بسم
الله الرحمن الرحيم
Pengantar Akidah Islam (1)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Tulisan ini merupakan tugas pelajaran Ilmu kalam sewaktu kami
kuliah.
Sebenarnya, kami tidak menerima ilmu Akidah Islam disebut dengan
ilmu kalam. Karena keduanya berbeda.
Ilmu Akidah Islam berbicara tentang Ushulul Iman (dasar-dasar
keimanan) berdasarkan dalil, sedangkan ilmu kalam berbicara tentang Ushulul
Iman tanpa dalil, namun bersandar kepada pendapat dan akal.
Padahal berbicara tentang Ushulul iman tidak dibenarkan
mengandalkan akal (yakni menjadikan akal sebagai sandaran dan rujukan), karena
dikhawatirkan akan berkata tentang Allah tanpa ilmu. Sedangkan berkata tentang
Allah tanpa ilmu adalah dosa yang besar.
Akal hanyalah dibenarkan untuk menguatkan, bukan dipakai untuk
menetapkan Akidah.
Dalam tulisan ini, kami sebutkan inti ‘Akidah Islam dan
menjelaskan salah satu di antara Akidah Islam lebih rinci dengan penjelasan
yang Insya Allah dapat dipahami. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat. Allahumma aamin.
Tentang Iman
Iman secara bahasa artinya
membenarkan. Secara istilah adalah Pengikraran di lisan, pembenaran di hati dan
pengamalan dengan anggota badan, ia dapat bertambah dengan menjalankan ketaatan
dan berkurang karena kemaksiatan.
Rukun Iman
Rukun iman ada enam, yaitu: iman kepada Allah, iman kepada
malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada nabi dan rasul, iman
kepada hari kiamat, dan iman kepada qadar Allah yang baik dan yang buruk.
Keimanan tidak sah tanpa beriman kepada semua rukun ini.
Kandungan dalam beriman kepada
Allah
1.
Beriman kepada wujud
Allah
2.
Beriman bahwa Allah
adalah Rabbul ‘alamiin, yakni beriman bahwa Allah adalah Pencipta, Pengatur,
Penguasa, dan Pengurus alam semesta serta Pemberi rezekinya. Beriman bahwa
Allah adalah Rabbul ‘Aalamin, disebut beriman kepada rububiyyah Allah.
3.
Beriman bahwa Allah
adalah Al Ilaah (Al Ma’buud bihaqq), yakni bahwa hanya Allah-lah yang berhak
disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah. Beriman bahwa hanya Allah-lah
yang berhak disembah disebut juga beriman kepada Uluhiyyah Allah.
4.
Beriman bahwa Allah
memiliki nama-nama dan sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Al Qur’an dan
Rasul-Nya dalam As Sunnah, tanpa tamtsil (menyamakan dengan sifat makhluk),
takyif (menanyakan “bagaimana hakikatnya?”),
ta’thil (meniadakan), dan ta’wil (mengartikan lain).
Kandungan dalam beriman kepada
malaikat
1.
Beriman terhadap wujud
mereka
2.
Mengimani malaikat yang
telah diberitahukan kepada kita namanya, sedangkan yang tidak kita ketahui
namanya, maka kita imani secara ijmal (garis besar).
3.
Mengimani sifat malaikat
yang telah diberitahukan kepada kita. Misalnya malaikat Jibril, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya dalam wujud aslinya memiliki 600
sayap.
4.
Mengimani tugas malaikat
yang diberitahukan kepada kita. Di antara tugas mereka adalah bertasbih malam
dan siang, beribadah, berthawaf di Baitul Ma’mur, dsb.
-
Ada pula malaikat yang ditugaskan
menyampaikan wahyu yaitu Jibril.
-
Ada yang ditugaskan
meniup sangkakala yaitu Israfil
-
Ada yang ditugaskan
mencabut nyawa yaitu malaikat maut.
-
Dll.
Kandungan dalam beriman kepada
kitab-kitab Allah
1.
Beriman bahwa
kitab-kitab itu turun dari sisi Allah
2.
Mengimani kitab yang
telah diberitahukan kepada kita namanya, sedangkan yang tidak kita ketahui,
maka kita imani secara ijmal (garis besar).
3.
Membenarkan beritanya
yang shahih, adapun Al Qur’an semua beritanya shahih.
4.
Mengamalkan hukum yang
belum dihapus disertai sikap ridha dan menerima, baik kita memahami hikmahnya
maupun tidak, dan kitab Al Qur’an telah menghapuskan kitab-kitab sebelumnya,
sehingga yang diamalkan hanyalah Al Qur’an.
Kandungan dalam beriman kepada
nabi dan rasul Allah[i]
1. Beriman bahwa risalah mereka benar-benar dari sisi Allah. Oleh
karena itu, barang siapa yang kafir kepada salah seorang rasul, maka sama saja
ia telah kafir kepada semua rasul.
2. Mengimani rasul yang telah diberitahukan kepada kita namanya,
sedangkan yang tidak kita ketahui, maka kita imani secara ijmal (garis besar).
3. Membenarkan berita mereka yang masih shahih
4. Mengamalkan syariat rasul yang diutus kepada kita. Dalam hal ini
Nabi yang terakhir diutus adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
sehingga syariat Beliaulah yang kita amalkan.
Kandungan dalam beriman kepada
hari Akhir
1.
Mengimani segala hal yang
akan terjadi setelah mati. Seperti fitnah kubur, nikmat dan azab kubur.
2.
Mengimani kebangkitan
manusia, yaitu ketika ditiupnya sangkakala kedua, sehingga manusia hidup
kembali.
3.
Mengimani hisab dan
pembalasan
4.
Mengimani surga dan
neraka.
Kandungan dalam beriman kepada Qadar
Allah
1.
Beriman bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, yang dahulu
maupun yang akan terjadi.
2.
Mengimani bahwa Allah
mencatat semua itu dalam Al Lauhul Mahfuzh.
3.
Mengimani masyii’ah
(kehendak) Allah. Jika dikehendaki-Nya pasti terjadi dan jika tidak dikehendaki,
maka tidak akan terjadi.
4.
Mengimani bahwa alam
semesta adalah ciptaan Allah baik zatnya, sifatnya, maupun gerakannya.
Beriman kepada qadar di atas
tidaklah menafikan bahwa hamba memiliki kehendak, ikhtiyar (pilihan), dan
kemampuan. Karena syara’ dan waaqi’ (kenyataan) mengakui demikian.
Syara’ misalnya firman Allah Ta’ala,
ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ
مَآبًا
“Itulah hari yang pasti terjadi, maka barang siapa yang
menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (QS. An Naba’:
39)
Sedangkan waqi’ (kenyataan) adalah bahwa manusia mengetahui bahwa
ia memiliki kehendak dan kemampuan, dimana dengan keduanya ia berbuat atau
tidak berbuat. Ia juga dapat membedakan antara perbuatan yang terjadi dengan
kehendaknya seperti berjalan dengan perbuatan yang terjadi tidak dikehendakinya
seperti tergelincir. Akan tetapi kehendak hamba dan kemampuannya tidak akan
terjadi tanpa kehendak Allah dan kekuasaan-Nya, karena alam semesta ini milik
Allah, jika Dia menghendaki sesuatu pasti akan terjadi, dan jika tidak, maka
tidak akan terjadi.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa
shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
[i] Perbedaan antara nabi
dan rasul adalah bahwa nabi adalah orang yang diberi wahyu berupa syari’at,
namun tidak diperintah untuk menyampaikannya. Sedangkan rasul adalah orang yang
diberi wahyu berupa syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannya dan
mengamalkannya. Oleh karena itu setiap rasul adalah nabi dan setiap nabi belum
tentu rasul.
0 komentar:
Posting Komentar