بسم
الله الرحمن الرحيم
Fiqih Shalat Istikharah
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
pembahasan tentang shalat istikharah, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Shalat
Istikharah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensyariatkan
kepada umatnya agar mereka meminta pilihan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam berbagai urusan yang mereka hadapi dalam kehidupan dunia, yaitu dengan
mengajarkan kepada mereka shalat istikharah yang merupakan pengganti perbuatan
kaum Jahiliyyah yang mengundi nasib dengan anak panah, atau dengan thiyarah (terbangnya
burung).
Barang siapa yang ingin melakukan suatu amalan yang mubah
(dibolehkan oleh syariat), namun samar baginya perkara yang terbaik di
dalamnya, maka disunahkan melakukan shalat dua rakaat yang bukan fardhu,
meskipun yang ia kerjakan adalah shalat sunah rawatib, shalat tahiyyatul
masjid, atau shalat sunah lainnya. Setelah itu, ia berdoa dengan doa yang disebutkan dalam hadits
ini:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، كَمَا
يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ، يَقُولُ: " إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ
بِالأَمْرِ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ العَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ
أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ
هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - )أَوْ
قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ( - فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ
بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي
دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - )أَوْ
قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ( - فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ،
وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِي "
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
anhuma ia berkata, “Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kami shalat
istikharah dalam semua urusan sebagaimana Beliau mengajarkan kepada kami suatu
surat dari Al Qur’an, Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu ingin melakukan suatu
perbuatan, maka lakukanlah shalat dua rakaat yang bukan shalat fardhu. Setelah
itu ucapkanlah, “Allahumma innii astakhiiruka…dst.” (artinya: Ya Allah,
sesungguhnya aku meminta pilihan kepada-Mu, meminta upaya dengan kekuasaan-Mu.
Aku meminta kepada-Mu di antara karunia-Mu yang besar. Engkau kuasa, aku tidak
kuasa, Engkau mengetahu, aku tidak mengetahui. Engkau Maha Mengetahui yang
ghaib. Ya Allah, jika hal ini (ia sebutkan pilihannya) baik untukku, agamaku,
duniaku dan akibatnya, cepat atau lambat, maka takdirkanlah buatku dan
mudahkanlah ia, kemudian berikanlah keberkahan di dalamnya. Namun, apabila hal
itu buruk buatku baik untuk agamaku, duniaku, dan akibatnya, cepat atau lambat,
maka hindarkanlah ia dariku dan hindarkanlah aku darinya, takdirkanlah untukku
yang baik di manapun aku berada, lalu ridhailah aku.” (HR. Bukhari, Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan berkenaan shalat istikharah
1.
Perlu diketahui, bahwa shalat istikharah tidak berlaku kecuali dalam perkara
yang mubah. Adapun perkara yang wajib atau sunah, maka patut dilakukan,
sedangkan perkara yang haram atau makruh, maka patut ditinggalkan.
2. Shalat istkharah disyariatkan dalam semua masalah dan
urusan, baik dalam masalah besar maupun masalah kecil sebagaimana ditunjukkan
oleh hadits di atas.
3. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Setelah
melakukan shalat istikharah hendaknya ia lakukan perbuatan yang dirasakan
nyaman oleh hati, ia tidaklah bersandar pada perasaan nyaman sebelum
istikharah. Bahkan
sepatutnya bagi orang yang melakukan istikharah meninggalkan pilihannya
sendiri, karena jika tidak demikian, maka ia sama saja tidak meminta pilihan
kepada Allah, bahkan memilih keinginan hawa nafsunya, padahal bisa jadi
pilihannya tidak benar, sehingga ia berlepas diri dari pengetahuannya dan
kemampunnya serta menyerahkan hal itu kepada Allah Ta’ala. Jika sudah demikian,
maka ia berlepas diri dari kemampuan dirinya dan dari pilihan hawa nafsunya.” (Dinukil
Imam Syaukani dalam Nailul Awthar 3/90 dari Imam Nawawi)
Namun, menurut Ibnuz Zamlakani, apabila seseorang telah
melakukan shalat istikharah, maka silahkan melakukan keinginannya, baik hatinya
nyaman maupun tidak, karena tidak ada dalam hadits tersebut syarat harus nyaman
hatinya. (Lihat Thabaqat Asy Syafi’iyyah karya At Taaj Ibnus Subkiy
9/206) Pendapat ini dikuatkan oleh Al Izz bin Abdussalam, Al Iraqi, dan Al
Hafizh Ibnu Hajar, (lihat juga Syarhul Adzkar karya Ibnu ‘Allan 3/557).
3. Tidak termasuk syarat dalam istikharah, seseorang
bermimpi dalam tidurnya tentang perbuatan yang harus dilakukannya seperti yang
diyakini sebagian orang awam, bahkan sesuai yang dirasakan nyaman oleh hatinya,
atau berjalan sesuai tabiatnya mengikuti pilihan Allah Ta’ala.
4. Istikharah merupakan doa, sehingga tidak mengapa diulangi,
namun tidak ada riwayat yang shahih yang menganjurkan untuk diulangi beberapa
kali. Adapun hadits yang berbunyi (artinya), “Apabila engkau hendak
melakukan suatu perkara, maka beristikharahlah kepada Rabbmu sebanyak tujuh
kali,” adalah hadits batil, disebutkan oleh Ibnus Sunniy (603), namun
sanadnya sangat lemah, lihat Al Mizan 1/21.
5. Boleh jadi datang pilihan Allah Ta’ala kepada seorang
hamba yang tidak sesuai dengan keinginannya, atau menurutnya adalah buruk, maka
sikapnya adalah tunduk dan pasrah kepada keputusan Allah Ta’ala, karena Dia
berfirman,
وَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia sangat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)
6.
Imam Al Iraqi rahimahullah berkata, “Jika
seseorang berniat melakukan suatu perbuatan sebelum melakukan shalat sunah
rawatib atau lainnya, lalu ia shalat tanpa ada niat melakukan shalat
istikharah, tetapi setelah shalat ada keinginan membaca doa istikharah, maka
zhahirnya ia dapat melakukan hal itu.” (Disebutkan oleh Imam Syaukani dalam Nailul
Awthar 3/88) Namun pendapat ini dikritik oleh Al Hafizh dalam Fathul Bari
(11/185), “Yang lebih tampak adalah mengatakan, bahwa jika ia berniat melakukan
shalat itu sekaligus shalat istikharah, maka cukup. Berbeda jika ia tidak
berniat dan shalat Tahiyyatul masjid sudah selesai, karena maksud Tahiyyatul
masjid adalah menyibukkan tempat tersebut dengan doa, sedangkan maksud shalat
istikharah adalah melakukan shalat dan doa setelahnya atau di dalamnya, maka
sangatlah jauh jika dikatakan cukup bagi orang yang ada keinginan selesai
shalat, karena zhahir hadits itu menunjukkan adanya shalat dan doa setelah
adanya keinginan melakukan suatu perbuatan.”
Akan tetapi, jika melihat hadits di atas, jika seseorang
melakukan shalat sunah apa saja, lalu setelahnya ia berdoa dengan doa
istikharah, maka sudah tercapai, sebagaimana yang dikuatkan oleh Imam Nawawi,
Al Iraqi, dan M. Bin Umar Bazmul, wallahu
a’lam.
7. Menurut Dr. Muhammad bin Umar Bazmul, bahwa shalat
istikharah tidaklah dilakukan ketika masih bimbang, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara
kamu ingin melakukan suatu perbuatan,” di samping itu, isi doa istikharah
menunjukkan demikian. Oleh karena itu, apabila seorang muslim masih bimbang dan
ingin melakukan istikharah, maka hendaknya ia pilih suatu perbuatan yang hendak
dikerjakannya, lalu istikharah. Setelah shalat istikharah, ia lanjutkan
pilihannya, dimana apabila baik, maka Allah akan memudahkannya, dan apabila
tidak baik, maka Allah akan memalingkannya dan memberikan yang terbaik baginya.
8. Dalam shalat istikharah tidak ada bacaan surat atau
ayat tertentu setelah Al Fatihah.
9. Doa istikharah dilakukan setelah salam berdasarkan
zhahir sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setelah itu
ucapkanlah, “Allahumma innii astakhiiruka…dst.” Namun karena tidak
ada ketegasan dalam hadits tersebut, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat,
bahwa doa istikharah ini diucapkan sebelum salam (Lihat Al Ikhtiyarat Al
Fiqhiyyah hal. 58)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Fiqhus
Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Bughyatul Mutathawwi’ fii Shalatit Tathawwu’ (Dr. M. Bin
Umar Bazmul), Shahih Fiqhis Sunnah (Abu Malik Kamal) Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab wa
Sunnah (Tim Ahli Fiqh, KSA), Silsilah Ash Shahihihah (M. Nashiruddin
Al Albani), Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz
Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), Maktabah Syamilah
versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar