Khutbah Shalat Gerhana 1442 H

بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Shalat Gerhana 1442 H

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي خَلَقَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَأَجْرَاهُمَا بِقُدْرَتِهِ وَمَشِيئَتِهِ فِي السَّمَاءِ إِلَى الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ، فَسُبْحَانَهُ مِنْ إلَهٍ مَا أَعْظَمَهُ، خَضَعَتْ لَهُ جَمِيعُ مَخْلُوقَاتِهِ الْعُلْوِيَّةِ والسُّفْلِيَّةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، يُرْسِلُ الرِّياحَ مُبَشِّرَاتٍ، وَيُخَوِّفُ عِبَادَهُ بِالْآيَاتِ لِيَدْفَعَهُمْ إِلَى الْخَيْرَاتِ، ويَحْجُزَهُم عَنِ الْمُوبِقَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ؛ امْتَلَأَ قَلْبُهُ ِللهِ تَعَالَى مَحبَّةً وَتَعْظِيمًا ورَجَاءً وَخَوْفًا وتَبْجِيْلاً، فَكَانَ إِذَا تَغَيَّرَتْ أَحْوَالُ الْكَوْنِ خَرَجَ مَذْعُورًا، وَهَرَعَ إِلَى رَبِّهِ سُبْحَانَه دَاعِيًا وَمُسْتَغْفِرًا ومُصلِّيًا، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيه وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وأتباعِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah shalat gerhana yang berbahagia

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan matahari dan bulan dan mengatur keduanya untuk maslahat manusia. Dia berfirman,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (QS. Yunus: 5)

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Khathib berwasiat -baik kepada diri khathib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian- untuk bertakwa kepada Allah kapan dan di mana saja, baik ketika sepi maupun terang-terangan, karena dengan bertakwa kepada Allah akan diraih kebaikan, keberkahan, kebahagiaan, dan berbagai kenikmatan, dan tidak ada sesuatu yang dapat menolak musibah dan bencana seperti halnya bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung. Allah Ta’ala berfirman,

وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tidak disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita.” (Qs. Az Zumar: 61)

Jamaah shalat gerhana yang berbahagia

Pada bulan Syawwal tahun ke-10 Hijriyyah dan pada saat suasana sangat panas sekali putera Nabi shallallahu alaihi wa sallam bernama Ibrahim wafat, maka Beliau bersedih sekali terhadapnya hingga beliau berkata,

إِنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ، وَالقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

“Sesungguhnya mata meneteskan air mata, hati bersedih, namun kami tidak mengucapkan selain kata-kata yang diridhai Rabb kami, dan kami dengan kepergianmu wahai Ibrahim benar-benar bersedih.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Pada saat yang sama pula terjadi peristiwa besar, yaitu gerhana matahari sehingga Beliau merasa takut dan khawatir kalau-kalau Kiamat telah tiba.

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu anhu ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bangun dalam keadaan terkejut takut kalau-kalau tiba hari Kiamat, maka Beliau mendatangi masjid dan melakukan shalat dengan berdiri, ruku, dan sujud yang sangat panjang yang baru aku lihat.” Bahkan karena rasa takut Beliau –dimana Beliau adalah orang yang paling mengenal Allah- Beliau sampai salah mengenakan kain; Beliau pakai selendang salah seorang istrinya dan keluar dengan menyeret kainnya tanpa menunggu dipakai sampai Beliau tiba di masjid. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Asma radhiyallahu anha, “Beliau salah pakai hingga Beliau perbaiki setelahnya.” (Hr. Muslim)

Bahkan di antara sikap Beliau yang menunjukkan rasa takut yang dalam adalah Beliau memperpanjang shalat tidak seperti biasanya, padahal Beliau selalu menyuruh imam untuk meringankan shalat. Jabir radhiyallahu anhu berkata, “Maka Beliau memperlama berdiri sampai para sahabat tersungkur duduk karena keletihan.” (Hr. Muslim)

Saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam sampai di masjid, maka Beliau memerintahkan seseorang untuk menyerukan ‘Ash Shalatu jami’ah’ (Ayo lakukan shalat dengan berjamaah), maka orang-orang pun berkumpul, kemudian Beliau shalat dengan shalat yang tidak biasanya sebagaimana yang dinyatakan Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Pernah terjadi gerhana pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu Beliau mengirimkan seseorang untuk menyerukan ‘Ash Shalatu Jami’ah,’ maka orang-orang pun berkumpul, lalu Beliau maju dan bertakbir, kemudian shalat empat kali ruku dalam dua rakaat dan melakukan empat kali sujud (Hr. Muslim)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, dan dua makhluk di antara makhluk-makhluk Allah. Keduanya muncul dengan perintah Allah dan terjadi gerhana dengan perintah Allah dan rahmat-Nya. Jika Allah Ta’ala hendak menakut-nakuti hamba-hamba-Nya terhadap maksiat dan pelanggaran yang mereka kerjakan, maka Allah jadikan gerhana pada keduanya dengan menyembunyikan cahayanya baik seluruh maupun sebagiannya sebagai peringatan bagi hamba-hamba-Nya dan untuk mengingatkan mereka agar mereka bertaubat dan kemudian mengerjakan perintah yang diwajibkan Allah kepada mereka  dan menjauhi apa-apa yang Dia haramkan kepada mereka. Oleh karena itulah sering terjadi gerhana di zaman sekarang, sehingga tidak berlalu setahun melainkan terjadi beberapa gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan atau kedua-duanya. Yang demikian karena banyaknya kemaksiatan dan fitnah (godaan) di zaman ini. Banyak manusia yang tenggelam dalam syahwat dunia dan melupakan peristiwa dahsyat di akhirat; mereka jatuhkan diri mereka dalam maksiat dan merusak agama mereka, mereka mendatangi hal-hal yang bersifat materi namun berpaling dari hal-hal gaib yang dijanjikan yang merupakan tempat kembali yang pasti dan akhir yang pasti. Dan kebanyakan masyarakat di zaman ini meremehkan shalat gerhana, tidak memperhatikannya, dan tidak mendorongnya. Hal itu karena kelemahan iman mereka dan ketidaktahuan mereka terhadap sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan hanya melihat sebab-sebab lahir terjadinya gerhana, namun mereka lalai dari sebab-sebab syar’i dan hikmah yang dalam yang karenanya Allah mengadakan gerhana dengan adanya sebab-sebab tadi.” 

Jamaah shalat gerhana yang berbahagia

Gerhana matahari dan bulan bukanlah sebagai peristwa biasa yang kosong dari hikmah dan makna. Bahkan gerhana merupakan peristiwa besar yang hati orang-orang beriman merasakan ketakutan dan hati-hati orang-orang yang bertakwa bergetar karenanya, karena maksud terjadinya gerhana adalah untuk menakut-nakuti hamba, dan bukan sebagai peristiwa alam biasa seperti yang disangka sebagian orang, dimana hati mereka tidak takut terhadapnya dan tidak ada perhatian mereka terhadapnya, bahkan sebagian mereka malah bergembira dan senang karena peristiwa ini. Di antara mereka ada yang pergi ke puncak atau dataran-dataran tinggi untuk menyaksikannya dengan berbagai alat seperti teropong dan teleskop sambil bergembira dan lupa dari sebab hakiki dan hikmah dari terjadinya gerhana. Oleh karenanya mereka tidak segera shalat, tidak segera berdizikir, berdoa, beristighfar, dan bersedekah.

Oleh karena itu, tidak patut bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menyatakan bahwa gerhana hanyalah peristiwa alam biasa seperti terbitnya matahari dan tenggelamnya yang tidak membuatnya takut dan khawatir. Bahkan menganggapnya biasa dan tidak mengambilnya sebagai pelajaran adalah menuru sikap orang-orang kafir sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ (105) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (106) أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (107)

“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.-Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)--Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan Kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?” (Qs. Yusuf: 105-107)

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang yang jika diberi peringatan segera sadar, jika disampaikan pelajaran kita dapat mengambil pelajaran, jika diberi bersikap syukur, jika diuji dapat bersabar, jika jatuh ke dalam dosa segera istighfar, Aqulu qauli haadzaa wa astaghfirullah liy wa lakum.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُودِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، وَالصَّلاَةُ وَالسّلامُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ وَعَلَى الصَّحْبِ والآلِ، أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah shalat gerhana yang berbahagia

Ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa gerhana, di antaranya adalah:

1. Semakin jelas kesesatan orang-orang yang menyembah selain Allah Ta’ala, seperti mereka yang menyembah matahari dan bulan. Kalau seandainya keduanya adalah tuhan, tentu tidak akan mengalami kehilangan atau kekurangan cahayanya. Demikian pula terdapat bukti yang jelas bahwa matahari, bulan, bintang dan alam semesta ini diatur oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala, dan bahwa semua itu tidak berhak untuk disembah. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah." (QS. Fushshilat: 37)

2. Sebagai salah satu tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah 'Azza wa Jalla. Jika yang demikian mudah bagi Allah, maka lebih mudah lagi bagi-Nya menghidupkan manusia yang telah mati untuk diberi-Nya pembalasan.

3. Untuk menakut-nakuti manusia agar mereka kembali kepada-Nya dan berhenti dari berbuat maksiat serta mengisi hidupnya di dunia dengan beramal saleh. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

"Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti." (Terj. QS. Al Israa': 59)

4. Sebagai permisalan terhadap hal yang akan terjadi pada hari kiamat, dan bahwa hal itu mudah bagi Allah Azza wa Jalla.

5. Menunjukkan kuasanya Allah menimpakan hukuman kepada orang-orang yang kufur kepada-Nya dan mendurhakai-Nya.

6. Menunjukkan sayang dan santun(hilm)nya Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya, Dia tidak langsung menghukum mereka saat mereka berbuat maksiat, bahkan mengajak mereka bertobat dan memperingatkan mereka dengan semacam ini (gerhana) agar mereka tidak melakukan perbuatan yang membawa mereka kepada kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat.

