Terjemah Bulughul Maram (7)

 

بسم الله الرحمن الرحيم



Terjemah Bulughul Maram (7)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.

بَابُ آدَابُ قَضَاءِ اَلْحَاجَةِ

Bab Adab Buang Air

93- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ t قَالَ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ -  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَهُوَ مَعْلُول ٌ 

93.                Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Apabila masuk ke jamban menaruh cincinnya. “ (Diriwayatkan oleh empat imam Ahli Hadits, hadits tersebut ma’lul (memiliki cacat))[i]

94- وَعَنْهُ قَالَ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ قَالَ: "اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ" -  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة ُ

94.                Darinya (Anas bin Malik) radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk ke jamban mengucapkan “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.” (Diriwayatkan oleh tujuh imam Ahli Hadits)[ii]

95- وَعَنْهُ قَالَ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يَدْخُلُ اَلْخَلَاءَ, فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً, فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

95.                Darinya juga radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke jamban, lalu aku (Anas) bersama seorang anak yang sepantarku membawakan seember air dan tongkat, Beliau pun bersuci dengan air.” (Muttafaq ‘alaih)[iii]

96- وَعَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ t قَالَ: , قَالَ لِي اَلنَّبِيُّ r "خُذِ اَلْإِدَاوَةَ". فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي, فَقَضَى حَاجَتَهُ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

96.                Dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Ambilkan ember,” maka Beliau pun menjauh sehingga tidak kelihatan olehku, Beliau lalu buang air.” (Muttafaq ‘alaih)[iv]

97- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , اِتَّقُوا اَللَّاعِنِينَ: اَلَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ اَلنَّاسِ, أَوْ فِي ظِلِّهِمْ -  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ

97.                Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kamu terhadap dua penyebab dilaknat, yaitu orang yang buang air di jalan (tempat berlalu) manusia atau di tempat mereka berteduh.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[v]

98- زَادَ أَبُو دَاوُدَ, عَنْ مُعَاذٍ: وَالْمَوَارِدَ  -وَلَفْظُهُ "اِتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلاَثَ: اْلبَرَازَ فِي اْلمَوَارِدِ، وَقاَرِعَةَ الطَّرِيْقِ، وَالظِّلَّ"-

98.                Abu Dawud menambahkan dari Mu’adz, “Demikian juga (buang air) di sumber-sumber air.”[vi] yang lafaznya “Takutlah kamu terhadap tiga tempat yang membuat terkena laknat; yaitu buang air di sumber-sumber air, di tengah jalan, dan di tempat orang berteduh.”

99- وَلِأَحْمَدَ; عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَوْ نَقْعِ مَاءٍ . وَفِيهِمَا ضَعْف ٌ

99.                Dan dalam riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan, “Atau tempat berkumpulnya air”. Namun pada kedua hadits itu ada kelemahan.[vii]

100- وَأَخْرَجَ اَلطَّبَرَانِيُّ اَلنَّهْيَ عَن ْ قَضَاءِ اْلحَاجَةِ تَحْتَ اَلْأَشْجَارِ اَلْمُثْمِرَةِ, وَضَفَّةِ اَلنَّهْرِ الْجَارِي. مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ بِسَنَدٍ ضَعِيف

100.            Sedangkan Thabrani meriwayatkan hadits tentang larangan buang air di bawah pohon yang berbuah dan di pinggir sungai yang mengalir dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang lemah.[viii]

101- وَعَنْ جَابِرٍ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ, وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ -  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلسَّكَنِ, وَابْنُ اَلْقَطَّانِ, وَهُوَ مَعْلُول ٌ

101.            Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila dua orang hendak buang air besar, maka hendaknya masing-masing menjauh dari yang lain dan janganlah keduanya berbicara, karena Allah benci terhadap hal itu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, dan disahihkan oleh Ibnus Sakan dan Ibnul Qattan, namun hadits ini berillat)[ix]

102- وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ, وَهُوَ يَبُولُ, وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ اَلْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ, وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ

102.            Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika buang air kecil, dan janganlah ia cebok dari buang air besar dengan tangan kanannya, serta janganlah ia bernafas dalam bejana (ketika minum).” (Muttafaq ‘alaih, lafadz ini adalah lafadz Muslim)[x]

103- وَعَنْ سَلْمَانَ t قَالَ: لَقَدْ نَهَانَا رَسُولُ اَللَّهِ r أَنْ نَسْتَقْبِلَ اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ, أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ, أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ, أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ .  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ

103.            Dari Salman radhiyallahu ‘anhu ia berkata, ”Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil, demikian juga melarang kami beristinja (bersuci dari buang air) dengan tangan kanan, juga melarang kami beristinja dengan batu yang kurang dari tiga buah, dan (melarang) beristinja dengan tahi binatang atau tulang.” (HR. Muslim)[xi]

104- وَلِلسَّبْعَةِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أَيُّوبَ t : فَلَا تَسْتَقْبِلُوا اَلْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوْهَا بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ, وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا .

104.            Sedangkan dalam riwayat tujuh imam Ahli Hadits dari hadits Abu Ayyub radhiyallahu 'anhu disebutkan, “Maka janganlah kalian menghadap ke kiblat dan membelakanginya ketika buang air besar atau buang air kecil, tetapi ke timurlah atau ke baratlah.”[xii]

105- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ: , مَنْ أَتَى اَلْغَائِطَ فَلْيَسْتَتِرْ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُد َ

105.                     Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mendatangi jamban maka hendaknya ia memakai penutup.” (HR. Abu Dawud)[xiii]

106- وَعَنْهَا; , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنْ اَلْغَائِطِ قَالَ: "غُفْرَانَكَ" -  أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ. وَصَحَّحَهُ أَبُو حَاتِمٍ, وَالْحَاكِم ُ

106.                     Darinya (Aisyah) radhiiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila keluar dari jamban  mengucapkan, “Ghufraanak (Aku mohon ampunan-Mu).” (Diriwayatkan oleh lima orang, dan dishahihkan oleh Hakim dan Abu Hatim)[xiv]

107- وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ: أَتَى اَلنَّبِيُّ r اَلْغَائِطَ, فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ, فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ, وَلَمْ أَجِدْ ثَالِثًا. فَأَتَيْتُهُ بِرَوْثَةٍ. فَأَخَذَهُمَا وَأَلْقَى اَلرَّوْثَةَ, وَقَالَ: "هَذَا رِكْسٌ" . أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيّ ُ زَادَ أَحْمَدُ, وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ: ائْتِنِي بِغَيْرِهَا .

107.            Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendatangi jamban pernah menyuruhku untuk membawakan kepadanya tiga buah batu, kemudian aku mendapatkan dua batu dan tidak mendapatkan yang ketiganya, maka aku bawakan tahi binatang yang kering, Beliau pun mengambil kedua batu itu dan membuang tahi binatang yang kering, Beliau bersabda, “Itu adalah najis.” (Hr. Bukhari, Ahmad dan Daruquthni menambahkan, “Bawakan kepadaku yang lainnya.”)[xv]

108- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t , أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r نَهَى "أَنْ يُسْتَنْجَى بِعَظْمٍ, أَوْ رَوْثٍ" وَقَالَ: "إِنَّهُمَا لَا يُطَهِّرَانِ" . رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَه ُ

108.            Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang beristinja’ dengan tulang atau tahi binatang, Beliau bersabda, “Keduanya tidak suci.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni dan ia menshahihkannya)[xvi]

109- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ -  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ ُ

109.            Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jaga diri dari terkena kencing, karena umumnya adzab kubur itu karenanya.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni)[xvii]

110- وَلِلْحَاكِمِ: , أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ -  وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد ِ

110.            Sedangkan dalam riwayat Hakim disebutkan, “Umumnya azab kubur karena buang air kecil.” (Shahih isnadnya)[xviii]

111- وَعَنْ سُرَاقَةَ بْنِ مَالِكٍ t قَالَ: عَلَّمْنَا رَسُولُ اَللَّهِ r فِي الْخَلَاءِ: " أَنَّ نَقْعُدَ عَلَى اَلْيُسْرَى, وَنَنْصِبَ اَلْيُمْنَى" .  رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيف ٍ

111.            Dari Suraqah bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami apabila berada dalam jamban untuk duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan.“ (Hr. Baihaqi dengan sanad yang dha’if)[xix]

112- وَعَنْ عِيسَى بْنِ يَزْدَادَ, عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r : إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْثُرْ ذَكَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ . رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه بِسَنَدٍ ضَعِيف ٍ

112.            Dari Isa bin Yazdad dari bapaknya ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu buang air kecil maka basuhlah kemaluannya tiga kali.” (Hr. Ibnu Majah dengan sanad yang dha’if)[xx]

113- وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r سَأَلَ أَهْلَ قُبَاءٍ, فَقَالُوا: إِنَّا نُتْبِعُ اَلْحِجَارَةَ اَلْمَاءَ -  رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ بِسَنَدٍ ضَعِيف ٍ وَأَصْلُهُ فِي أَبِي دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيّ

113.            Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada penduduk Quba’, (Sesungguhnya Allah memuji kalian; lalu apa sebabnya-pent)?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami iringi (cebok) memakai batu dengan air.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad yang dha’if, asalnya ada dalam Abu Dawud dan Tirmidzi)[xxi]

114- وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ t بِدُونِ ذِكْرِ اَلْحِجَارَة ِ

114.            Dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tanpa menyebutkan kata “batu”.[xxii]

Bersambung….

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa


[i] Munkar, diriwayatkan oleh Abu Dawud (19) dalam Ath Thaharah, ia mengatakan, “Hadits ini munkar, yang terkenal adalah dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin dari perak, lalu membuangnya.”, Tirmidzi (1746) dalam Al Libaas, Nasa’i (5213) dalam Az Ziinah, Ibnu Majah (303), lihat Dha’iiful Jami’ (4390) dan Al Misykaat (343) .

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (142, 6322), Muslim (375) dalam Al Haidh, Abu Dawud (4, 5), Tirmidzi (6), Nasa’i (19), Ibnu Majah (296) dan Ahmad (11536).

[iii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (152) dalam Al Wudhu’, Muslim (271) dalam Ath Thaharah, Al Misykaat (342).

[iv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (363) dalam Ash Shalaah, Muslim (274) dalam Ath Thaharah .

[v] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (269) dalam Ath Thaharah, lihat Al Misykaat (339).

[vi] Dha’if, yakni dengan lafaz “Wal mawaarid”, diriwayatkan oleh Abu Dawud (26) selebihnya shahih, lafaznya “"اتقوا الملاعن الثلاث: البراز في الموارد، وقارعة الطريق، والظل".-TSZ-.

[vii] Isnadnya dha’if, diriwayatkan oleh Ahmad (2715), Al ‘Allaamah Ahmad Syaakir mengatakan, “Isnadnya dha’if karena mubhamnya (tidak disebutkan nama) rawinya dari Ibnu Abbas. Hadits tersebut juga ada di Majma’uz Zawaa’id (1/204), ia pun mencacatkannya karena hal itu. lihat Al Muntaqa (137, 138).

[viii] Dha’if jiddan (sangat dha’if), diriwayatkan oleh Al ‘Uqailiy dalam Adh Dhu’afaa (355), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (4/93) dari Al Furaat bin As Saa’ib dari Maimun bin Mahraan dari Ibnu Umar secara marfu’. Al ‘Uqailiy berkata, “Al Furat bin As Saa’ib dinyatakan oleh Bukhari “Orang-orang banyak meninggalkannya, ia munkarul hadits.” Ahmad mengatakan, “Dia dekat dengan Muhammad bin Ziyaad Ath Thahhaan dalam hal Maimun, ia tertuduh dusta sebagaimana yang itu tertuduh dusta.” Ibnu Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya”, Al Albani berkata, “Dha’if jiddan” [Al Irwaa’ (4707)]. Al Haitsamiy berkata dalam Al Majma’ (1/204) diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Awsath, sedangkan dalam Al Kabirnya yang bagian terakhir, di dalamnya ada Furaat  bin As Saa’ib.”

[ix] Dalam –TSZ (Takhrij Sumair Az Zuhairiy)- disebutkan, “Dan saya tidak menemukannya dari hadits Jabir, hadits tersebut dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari hadits Abu Sa’id.”

Dalam Tamaamul Minnah (hal. 58-59) Syaikh Al Albani mengatakan, “Hadits tersebut (hadits Abu Sa’id) dha’if, tidak sah isnadnya. Hadits ini memiliki dua cacat:

Pertama, bahwa hadits ini dari riwayat ‘Ikrimah bin ‘Ammar dari Yahya bin Abi Katsir dari Hilal bin ‘Iyadh darinya, para ulama telah membicarakan secara khusus tentang riwayat ‘Ikrimah dari Yahya, Abu Dawud mengatakan, “Dalam haditsnya dari Yahya bin Katsir ada kemudhthariban.” Al Hafizh dalam At Taqrib mengatakan, “Ia sangat jujur namun keliru, dalam riwayatnya dari Yahya terdapat kemudhthariban (keguncangan), ia tidak memiliki kitab.”

Syaikh Al Albani melanjutkan kata-katanya, “Di antara kemudhtharibannya dalam hadits ini adalah sesekali ia meriwayatkan dari Yahya dari Hilal, dan pada kesempatan lain ia katakan, “Dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah. Mungkin karena hal ini Al Mundziriy berkata dalam At Targhib setelah menyebutkan hadits itu dari Abu Hurairah melalui riwayat Thabrani, “Isnadnya layyin (lembek).”

Kedua, Bahwa Hilal bin ‘Iyadh , kata Al Mundziriy “Dia tergolong orang-orang majhul”, Adz Dzahabiy mengatakan, “Tidak dikenal”, sedangkan Al Hafizh dalam At Taqrib mengatakan, “Majhul.”

Oleh karena itu saya masukkan hadits ini dalam kitab saya “Dha’if Sunan Abi Dawud (no. 3)” Demikian pernyataan Syaikh Al Albani.

[x] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (153) dalam Al Wudhu’, Muslim (267) dalam Ath Thaharah, sedangkan dalam Al Misykaat (340).

[xi] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (262) dalam Ath Thaharah, lihat Al Misykaat (336).

[xii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (394) dalam Ash Shalaah, (144) dalam Al Wudhu’, Muslim (264), Abu Dawud (9), Tirmidzi (8), Nasa’i (21, 22), Ibnu Majah (318) dalam Ath Thaharah dan Ahmad (23065). Syaikh Imam Muhyis Sunnah rahimahullah mengatakan, “Hadits ini (berlaku) apabila di tanah lapang, adapun jika dalam bangunan, maka tidak mengapa berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam buang air membelakangi kiblat; menghadap ke Syam.” (Muttafaq ‘alaih) (Al Misykaat 334-335) .

Menurut Syaikh Al Albani, bahwa yang lebih utama adalah tetap memberlakukan hadits Abu Ayyub berdasarkan keumumannya dan tidak mentakhshis dengan hadits Ibnu Umar yang mungkin saja hadits ini (datang) sebelum adanya larangan atau karena sebab lain yang tidak kita ketahui, yang umum adalah yang dipahami oleh perawi hadits yaitu Abu Ayyub, ia katakan di akhir hadits, “Kami pun mendatangi Syam, ternyata kami dapati jamban-jamban dibangun…dst. (yakni menghadap ka’bah, maka kami pun pindahkan arah dan meminta ampun kepada Allah-pent).

[xiii] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (35) dalam Ath Thaharah adari Aisyah radhiyallahu 'anha, dan didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’iiful Jami’ (5468), Al Misykaat (352), juga diriwayatkan oleh Ahmad (8621) dan Darimiy (662) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

[xiv] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (30), Tirmidzi (7), Ibnu Majah (300) dalam Ath Thaharah, Darimiy (680), juga diriwayatkan oleh Ahmad (24694), Hakim dalam Al Mustadrak (1/158) dan ia menshahihkannya. Dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Abu Hatim dan Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (30). [lihat Al Irwaa' (52)] .

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (1444) dan Nasa’i dalam ‘Amalul yaumi wal lailah (79).

[xv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (156) dalam Al Wudhu’, Ahmad (3956), Nasa’i (42), Daruquthni (1/55), tambahan Ahmad adalah, “Bawakanlah kepadaku yang lainnya,” juga Daruquthni, dan tidak disebutkan oleh Bukhari, karena tambahan itu munqathi’ (terputus), Abu Ishaq dari ‘Alqamah terputus, karena ia tidak melihatnya dan tidak mendengar darinya. [Nashbur Raayah (1/310-312)].

[xvi] Shahih, diriwayatkan oleh Daruquthni (1/56/9), ia katakan “Isnadnya shahih”, dalam asalnya adalah bantahan terhadap pencacatan Ibnu ‘Addiy terhadap hadits ini –TSZ-.

[xvii] Shahih, diriwayatkan oleh Daruquthni (128/7) hadits ini ada syahidnya –TSZ-.

[xviii] Shahih, diriwayatkan oleh Hakim (183), ia katakan, “Shahih sesuai syarat Syaikhain (Bukhari-Muslim), dan saya tidak mengetahui adanya cacat, namun keduanya (Bukhari-Muslim) tidak meriwayatkan.” Adz Dzahabi mengatakan, “Hadits ini memiliki syahid” –TSZ-.

Dalam Subulus Salaam disebutkan bahwa dalam At Talkhish Al Hafizh mengatakan, “Dalam riwayat Hakim, Ahmad, Ibnu Majah disebutkan “Umumnya azab kubur itu karena buang air”, namun Abu Hatim menganggapnya cacat, ia menyatakan “Bahwa marfunya hadits ini batil.” Namun Al Hafizh tidak mengomentari apa-apa, sedangkan di sini ia jazmkan (yakinkan) tentang keshahihannya. Wallahu a’lam.

[xix] Dha’if, diriwayatkan oleh Baihaqi (1/96).

[xx] Dha’if, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (1/12/2): Telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus dari Zam’ah bin Shalih dari Isa bin Yazdad dari ayahnya secara marfu’, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (326) dalam Ath Thaharah wa Sunanuhaa, Ahmad (18574) dari beberapa jalan yang lain  dari Zam’ah. Al Buwshairiy dalam Az Zawaa’id (ق 25/1) mengatakan, Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al Maraasil dari Isa bin Yazdad Al Yamaaniy dari bapaknya, Azdad –disebut juga Yazdad- adalah tidak sahih bersahabatnya, sedangkan Zam’ah adalah dha’if.”  Lihat Adh Dha'iifah (1621) dan Dha’if Ibnu Majah.

[xxi] Dha’if isnadnya, diriwayatkan oleh Al Bazzar, hadits tersebut dha’if isnadnya sebagaimana ditegaskan oleh Al Haafizh dalam At Talkhis dan dijelaskan oleh Az Zaila’iy dalam Nashbur Raayah (1/218), Nawawiy mengatakan, “Adapun hadits yang masyhur dalam kitab-kitab tafsir dan fiqh yaitu tentang menggabung antara batu dan air, maka itu batil, tidak dikenal.” Al Albani berkata: “Bahkan hadits itu menurutku munkar, karena menyalahi seluruh jalur hadits yang menyebutkan tentang memakai batu di sana.” [Adh Dha'iifah (3/144)].

Hadits ini memiliki asal yang shahih dalam riwayat Abu Dawud dalam Ath Thaharah (44) dari Abu Hurairah, Tirmidzi (3100) dalam Tafsirul Qur’an, kata Tirmidzi, “Hadits ini gharib”, namun dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud dan Shahih At Tirmidzi (3100) .

Hadits asal yang shahih ini dalam -TSZ- disebutkan,

عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: نزلت هذه الآية في أهل قباء: فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا قال: كانوا يستنجون بالماء، فنزلت فيهم هذه الآية

“Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ayat ini “Fiihi rijaaluy yuhibbuuuna ay yatathahharuuu” (artinya: Di dalamnya terdapat orang-orang yang suka bersuci) (At Taubah: 108) turun berkenaan dengan penduduk Quba’, mereka beristinja’ dengan air, lalu turunlah ayat ini kepada mereka.”

Syaikh Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Hadits ini meskipun dha’if sanadnya, namun memiliki beberapa syahid, yang menjadikan sah karenanya, dan saya telah sebutkan dalam asalnya.”

Dalam Tamaamul Minnah hal. 65 Syaikh Al Albani berkata, “Asal hadits tersebut ada dalam riwayat Abu Dawud dan lainnya dari Abu Hurairah tanpa menyebutkan batu, oleh karena itu disebutkan oleh Abu Dawud “Bab beristinja’ dengan air”, hadits ini memiliki banyak syahid, tidak ada satupun yang menyebutkan dengan batu, hal ini telah saya jelaskan dalam Shahih Sunan Abi Dawud (no. 34).”

[xxii] Shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya dari hadits Uwaimir bin Saa’idah Al Anshaariy seagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir (2/389) -Al Irwaa’ (1/85)- dan telah lewat pembicaraan tentang hadits Abu Hurairah (di. 113), Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya  (1/46) (hadits no. 84, 85) dari hadits Anas bin Malik, bahwa “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila keluar untuk buang air, aku bawakan kepadanya air, lalu Beliau membasuh dengannya.”

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger