بسم
الله الرحمن الرحيم
Keutamaan Tauhid dan Bahaya Syirik (6)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau
mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah (sarana) yang mengarah kepada
syirik. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Perusak Tauhid
27. Termasuk
hal yang dapat menodai tauhid seseorang adalah berhukum dengan selain yang
Allah turunkan (hukum munazzal) dan meletakkan undang-undang buatan sama rata
dengan hukum Allah. Jika seseorang sampai berkeyakinan bahwa undang-undang
buatan manusia lebih baik baik daripada hukum Allah, maka ia kafir.
Ketahuilah,
bahwa meninggalkan hukum Allah adalah sebab turunnya musibah, perpecahan,
kehinaaan, dan kerendahan. Sebaliknya, berhukum dengan hukum Allah dan
Rasul-Nya merupakan kebahagiaan bagi manusia dunia-akhirat. Hukum Allah dan
Rasul-Nya itulah yang dapat memperbaiki keadaan yang rusak serta cocok di
setiap zaman dan setiap tempat. Sebab rusaknya dunia secara umum dan dunia
Islam secara khusus adalah karena tidak merujuk kepada kitab Allah dan sunah
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Faedah:
Hukum itu terbagi tiga:
-
Hukum Munazzal (hukum yang
diturunkan Allah Ta’ala), yaitu syari’at Allah dalam kitab-Nya dan Sunnah
Nabi-Nya, ini semua adalah benar dan jelas.
-
Hukum Mu’awwal, yaitu hukum yang
berasal dari ijtihad para ulama mujtahidin. Hukum ini bisa benar dan bisa
salah; benar mendapatkan dua pahala dan salah mendapatkan satu pahala.
-
Hukum Mubaddal, yaitu berhukum
dengan menggunakan hukum selain yang Allah turunkan; tidak menggunakan hukum
munazzal. Orang ini bisa kafir, bisa zalim, dan bisa fasik.
Orang yang tidak berhukum dengan
menggunakan hukum yang Allah turunkan (hukum munazzal) bisa menjadi kafir
apabila ia menghina hukum Allah, menganggap boleh berhukum dengan menggunakan
hukum selain Allah, atau menganggap bahwa hukum selain Allah lebih baik atau
lebih cocok dipakai seperti menyingkirkan hukum munazzal lalu membuatkan
undang-undang yang menyalahinya karena mengira hukum munazzal sudah tidak cocok
atau kurang baik.
Orang yang tidak berhukum dengan
hukum Allah (hukum munazzal) bisa juga menjadi zalim (tidak kafir), apabila ia
melakukan hal itu, namun masih meyakini bahwa hukum Allah-lah yang benar, yang
baik, yang cocok dan bahwa hukum yang dipakainya adalah salah, ia juga tidak meremehkannya.
Dan bisa menjadi fasik (tidak
kafir), apabila ia melakukan hal itu (tidak menggunakan hukum Allah (hukum
munazzal)) karena ada rasa sayang kepada orang yang terkena hukuman itu atau
karena diberi sogokan (risywah) namun ia tetap meyakini bahwa hukum Allah-lah
yang benar dan hukumnya salah, seperti karena si pencuri itu adalah kerabatnya,
dsb.
Perincian seperti di atas inilah
jalan yang ditempuh kaum salaf; jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Siapa saja
melampaui batas (ghuluw); mengkafirkan tanpa merincikan, maka ia mirip dengan
orang-orang khawarij, dan siapa saja yang mengurangi dengan menyatakan bahwa
tidak ada satu pun yang bisa menjadikan kafir, maka ia mirip dengan orang-orang
murji’ah.
28. Termasuk
hal yang dapat mengurangi tauhid seseorang (syirik ashghar) adalah bersumpah
dengan nama selain Allah, seperti dengan nama nabi, amanah dsb. Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ
بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ اَوْ اَشْرَكَ
Barang
siapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.”
(HR. Tirmidzi dan ia menghasankannya)
Karena tidak mengerti ajaran Islam,
terkadang kita mendengar seseorang mengatakan, “Demi Allah dan demi Rasulullah.”
Ini adalah syirik, karena “bersumpah” hanya dibenarkan dengan nama-nama Allah
saja atau dengan sifat-sifat-Nya (seperti mengucapkan “Demi keagungan Allah”).
Kaffarat
(penebus dosa) bersumpah dengan nama selain Allah adalah dengan mengucapkan
“Laailaahaillallah”. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِى
حَلِفِهِ : بِاللاَّتِ وَالْعُزَّى . فَلْيَقُلْ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ .
وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ : تَعَالَ أُقَامِرْكَ . فَلْيَتَصَدَّقْ » .
“Barang siapa yang
bersumpah, lalu ternyata dalam sumpahnya ia berkata “Demi Laata dan ‘Uzza,”
maka ucapkanlah “Laailaahaillallah.” Barang siapa yang berkata kepada kawannya,
“Kemarilah, saya siap taruhan denganmu,” maka hendaknya ia bersedekah.” (HR.
Bukhari)
29.Termasuk hal yang dapat mengurangi
kesempurnaan tauhid adalah suu’uz zhann billah (bersangka buruk terhadap
Allah). Dalam Al Qur’an disebutkan,
ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ
الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ
أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ
الْجَاهِلِيَّةِ
“Kemudian
setelah kamu berdukacita (karena kekalahan dalam perang Uhud), Allah menurunkan
kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu[i],
sedang segolongan lagi[ii]
telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar
terhadap Allah seperti sangkaan Jahiliyah.” (QS. Ali Imran: 154)
Contoh
suu’uzzhan kepada Allah Ta’ala adalah menyangka bahwa Allah Ta’ala tidak akan
menolong Rasul-Nya, menyangka bahwa Allah Ta’ala tidak akan memenangkan
agama-Nya dan menyangka bahwa janji Allah tidak dipenuhi-Nya.
30. Termasuk
hal yang mengurangi kesempurnaan tauhid adalah mencari keridhaan manusia dengan
meninggalkan perintah Allah Ta’ala. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
مَنِ الْتَمَسَ
رِضَى اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ،
وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَى النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ
عَلَيْهِ النَّاسَ
“Barang siapa yang
mencari keridhaan Alllah meskipun dibenci manusia, maka Allah akan meridhainya
dan menjadikan manusia ridha kepadanya. Dan barang siapa yang mencari keridhaan
manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan menjadikan
manusia membencinya.” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Khatimah
(Penutup)
Seorang
muslim wajib berwaspada kepada semua bentuk syirik, baik syirik akbar maupun syirik
asghar. Demikian juga menjauhi segala sarana yang bisa mengarah kepada syirik.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri sangat mengkhawatirkan syirik
kecil menimpa umatnya, lalu bagaimana dengan syirik akbar –wal ‘iyaadz billah-.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
“Jauhilah oleh
kalian tujuh dosa yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,
apa saja itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar,
memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, dan menuduh
berzina kepada wanita mukminah yang baik-baik yang tidak tahu-menahu.” (HR.
Bukhari)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar