بسم
الله الرحمن الرحيم
Takhrij Hadits Shalat Tasbih (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan takhrij hadits shalat Tasbih yang kami ambil secara ringkas dari
tulisan Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al Umair dalam Majalah Ilmiah Univ. Al
Malik Faishal (Jilid 2, edisi ke-1, Dzulhijjah 1421 H/Maret 2001 M), semoga
Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
(2) Jalur Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma
Abu
Dawud rahimahullah berkata,
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سُفْيَانَ الْأُبُلِّيُّ، حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ أَبُو
حَبِيبٍ، حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَالِكٍ،
عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، قَالَ: حَدَّثَنِي رَجُلٌ كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ
يَرَوْنَ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ائْتِنِي غَدًا أَحْبُوكَ، وَأُثِيبُكَ،
وَأُعْطِيكَ» حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُعْطِينِي عَطِيَّةً، قَالَ: «إِذَا زَالَ
النَّهَارُ، فَقُمْ فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ» ، فَذَكَرَ نَحْوَهُ، قَالَ:
«ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ يَعْنِي مِنَ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ، فَاسْتَوِ
جَالِسًا، وَلَا تَقُمْ حَتَّى تُسَبِّحَ عَشْرًا، وَتَحْمَدَ عَشْرًا،
وَتُكَبِّرَ عَشْرًا، وَتُهَلِّلَ عَشْرًا، ثُمَّ تَصْنَعَ ذَلِكَ فِي الْأَرْبَعِ
الرَّكَعَاتِ» ، قَالَ: «فَإِنَّكَ لَوْ كُنْتَ أَعْظَمَ أَهْلِ الْأَرْضِ ذَنْبًا
غُفِرَ لَكَ بِذَلِكَ» ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أُصَلِّيَهَا تِلْكَ
السَّاعَةَ؟ قَالَ «صَلِّهَا مِنَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ» ، قَالَ أَبُو دَاوُدَ:
«حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ خَالُ هِلَالٍ الرَّأْيِ» ، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: رَوَاهُ
الْمُسْتَمِرُّ بْنُ الرَّيَّانِ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو مَوْقُوفًا، وَرَوَاهُ رَوْحُ بْنُ الْمُسَيَّبِ، وَجَعْفَرُ بْنُ
سُلَيْمَانَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ النُّكْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَوْلُهُ، وَقَالَ فِي حَدِيثِ رَوْحٍ، فَقَالَ حَدِيثُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Sufyan Al Ubulliy, telah menceritakan
kepada kami Habban bin Hilal Abu Habib, telah menceritakan kepada kami Mahdi
bin Maimun, telah menceritakan kepada kami Amr bin Malik, dari Abul Jauza, ia
berkata, “Telah menceritakan kepadaku seorang yang menjadi sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut mereka, orang itu adalah Abdullah bin
Amr ia berkaa, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku,
“Besok, datanglah kepadaku, aku akan memberimu, membalasmu, dan memberimu
hadiah.” Aku mengira bahwa Beliau akan memberiku suatu pemberian, lalu Beliau
bersabda, “Apabila siang (matahari) telah tergelincir, maka berdirilah
mengerjakan empat rakaat,” selanjut nya dia menyebutkan hadits seperti di atas.
Kemudian Beliau bersabda, “Kemudian engkau
angkat kepalamu – yakni dari sujud kedua-, dan tetaplah duduk tidak bangun
sampai engkau bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh
kali, dan bertahlil (mengucapkan “Laailaahaillallah) sepuluh kali. Kamu lakukan
seperti itu pada keempat rakaat itu.” Beliau juga bersabda, “Jika engkau sebagai
orang yang paling besar dosanya di muka bumi, maka akan diampuni karena
perbuatan itu.” Aku bertanya, “Bagaimana jika aku tidak dapat mengerjakannya
pada waktu itu?” Beliau bersabda, “Lakukanlah baik di malam atau siang hari.”
Abu
Dawud berkata, “Habban bin Hilal adalah khal (paman dari pihak ibu) Hilal Ar
Ra’yi.”
Abu
Dawud berkata, “Diriwayatkan pula oleh Al Mustamir bin Ar Rayyan, dari Abul
Jauza, dari Abdullah bin Amr secara mauquf. Dan diriwayatkan oleh Rauh bin
Musayyab, Ja’far bin Sulaiman dari Amr bin Malik An Nukriy, dari Abul Jauza,
dari Ibnu Abbas yang merupakan perkataannya, tetapi dalam hadits Rauh, ia
mengatakan, “Hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Takhrij hadits
Demikianlah
disebutkan secara marfu (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam) dalam kitab Sunan. Hadits di atas merupakan salah satu riwayat
dari Abu Dawud dalam hadits Amr bin Malik An Nukriy, dari Abul Jauza, dan
diperselisihkan padanya, karena sesekali diriwayatkan secara marfu, dan
sesekali diriwayatkan secara mauquf.
Al
Mizziy berkata, “Hadits ini dalam riwayat Ibnul Abdi dan Al Lu’luiy secara
muquf, sedangkan dalam riwayat Ibnu Dasah, Ibnul A’rabiy, dan lainya secara
marfu.” (Tuhfatul Asyraf 6/281)
Al
Khathib juga meriwayatkan dalam Juznya yang ia susun mengenai shalat
Tasbih (Qaaf/9), dinukil oleh Ibnu Thulun dalam At Tarsyikh/55 dari
jalan Al Lu’lu’iy dan Ibnu Dasah secara mauquf. Baihaqi (3/52) juga
meriwayatkan dari jalan Ibnu Dasah secara mauquf, sehingga Ibnu Dasah memiliki
dua riwayat dari Abu Dawud.
Abu
Dawud menyebutkan secara mu’allaq (tanpa sanad awal) Al Mustamir bin Ar Rayyan,
dari Abul Jauza, dari Ibnu Umar secara mauquf, namun dimaushulkan (disambung)
oleh Al Khathib dalam Juznya tentang shalat Tasbih (Qaaf/8) dengan
sanadnya dari Yahya bin As Sakan, lihat At Tarsyih/54. Ali bin Sa’id An
Nasa’i juga memaushulkannya dalam pertanyaannya kepada Imam Ahmad bin Hanbal,
dari Muslim bin Ibrahim, dimana keduanya dari Al Mustamir dan seterusnya secara
mauquf[i].
Al Khallal juga meriwayatkan dari Ali bin Sa’id dst. [ii]
Al
Khathib juga meriwayatkan dalam Shalat Tasbih (Qaaf/8) dengan sanad dari
Abu Jinab Yahya bin Abi Hayyah Al Kalbiy, dengan sanad dari Ghiyats bin Al
Musayyab, dan dengan sanad dari Aban bin Abi Iyyasy. Ketiganya dari Abul Jauza,
dari Abdullah bin Amr secara mauquf.
Dari
takhrij di atas jelaslah bagi kita, bahwa inti sanad ini ada pada Abul Jauza,
dan diperselisihkan padanya tentang meriwayatkan dari dua sahabat; apakah dari
Ibnu Abbas atau Ibnu Amr. Demikian pula diperselisihkan tentang marfu dan
mauqufnya. Mungkin yang mahfuzh (kuat) dari beberapa sisi tersebut adalah dari
Abul Jauza, dari Abdullah bin Amr secara mauquf. Hal ini karena beberapa alasan
berikut:
Pertama, lemahnya sanad-sanad dari Abul Jauza, dari Ibnu
Abbas, baik yang marfu maupun yang mauquf, dan sudah diterangkan sebelumnya.
Kedua, lemahnya sanad-sanad dari Abul Jauza, dari
Abdullah bin Amr secara marfu, dimana telah meriwayatkan darinya empat orang,
yaitu: (1) Abu Jinab Al Kalbiy, dimana Ibnu Hajar berkata tentang, “Mereka
mendhaifkannya karena sering melakukan tadlis,” (2) Ghiyats bin Musayyab adalah
seorang yang majhul[iii],
(3) Aban bin Abi Iyyas adalah seorang yang matruk (ditinggalkan), (4) Amr bin
Malik An Nukriy dari riwayat Mahdi bin Maimun, dimana sebelumnya telah disebutkan,
bahwa ia seorang yang shaduq, namun banyak wahm (keliru).
Demikian
pula telah disebutkan sebelumnya khilaf pada Abu Dawud tentang marfunya hadits
tersebut atau mauqufnya. Riwayat yang menunjukkan mauqufnya adalah lebih
shahih, karena ia adalah riwayat Al Lu’lui yang merupakan riwayat yang paling
shahih, dan yang terakhirnya adalah dari Abu Dawud. Al Qadiy Abu Umar Al
Hasyimi berkata, “Abu Ali Al Lu’lu’iy telah membaca kitab ini di hadapan Abu
Dawud selama dua puluh tahun, ia disebut Warraqnya. Warraq menurut mereka
adalah pembacanya. Dialah yang membacakan kepada orang-orang yang mendengar
haditsnya.” [iv]
Ia
(Al Qadhiy Abu Umar) juga berkata, “Tambahan-tambahan yang ada pada riwayat
Ibnu Dasah, dibuang terakhir oleh Abu Dawud karena suatu alasan yang membuatnya
ragu-ragu pada isnadnya, sehingga terjadi perbedaan.” [v]
At
Tujaibiy berkata tentang riwayat Al Lu’lu’iy, “Itu merupakan riwayat yang
paling shahih, dan itulah yang terakhir diimlakan oleh Abu Dawud, dan di atas
itulah beliau wafat.” [vi]
Riwayat
yang mauqufnya juga menjadi kuat dengan adanya mutaba’ah Al Mustamir bin Ar
Rayyan, dimana beliau adalah murid Abul Jauza yang paling tsiqah dalam hadits
ini. Ibnu Hajar berkata tentangnya, “Tsiqah dan Ahli Ibadah.” [vii]
Saat
riwayat Al Mustamir ini sampai ke telinga Imam Ahmad, maka beliau rujuk dari
mendhaifkan hadits shalat Tasbih.
Ali bin Said An Nasa’i
berkata, “Aku telah bertanya kepadanya (Imam Ahmad bin Hanbal) tentang shalat
Tasbih, ia berkata, “Menurutku tidak ada yang shahih tentangnya.” Aku bertanya,
“Bagaimana dengan hadits Abdullah bin
Amr?” Ia menjawab, “Diriwayatkan dari Amr bin Malik.” Kemudian aku (Ali)
berkata, “Al Mustamir bin Ar Rayyan meriwayatkannya dari Abul Jauza.” Imam
Ahmad berkata, “Siapa yang menyampaikan hal ini kepadamu?” Aku menjawab,
“Muslim –yakni bin Ibrahim-,” beliau berkata, “Al Mustamir adalah seorang
syaikh yang tsiqah.” Sepertinya beliau heran. [viii]
Kajian sanad-sanad riwayat yang mauquf (sampai) pada Abdullah bin Amr
radhiyallahu ‘anhuma
Pertama, jalur Amr bin Malik, diriwayatkan oleh Abu Dawud
dari Muhammad bin Sufyan Al Ubulliy, telah menceritakan kepada kami Habban bin
Hilal Abu Habib, telah menceritakan kepada kami Mahdiy bin Maimun, telah
menceritakan kepada kami Amr bin Malik, dari Abul Jauza.
Muhammad
bin Sufyan Al Ubulliy dipuji oleh Abu Dawud, dan disebutkan oleh Ibnu Hibban
dalam Ats Tsiqah (orang-orang tsiqah), dan ia berkata, “Namun ia gharib
(menyendiri).” Ibnu Hajar berkata, “Shaduq,” (sangat jujur). [ix]
Habban
bin Hilal Al Bashri adalah seorang yang tsiqah (terpercaya) dan tsabt (kuat). [x]
Mahdiy
bin Maimun Al Azdiy adalah seorang yang tsiqah, dimana Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkannya[xi].
Amr
An Nukri, sudah disebutkan sebelumnya, bahwa ia seorang yang shaduq, namun
banyak wahm (keliru).
Abul
Jauza adalah Aus bin Abdullah Ar Raba’i, ia seorang yang tsiqah namun sering
memursalkan (memutuskan akhir sanad)[xii],
tetapi di sini ia menyatakan dengan tegas, bahwa dirinya mendengar hadits itu,
sehingga hilang hal yang dikhawatirkan, yaitu memursalkan.
Dengan
demikian, isnad ini terdapat kelemahan karena keadaan Amr An Nukriy, akan
tetapi ia tidak menyendiri, bahkan dimutaba’ahkan oleh Al Mustamir, sehingga
hadits ini menjadi hasan lighairih.
Kedua, jalur Al Mustamir bin Ar Rayyan, telah
dimaushulkan oleh Al Khallal dari Ali bin Sa’id An Nasa’i, dari Muslim bin
Ibrahim, Al Mustamir.
Ali
bin Sa’id, disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat, ia berkata, “Ia
seorang yang mutqin (hati-hati), termasuk teman-teman Ahmad.” Nasa’i berkata,
“Shaduq,” Ibnu Hajar berkata, “Shaduq, seorang pembawa hadits.” [xiii]
Muslim
bin Ibrahim Al Azdiy adalah seorang yang tsiqah, dipercaya, dan banyak
meriwayatkan hadits, ia ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Al ‘Ijilliy,
dan lainnya[xiv].
Al
Mustamir bin Ar Rayyan adalah seorang yang tsiqah dan Ahli Ibadah sebagaimana
telah diterangkan.
Al
Mustamir memiliki rawi lain dalam riwayat Al Khathib, yaitu Yahya bin As Sakan,
akan tetapi ia seorang yang dhaif, didhaifkan oleh Shalih Jazarah. Syu’bah
berkata, “Tidak kuat,” dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats Tsiqat[xv].
Oleh karena itu, mutaba’ah ini tidak dapat menguatkannya, tetapi isnad jalur Al
Mustamir di atas adalah hasan lidzatihi.
(3) Jalur seorang Anshar radhiyallahu ‘anhu
Abu
Dawud rahimahullah berkata,
حَدَّثَنَا
أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُهَاجِرٍ،
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ رُوَيْمٍ، حَدَّثَنِي الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِجَعْفَرٍ بِهَذَا الْحَدِيثِ، فَذَكَرَ
نَحْوَهُمْ، قَالَ فِي السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُولَى،
كَمَا قَالَ فِي حَدِيثِ مَهْدِيِّ بْنِ مَيْمُونٍ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Taubah Ar Rabi bin Nafi, telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Muhajir, dari Urwah bin Ruwaim, telah menceritakan kepadaku
seorang Anshar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
kepada Ja’far hadits tersebut, dan menyebutkan hal yang serupa, …ia
mengucapkan pada sujud kedua rakaat pertama… seperti yang disebutkan dalam
hadits Mahdiy bin Maimun.
Hadits
di atas juga disebutkan oleh Baihaqi 3/52 dari jalur Abu Dawud.
Kajian isnad
Abu
Taubah Ar Rabi bin Nafi Al Halabiy adalah seorang yang singgah di Tharsus,
seorang yang tsiqah, hujjah, dan Ahli Ibadah. Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkannya[xvi].
Muhammad
bin Muhajir Al Anshariy Asy Syamiy adalah seorang yang tsiqah. Imam Bukhari
meriwayatkan dalam Al Adabul Mufrad, dan Imam Muslim dalam Shahihnya[xvii].
Urwah
bin Ruwaim Al Lukhami Al Urduniy adalah seorang yang shaduq dan sering
memursalkan. Ia ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in, Duhaim, dan Nasa’i. Ibnu Hibban
menyebutkannya dalam Ats Tsiqat. Daruquthni berkata, “Tidak mengapa,”
Abu Hatim berkata, “Haditsnya dicatat.” Ibrahim Al Mushaishiy berkata,
“Hadits-haditsnya pada umumnya mursal,” tetapi Ibnu Hajar bersikap
tengah-tengah dengan berkata, “Shaduq, namun sering memursalkan.” [xviii]
Al
Mizziy berkata, “Ada yang mengatakan, bahwa seorang Anshar dalam hadits
tersebut adalah Jabir bin Abdillah. Namun menurut Ibnu Hajar, boleh jadi ia
adalah Abu Kabsyah Al Anmariy, sedangkan mim pada kata ‘Al Anmariy’
berubah menjadi menjadi ‘Al Anshariy’[xix].
Meskipun begitu, keduanya adalah sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dan majhulnya nama sahabat tidak berpengaruh apa-apa pada hadits.
Dengan
penjelasan ini, semakin jelaslah bahwa riwayat ini adalah hasan, dan Ibnu Hajar
sendiri menghasankannya dengan berkata, “Sanad hadits ini tidak turun dari
derajat hasan.” [xx]
Intinya,
bahwa hadits shalat
Tasbih berasal dari hadits Ibnu Abbas, dimana ia memarfukannya (sampai kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan sanad yang mengandung kelemahan,
namun dapat tertutupi.
Disebutkan pula dalam hadits Ibnu Amr dengan sanad hasan secara mauquf –namun
memiliki hukum marfu-, karena urusan ibadah tidak ada tempat bagi ra’yu (pendapat)
untuk menetapkannya. Dan disebutkan dalam hadits orang Anshar yang marfu dengan
sanad hasan. Dari tiga jalan ini; hadits yang pertama naik menjadi hasan karena
dua syahid tersebut, dan ketika dikumpulkan hadits-hadits tersebut yang satu
dengan yang lain, maka menjadi kuat, sehingga hadits tersebut naik menjadi shahih
lighairih karena seluruh jalannya.
Selesai terjemah takhrij Syaikh Muhammad bin Abdurrahman
Al Umair jazahullah khaira secara ringkas dengan pertolongan Allah
dan taufiq-Nya.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam, walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Maktabah Syamilah versi 3.45,
Majalah
Ilmiah Univ. Al Malik Faishal (Jilid 2, edisi ke-1, Dzulhijjah 1421 H/Maret 2001 M),
Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was
Sunnah), Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud (Muhammad Asyraf Al Azhim
Abadi), dll.
[i] An Nukat Azh Zhiraf 6/280.
[ii] Ithafus Saadah Al Muttaqin 3/478.
[iii] Al Mizan 3/338.
[iv] At Taqyid lima’rifatir Ruwath was Sunan wal Masanid/33.
[v] Idem.
[vi] Barnaamaj At Tujaibiy/96.
[vii] At Taqrib/527.
[viii] An Nukat Azh Zhiraf 6/280.
[ix] Tahdzibut
Tahdzib 9/169 dan At Taqrib/481.
[x] At Taqrib/149.
[xi] At Taqrib/548.
[xii] At Taqrib/116.
[xiii] Tahdzibut
Tahdzib 7/286 dan At Taqrib/401.
[xiv] Tahdzibut
Tahdzib 10/109 dan At Taqrib/529.
[xv] Tsiqat Ibnu
Hibban 9/253 dan Lisanul Mizan 6/259.
[xvi] At Taqrib/207.
[xvii] At Taqrib/509.
[xviii] Tahdzibut
Tahdzib 7/162 dan At Taqrib/389.
[xix] Tahdzibul Kamal
20/9 dan Al Futuhat Ar Rabbaniyyah 4/314.
[xx] Al Futuhat Ar Rabbaniyyah 4/314.
0 komentar:
Posting Komentar