بسم
الله الرحمن الرحيم
Keutamaan Tauhid dan Bahaya Syirik (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang keutamaan
Tauhid dan bahaya syirik,
serta segala perbuatan yang dapat menafikan tauhid atau mengurangi
kesempurnaannya. Semoga Allah menjadikan risalah ini
ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ikhwaani
fillah,
sebagaimana kita wajib mempraktekkan tauhid dan mengerjakan syarat-syarat
Laailaahaillallah, kita pun wajib menjaga diri dari syirik besar maupun kecil,
demikian juga menjauhi wasilah (sarana) yang bisa mengarah ke arah syirik, karena
syirik adalah kezaliman yang paling besar.
Saudaraku,
berikut ini sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau
mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah/sarana yang mengarah kepada syirik:
1.
Beribadah kepada selain Allah.
Contoh: berdoa, meminta pertolongan dan perlindungan, berkurban, bertawakkal,
ruku’ atau sujud kepada selain Allah dan mengarahkan ibadah lainnya kepada
selain Allah. Hal ini adalah syirik akbar (merusak/menafikan tauhid)[i].
2.
Memakai cincin, gelang, kalung atau
benang untuk menghilangkan bala’, penyakit atau untuk menolaknya (baik yang
terbuat dari kuningan, tembaga, besi, kulit maupun lainnya). Ini adalah syirik.
Demikian juga memakai jimat untuk menarik manfaat dan menolak bahaya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ اَشْرَكَ
“Barang siapa yang memakai jimat, maka ia
telah berbuat syirik.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, Hakim, Al Mundzir
dan Al Haitsami berkata, “Para perawi Ahmad adalah tsiqah”, dan dishahihkan
oleh Al Albani dalam Ash Shahiihah, 492)
Jika seseorang beranggapan bahwa cincin,
gelang, kalung, dan semisalnya sebagai sebab sembuhnya dari penyakit atau
terhindar dari marabahaya, maka hal ini dihukumi syirik ashghar, karena Allah
Subhaanahu wa Ta'aala sama sekali tidak menjadikan sebab sembuhnya penyakit
dengan benda-benda tersebut. Dan bisa menjadi Syirik Akbar apabila ia
beranggapan bahwa gelang atau cincin tersebut dengan sendirinya bisa
menyembuhkan penyakit atau bisa menghindarkan marabahaya, dsb.
3.
Melakukan ruqyah (jampi-jampi) yang syirik.
Ruqyah yang syirik adalah ruqyah yang mengandung tulisan berisi mantra-mantra
dan kata-kata yang tidak bisa dipahami serta meminta bantuan kepada jin untuk
mengetahui penyakit atau melepaskan dari sihir.
Termasuk syirik juga menggantungkan
kertas, tembaga atau besi dalam sebuah mobil, motor, atau lainnya, tertulis di
sana huruf-huruf atau kata-kata yang tidak dimengerti dan beranggapan bahwa hal
itu dapat menjaganya dari keburukan.
4.
Bertabarruk (ngalap berkah) dengan
benda, manusia, hewan atau lainnya. Mengusapnya dan mencari keberkahan darinya,
atau bertabarruk dengan pohon-pohon, batu, keris dan lainnya. Hal ini adalah syirik.
Abu Waaqid Al Laitsiy berkata, “Kami
pernah keluar bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Hunain, ketika itu kami baru lepas
dari kekafiran. Pada saat itu kaum musyrikin memiliki pohon bidara yang
dijadikan tempat semayam dan tempat menggantungkan senjata, namanya Dzat
anwath. Kami pun melewati pohon bidara, lalu kami berkata, “Wahai
Rasulullah! jadikanlah untuk kami Dzat anwath sebagaimana mereka memiliki zat
anwath.” Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Allahu akbar, ini adalah kebiasaan (buruk orang-orang
terdahulu). Demi Allah, yang diriku di Tangan-Nya, kalian telah mengatakan
seperti kata-kata Bani Isra’il kepada Musa, “Jadikanlah untuk kami tuhan
sebagaimana mereka memiliki tuhan,” Musa menjawab, “Sesungguhnya kalian adalah
orang-orang yang bodoh.” Sungguh, kamu akan mengikuti kebiasaan (buruk)
orang-orang sebelum kamu.” (HR. Tirmidzi dan ia menshahihkannya)
Umar
bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata -ketika ia mencium hajar aswad- , “Sesungguhnya
aku mengetahui bahwa kamu adalah batu, tidak bisa memberikan madharrat dan
tidak bisa menarik maslahat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.”
Tabarruk yang benar
Ketahuilah, bahwa berkah itu
berasal dari Allah, dan sebagian makhluk-Nya ada yang diberi keberkahan. Namun
tidak boleh mengatakan sesuatu ini ada berkahnya kecuali jika ada dalil baik
dari Al Qur’an maupun As Sunnah.
Contoh berkah pada sesuatu
berdasarkan dalil adalah :
Þ Berkah pada waktu misalnya berkah malam Lailatul qadr.
Þ Berkah pada tempat, misalnya masjid yang tiga (Masjidil
Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha)
Þ Berkah pada benda misalnya air Zamzam.
Þ Berkah pada amal, semua amal saleh itu diberikan
keberkahan.
Þ Berkah pada diri, misalnya berkahnya diri para nabi. Tidak
boleh mencari berkah pada diri seseorang kecuali pada diri Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan atsarnya, dan berkah pada diri Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam sudah hilang dengan wafatnya Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tabarruk (mencari berkah) adalah
termasuk masalah tauqiifiyyah (menunggu dalil). Oleh karena itu, tidak boleh ngalap
(mencari) berkah kepada sesuatu yang tidak disebutkan dalam dalil bahwa di sana
ada keberkahan.
5. Menyembelih kurban untuk selain Allah, seperti untuk wali
atau jin untuk menarik manfaat atau menolak madharrat. Ini adalah syirik akbar.
Contohnya adalah membuat tumbal kepala kerbau ketika membangun jembatan,
demikian juga menaruh sesaji di atap rumah agar rumahnya dilindungi dari bahaya.
Ali radhiyallahu 'anhu berkata dan
ia memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
« لَعَنَ اللَّهُ مَنْ
لَعَنَ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ
مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ » .
“Allah melaknat orang
yang melaknat orang tuanya, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah,
Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kejahatan, dan Allah melaknat orang
yang merubah batas-batas tanah.” (HR. Muslim)
Sebagaimana
berkurban tidak boleh untuk selain Allah, kita juga dilarang menyembelih di
tempat penyembelihan untuk selain Allah meskipun maksud penyembelihnya ikhlas
lillah. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi celah yang bisa mengarah kepada syirik.
عَنْ ثَابِتِ بْنِ
اَلضَّحَّاكِ t
قَالَ: نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ r
أَنْ يَنْحَرَ إِبِلاً بِبُوَانَةَ, فَأَتَى رَسُولَ اَللَّهِ r
فَسَأَلَهُ: فَقَالَ: "هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ يُعْبَدُ ?" . قَالَ:
لَا. قَالَ: "فَهَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ ?" فَقَالَ:
لَا فَقَالَ: "أَوْفِ بِنَذْرِكَ; فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي
مَعْصِيَةِ اَللَّهِ, وَلَا فِي قَطِيعَةِ رَحِمٍ, وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ
اِبْنُ آدَمَ"
Dari
Tsabit bin Adh Dhahhak radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Seseorang pernah
bernadzar di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyembelih
unta di Buwaanah, ia pun mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dan bertanya tentang hal itu, Beliau pun balik bertanya, “Apakah di sana ada
berhala yang disembah?” Dia menjawab, “Tidak” Beliau bertanya lagi, “Apakah di
sana ada salah satu hari yang dirayakan oleh mereka (kaum musyrik)?” Dia
menjawab, “Tidak,” lalu Beliau bersabda, “Penuhilah nadzarmu, karena tidak
boleh memenuhi nadzar jika maksiat kepada Allah, memutuskan tali silaturrahim,
dan dalam hal yang tidak dimiliki anak Adam.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan
oleh Al Haafizh dalam At Talkhish dan Syaikh Al Albani dalam Takhrij
Al Misykaat (3437) dan Shahihul Jami’(2548)).
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Marwan
bin Musa
[i] Syirik terbagi dua:
1.
Syirik Akbar (besar), yaitu
mengadakan tandingan/sekutu bagi Allah baik dalam uluhiyyah maupun dalam
rububiyyah. Dalam uluhiyyah misalnya dengan mengarahkan ibadah kepada selain
Allah, sedangkan dalam rububiyyah misalnya beranggapan bahwa di samping Allah
ada juga yang mengatur atau menguasai alam semesta. Syirik akbar ini
menghilangkan/menafikan tauhid seseorang.
2.
Syirik Ashghar (kecil), yaitu ucapan,
perbuatan dan niat yang dihukumi syirik oleh Islam, karena dapat mengarah
kepada syirik akbar dan mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang.
Misalnya bersumpah dengan nama selain Allah, riya’, sum’ah, dsb.
Perbedaan antara syirik akbar dengan syirik
ashghar adalah:
-
Syirik akbar mengeluarkan seseorang
dari Islam, sedangkan syirik asghar tidak.
-
Syirik akbar menjadikan pelakunya
kekal di neraka jika meninggal di atasnya, sedangkan syirik asghar tidak.
-
Syirik akbar menghapuskan seluruh
amal, sedangkan syirik asghar tidak.
0 komentar:
Posting Komentar