7. Dan hikmah-hikmah yang lain.

Jamaah shalat gerhana yang berbahagia

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا » . 

"Sesungguhnya matahari dan bulan tidaklah terjadi gerhana karena kematian seseorang dan bukan pula karena lahirnya seseorang. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tanda di antara tanda-tanda (kekuasaan) Allah. Apabila kalian melihatnya, maka laksanakanlah shalat." (HR. Bukhari)

Al Haafizh menjelaskan tentang maksud "tanda" di hadits tersebut, yaitu sebagai tanda keesaan Allah, tanda kekuasaan Allah sekaligus untuk menakuti hamba-hamba-Nya terhadap siksaan Allah dan azab-Nya.

Dengan demikian, maka jelaslah bahwa gerhana merupakan tanda kekuasaan Allah untuk menakuti hamba-hamba-Nya sebagaimana pada peristiwa alam yang lain seperti gempa bumi, angin kencang, terangnya suasana di malam hari, gelapnya suasana di siang hari, halilintar yang berbunyi keras, hujan yang tidak kunjung henti dan peristiwa alam lainnya yang mengkhawatirkan; agar manusia kembali kepada Allah, mau menaati-Nya, dan tidak lagi berbuat maksiat. Oleh karena itu, saat terjadi gerhana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang ketika itu untuk melaksanakan shalat, berdoa, berdzikr, beristighfar (meminta ampunan), bersedekah dan melakukan amal saleh lainnya seperti memerdekakan budak dengan harapan agar mereka tidak ditimpa sesuatu yang tidak diinginkan.

Dalam hadits di atas juga, Beliau menjelaskan bahwa gerhana terjadi bukanlah karena ada seorang tokoh yang meninggal atau karena lahirnya seorang tokoh. Maksud Beliau berkata demikian adalah untuk menghilangkan anggapan yang menyebar di saat itu, dimana ketika itu Ibrahim putera Beliau wafat, lalu mereka pun mengaitkan terjadinya gerhana karena wafatnya putera Beliau, maka Beliau menghilangkan anggapan tersebut. Demikian pula tidak ada anggapan-anggapan dan keyakinan-keyakinan lainnya yang beredar di masyarakat kita ketika terjadi gerhana seperti anggapan bahwa ada raksasa atau yang disebut dengan ‘buto’ sedang memakan cahaya bulan atau ada raksasa yang disebut ‘batara kala’ yang memakan matahari, kemudian mereka memukul kentongan agar raksasa itu pergi, dsb. Semua anggapan itu tidak benar dan tidak boleh diyakini.

Jamaah shalat gerhana yang berbahagia

Sebagaimana telah diterangkan, bahwa hikmah dari terjadinya gerhana adalah agar kita berhenti dari maksiat dan kembali kepada Allah dengan isttighfar dan tobat, karena Dia tidak akan mengazab kaum yang beristighfar dan bertobat. Dia berfirman,

وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Qs. Al Anfaal: 33)

Dan dengan istighfar dan tobat itu pula kita akan memperoleh keberuntungan, Dia berfrman,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertobatlah kalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung.” (Qs. An Nuur: 31)

Kita meminta kepada Allah agar Dia memberikan kepada kita taufik untuk mengisi hidup di dunia dengan berbagai amal saleh, membimbing kita kepada jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke dalam surga-Nya, dan menjauhkan kita dari neraka-Nya.

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ فَقَالَ جَلَّ وَعَلاَ:إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مَحَبَّتَهُ وَاتِّبَاعَهُ ظَاهِراً وَبَاطِناً اَللَّهُمَّ تَوَفَّنَا عَلَى مِلَّتِهِ اَللَّهُمَ احْشُرْنَا فِي زُمْرَتِهِ اَللَّهُمَّ أَسْقِنَا مِنْ حَوْضِهِ اَللَّهُمَّ أَدْخِلْنَا فِي شَفَاعَتِهِ اَللَّهُمَّ اجْمَعْنَا بِهِ فِي جِوَارِكَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ اَللَّهُمَّ ارْضَ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ اَللَّهُمَّ ارْضَ عَنْ أَوْلاَدِه الْغُرِّ الْمَيَامِيْنَ وَعَنْ زَوْجَاتِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ اَللَّهُمَّ ارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا كَمَا أَصْلَحْتَ أَحْوَالَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاجْعَلْ بَلَدَنَا هَذَا آمِنا ً وَ سَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِميْنَ اَللَّهُمَّ هَيِّئْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وُلاَةً صَالِحِيْنَ مُصْلِحِيْنَ يَقُوْدُوْنَهُمِ بِكِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَآخِرُ دَعْوَانَا اَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan Hadidi bin Musa

Maraji: https://www.alukah.net/sharia/0/128274/, Maktabah Syamilah, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger