم تصل، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "سبحان الله! هذا من الشيطان، لتجلس..." الحديث.

Dari Asma’ binti Umais ia berkata: Aku mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fathimah binti Abi Hubaisy terkena istihadhah (darah penyakit) sejak hari ini dan itu, ia akhirnya tidak shalat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Subhaanallah! Ini dari setan, hendaknya ia duduk…dst.”

[iii] Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (287) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (128), Ahmad (26928), Ibnu Majah (627), Hakim (1/172, 173), dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (287). [Al Irwaa’ (188)] .

[iv] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (334) dalam Al Haidh.

[v] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (228) dalam Al Wudhu’, Abu Dawud (286) dalam Ath Thaharah, Ibnu Majah (624) dalam Ath Thaharah wa sunanuhaa dari Fathimah binti Jahsy.

[vi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (326) dalam Al Haidh, Abu Dawud (307) dalam Ath Thaharah.

[vii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (302) dalam Al Haidh, lihat Al Misykaat (545).

[viii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (301) dalam Al Haidh, Muslim (293) dalam Al Haidh.

[ix] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (264) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (136) dalam Abwaabuth Thaharah, Nasa’i (289) dalam Ath Thaharah, Ibnu Majah (640) dalam Ath Thaharah wa Sunanuhaa, Ahmad (2033), Hakim (1/172) dalam Al Mustadrak, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabiy. Dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (264).

[x] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (304) dalam Al Haidh, dan Muslim (79) dalam Al Iman.

Dalam TSZ disebutkan lengkap hadits tersebut dalam riwayat Bukhari yaitu sbb,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ وَبِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ قُلْنَ وَمَا نُقْصَانُ دِينِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَيْسَ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا

Dari Abu sa’id Al Khudriy, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adh-ha atau Idul Fithri menuju lapangan, Beliau melalui kaum wanita, Beliau bersabda, “Wahai kaum wanita, bersedekahlah karena aku melihat kamu penghuni neraka terbanyak,” mereka pun bertanya, “Mengapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kamu sering melaknat dan kufur kepada suami, juga aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya serta menghilangkan akal laki-laki yang kokoh daripada kalian,” merekapun berkata, “Apa tanda kurang agama dan akal pada kami, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukankah persaksian wanita setengah persaksian laki-laki.” Mereka menjawab, “Ya”, kata Beliau, “Itu tanda kurang akalnya, juga bukankah apabila wanita haidh tidak shalat dan puasa?” Mereka menjawab, “Ya”, maka kata Beliau, “Itulah tanda kurang agamanya.”

[xi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (307) dalam Al Haidh, Muslim (1211) dalam Al Iman.

[xii] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (213) dalam Ath Thaharah, dan didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’iful Jami (5115) dan Al Misykaat (552).

[xiii] Hasan shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (311), Tirmidzi (139), Ibnu Majah (648) dalam Ath Thaharah, Daruquthni (48), Darimiy (955), Ahmad (26052), Al Albani mengatakan, “Hasan shahih”, lihat Shahih Abi Dawud (311) dan Al Irwaa’ (201) .

[xiv] Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (312) dalam Ath Thaharah, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihnya, diriwayatkan juga oleh Hakim (1/175) dan ia menshahihkannya, Baihaqi juga meriwayatkan darinya  (1/341) dari jalan Katsir bin Ziyad. Nawawiy berkata dalam Al Majmu’ (2/525), “Hadits shahih isnadnya”, dan disepakati oleh Adz Dzahabiy, namun hadits tersebut menurut Al Albani hasan isnadnya. [Al Irwaa’: 201)].

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger