Risalah Masjid (2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫مسجد‬‎
Risalah Masjid (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan risalah tentang masjid, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Menghias Masjid
Imam Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ
“Tidak akan tegak hari Kiamat sampai manusia bermegah-megahan dalam hal masjid.” (Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Albani)
Imam Abu Dawud dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ»
“Aku tidak diperintahkan meninggikan bangunan (di luar kebutuhan).”
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Kamu pasti akan menghiasnya sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (Dishahihkan oleh Al Albani)
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan, bahwa Umar memerintahkan dibangun masjid, ia berkata, “Lindungilah manusia dari hujan, dan jauhilah mewarnai merah atau kuning sehingga membuat manusia lalai (dari kekhusyuan).” (Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Membersihkan masjid dan mewangikannya
Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan dibangun masjid di kampung-kampung, dan memerintahkan agar masjid-masjid itu dibersihkan dan diwangikan.”
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Samurah, bahwa ia pernah menulis surat kepada anaknya, yang isinya, “Amma ba’du. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami perihal masjid, yaitu agar kami membangunnya di kampung kami, memperbaiki bangunannya, dan menyucikannya.” (Dishahihkan oleh Al Albani)
Perintah Menyucikan Masjid Dari Kotoran dan Dari Bau Tidak Sedap
Dalam Shahih Muslim dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ»
“Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak pantas ada semisal kencing ini dan kotoran lainnya. Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk mengingat Allah Azza wa Jalla, shalat, dan membaca Al Qur’an.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَنَخَّمَ أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ، فَلْيُغَيِّبْ نُخَامَتَهُ، أَنْ تُصِيبَ جِلْدَ مُؤْمِنٍ أَوْ ثَوْبَهُ فَتُؤْذِيَهُ
“Apabila salah seorang di antara kamu berdahak di masjid, maka hendaknya ia hilangkan dahaknya agar tidak menimpa kulit atau kain seorang mukmin sehingga membuatnya jijik.” (Dinyatakan isnadnya hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Imam Ahmad dan Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلاَةِ، فَلاَ يَبْصُقْ أَمَامَهُ، فَإِنَّمَا يُنَاجِي اللَّهَ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ، وَلاَ عَنْ يَمِينِهِ، فَإِنَّ عَنْ يَمِينِهِ مَلَكًا، وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ، أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ، فَيَدْفِنُهَا»
“Apabila salah seorang di antara kamu berdiri shalat, maka janganlah meludah di hadapannya, karena sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Allah selama di tempat shalatnya, demikian pula jangan ke sebelah kanannya, karena di kanannya ada malaikat. Tetapi meludahlah ke kirinya atau ke bawah kakinya, lalu ia tanam.”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat sebuah dahak di dinding (depan) masjid, maka Beliau mengambil batu dan mengeriknya, lalu bersabda,
«إِذَا تَنَخَّمَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَخَّمَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ، وَلاَ عَنْ يَمِينِهِ وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ، أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ اليُسْرَى»
“Apabila salah seorang di antara kamu berdahak, maka janganlah berdahak ke hadapannya, dan jangan pula ke kanannya, tetapi berludahlah ke sebelah kiri atau ke bawah kaki kirinya.”
Dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ - قَالَ أَوَّلَ يَوْمٍ: الثُّومِ، ثُمَّ قَالَ: الثُّومِ وَالْبَصَلِ وَالْكُرَّاثِ - فَلَا يَقْرَبْنَا فِي مَسَاجِدِنَا؛ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
“Barang siapa yang memakan dari tanaman ini –Pertama Beliau menyebut bawang putih, selanjutnya menyebut bawang putih, bawang merah, dan bawang bakung,- maka janganlah mendekati kami di masjid, karena para malaikat terganggu sebagaimana manusia terganggu.” (Hr. Nasa’i, dishahihkan oleh Al Albani)
Suatu ketika pada hari Jum’at Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkhutbah dan berkata, “Wahai manusia! Kalian memakan kedua jenis tanaman ini (bawang putih dan bawang merah) yang menurutku adalah buruk, karena aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat mendapati bau keduanya dari seseorang, maka Beliau menyuruh orang itu pergi ke Baqi. Oleh karena itu, barang siapa yanag memakannya, maka hilangkanlah baunya dengan dimasak.” (Hr. Ahmad, Muslim, dan Nasa’i)
Catatan:
Sebenarnya makan makanan yang disebutkan itu mubah, hanyasaja bagi yang memakannya harus menjauhi masjid dan tempat keramaian agar baunya tidak mengganggu mereka. Termasuk ke dalam bau tidak sedap yang semisal bawang adalah bau rokok, bau sendawa, dan bau mulut.
Makruhnya mencari barang yang hilang, berjual-beli, dan membacakan syair di masjid
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ لَا رَدَّهَا اللهُ عَلَيْكَ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا»
“Barang siapa yang mendengar seorang mencari barang yang hilang di masjid, maka katakanlah, “Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu,” karena masjid tidaklah dibangun untuk itu.” (Hr. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
" إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي المَسْجِدِ، فَقُولُوا: لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً، فَقُولُوا: لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ "
“Apabila kamu melihat ada orang yang berjual-beli di masjid, maka katakanlah, “Semoga Allah tidak menguntungkan perniagaanmu.” Dan apabila kamu melihat ada orang yang mencari barang yang hilang di dalamnya, maka katakanlah, “Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu.” (Hr. Nasa’i dan Tirmidzi, ia menghasankannya)
Dari Amr bin Syu’ab, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual-beli di masjid, dicari barang hilang di dalamnya, dibacakan syair di dalamnya, dan melarang mengadakan halaqah (untuk ta’lim) sebelum shalat Jum’at. (Hr. Abu Dawud dan lain-lain, dihasankan oleh Al Albani)
Membacakan syair yang dilarang dalam hadits di atas adalah ketika isinya terdapat kemaksiatan seperti mengejek seorang muslim atau memuji orang zalim atau memuji perbuatan maksiat. Adapun jika isinya mengajak kepada kebaikan atau membela Islam, maka tidak mengapa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Umar pernah melewati Hassan yang sedang membacakan syair di masjid, lalu ia melirik dengan pandangan tidak suka, maka Hassan berkata, “Aku pernah membacakan syair di dalamnya, sedangkan ketika itu ada orang yang lebih baik darimu,” lalu Hassan menoleh kepada Abu Hurairah dan berkata, “Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah, tidakkah engkau mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jawablah (orang-orang musyrik) untuk membelaku. Ya Allah, kuatkanlah ia dengan Ruhul Qudus (malaikat Jibril)?” Abu Hurairah menjawab, “Ya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Meminta-minta di masjid
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hukum asal meminta-minta adalah haram baik di masjid maupun di tempat lainnya kecuali karena darurat. Jika terpaksa dan meminta-minta di masjid serta tidak mengganggu seseorang seperti melangkahi pundaknya, dan tidak berdusta dalam ucapannya, serta tidak mengeraskan suara yang mengganggu manusia, seperti meminta-minta ketika khatib berkhutbah, atau ketika mereka sedang mendengarkan ilmu, maka boleh.”
Mengeraskan suara di masjid
Diharamkan mengeraskan suara yang membuat orang yang shalat terganggu meskipun dengan bacaan Al Qur’an, dikecualikan daripadanya mempelajari ilmu.
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu alahi wa sallam pernah keluar menemui manusia saat mereka sedang shalat, ketika itu suara mereka keras pada saat membaca Al Qur’an, maka Beliau bersabda,
" إِنَّ الْمُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَلْيَنْظُرْ مَا يُنَاجِيهِ، وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ "
“Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat kepada Rabbnya Azza wa Jalla, maka hendaknya ia perhatikan munajatnya, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan suara bacaan Al Qur’annya kepada yang lain.” (Hr. Ahmad, dan dinyatakan shahih oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Dari Abu Sa’id ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah i’tikaf di masjid, lalu Beliau mendengar sebagian manusia mengeraskan bacaannya, maka Beliau membuka tirainya dan bersabda,
«أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ، فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ»
“Ingatlah, sesungguhnya masing-masing kamu sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian kamu mengganggu yang lain, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain.” (Hr. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi, dan Hakim, ia berkata, “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim.”)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah Haditsiyyah (www.dorar.net), Aunul Ma’bud (Muhammad Asyraf Al Azim Abadi), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger