بسم
الله الرحمن الرحيم
Keutamaan Tauhid dan Bahaya Syirik (4)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau
mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah (sarana) yang mengarah kepada
syirik. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Perusak Tauhid
12.
Thiyarah, yaitu merasa sial dengan burung, hari,
bulan. atau pun karena melihat sesuatu. Ini semua adalah syirik dan mengurangi
kesempurnaan tauhid seseorang.
Termasuk pula
ketika seseorang mendengar suara burung gagak, ia beranggapan bahwa jika ia
keluar dari rumah maka ia akan mendapat kesialan sehingga ia pun tidak jadi
keluar, dsb.
Pelebur dosa thiyarah adalah dengan
mengucapkan,
اَللّهُمَّ لَا خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُكَ وَلَا
طَيْرَ اِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ اِلهَ غَيْرُكَ
“Ya
Allah, tidak ada nasib sial kecuali yang Engkau tentukan, tidak ada kebaikan
kecuali kebaikan-Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu.”(HR.
Ahmad)
13.
Termasuk hal yang dapat mengurangi
kesempurnaan tauhid adalah memberi nama seseorang dengan nama yang khusus untuk
Allah (seperti Ar Rahman). Oleh karena itu, hendaknya kita merubahnya. Hal ini
berdasarkan hadits berikut,
عَنِْ اَبِيْ شُرَيْحٍ أَنَّهُ لَمَّا وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ قَوْمِهِ سَمِعَهُمْ يَكْنُونَهُ بِأَبِي
الْحَكَمِ فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَكَمُ وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ فَلِمَ تُكْنَى أَبَا
الْحَكَمِ فَقَالَ إِنَّ قَوْمِي إِذَا اخْتَلَفُوا فِي شَيْءٍ أَتَوْنِي
فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ فَرَضِيَ كِلَا الْفَرِيقَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَحْسَنَ هَذَا فَمَا لَكَ مِنَ الْوَلَدِ
قَالَ لِي شُرَيْحٌ وَمُسْلِمٌ وَعَبْدُ اللَّهِ قَالَ فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ قُلْتُ
شُرَيْحٌ قَالَ فَأَنْتَ أَبُو شُرَيْحٍ
Dari
Abu Syuraih, bahwa ketika ia datang bersama kaumnya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau mendengar orang-orang memanggilnya Abul
Hakam (Bapak pemutus hukum), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memanggilnya dan bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah Al Hakam (pemutus hukum),
kepada-Nyalah semua masalah diputuskan, lalu mengapa engkau dipanggi dengan
“Abul Hakam,” ia menjawab, ”Sesungguhnya kaumku jika berselisih datang
kepadaku, lalu aku memutuskan perselisihannya sehingga masing-masing ridha.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Alangkah bagusnya hal
itu, lalu siapa anak-anakmu?” ia menjawab, ”Saya punya anak yang bernama Syuraih,
Muslim dan Abdullah,” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Siapa
yang paling tua?” ia menjawab, “Syuraih”, maka Beliau shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Kalau begitu kamu Abu Syuraih”. (shahih, diriwayatkan oleh
Abu Dawud)
14. Menggunakan
bintang untuk hal yang bukan karenanya diciptakan. Ini adalah salah satu hal
yang dapat merusak Tauhid. Contohnya adalah dipakainya bintang-bintang untuk
mengetahui masa depan, nasib dan hal ghaib, ini semua adalah haram. Qatadah
berkata,
خَلَقَ اللهُ هَذِهِ النُّجُوْمَ لِثَلاَثٍ: زِيْنَةٍ لِلسَّمَاءِ وَرُجُوْماً
لِلشَّيَاطِيْنِ، وَعَلاَمَاتٍ يُهْتَدَى بِهَا فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيْهَا غَيْرَ ذَلِكَ
اَخْطَأَ، وَأَضَاعَ نَصِيْبَهُ، وَتَكَلَّفَ مَا لاَ عِلْمَ لَهُ بِهِ.
“Allah
menciptakan bintang untuk tiga hal; menghias langit, melempar setan-setan, dan
sebagai rambu-rambu yang dipakai petunjuk arah (dalam perjalanan). Barang siapa
yang memalingkan dari hal itu, maka ia telah keliru, menyia-nyiakan jatahnya,
dan membebani diri terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.”
Termasuk dalam hal ini adalah meyakini
Zodiak. Meyakini zodiak adalah haram dan termasuk syirik. Jika seseorang
meyakini bahwa ramalan bintang tersebut memiliki pengaruh dalam kehidupan
seseorang, maka ia telah berbuat syirik.
Namun jika seseorang membaca ramalan
bintang itu hanya untuk menghibur semata, maka ia telah berbuat maksiat dan
berdosa, karena tidak boleh menghibur diri dengan suatu kemusyrikan, di samping
hal itu bisa membuat seseorang meyakininya.
15. Meyakini
bahwa bintang sebagai sebab turunnya hujan, hal ini adalah syirik asghar karena
ia telah menganggap sesuatu sebagai sebab tanpa dalil dari syara’, indra,
kenyataan maupun akal. Hal ini bisa menjadi Syirik Akbar jika ia beranggapan
bahwa bintang-bintanglah yang menjadikan
turunnya hujan dengan sendirinya.
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ : صلَّى بِنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم صَلاَةَ الصُّبْحِ بِالحُديْبِيَةِ
في إِثْرِ سَمَاءٍ كَانتْ مِنَ اللَّيْل ، فَلَمَّا انْصرَفَ أَقْبَلَ عَلى
النَّاسِ ، فَقَال : هَلْ تَدْرُون مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ؟ » قَالُوا : اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعلَمُ . قَالَ : « قَالَ : أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤمِنٌ بي،
وَكَافِرٌ ، فأَمَّا مَنْ قالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمتِهِ ، فَذلِكَ
مُؤمِنٌ بي كَافِرٌ بالْكَوْكَبِ ، وَأَمَّا مَنْ قالَ : مُطِرْنا بِنَوْءِ كَذا
وَكذا ، فَذلكَ كَافِرٌ بي مُؤمِنٌ بالْكَوْكَبِ»
Dari
Zaid bin Khaalid radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat
Subuh bersama kami di Hudaibiyah setelah di malam harinya hujan turun. Ketika
selesai shalat, Beliau menghadap kepada para jamaah dan berkata, “Tahukah
kalian, apa yang difirmankan Tuhan kalian?” Orang-orang menjawab, “Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Allah berfirman, “Pagi hari
ini di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir,”
adapun orang yang mengatakan, “Kita dihujani karena karunia Allah dan
rahmat-Nya,” maka orang itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang,
sedangkan yang mengatakan, “Kita dihujani karena bintang ini dan itu.” Maka ia
kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
16. Termasuk syirik
juga adalah takut kepada selain Allah, seperti takut sirri (khaufus sirr).
Misalnya rasa takut ditimpa musibah dari orang yang sudah mati atau dari
sesembahan selain Allah. Contoh lainnya adalah sebagian orang ketika melintasi
tempat yang sunyi, mereka minta perlindungan kepada jin yang mereka anggap berkuasa
di tempat itu.
17. Termasuk hal
yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid adalah merasa aman dari makar Allah, azab-Nya,
dan berputus asa dari rahmat Allah.
Ibnu
Mas’ud pernah berkata, “Dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah,
merasa aman dari makar Allah, putus asa dari rahmat Allah dan tidak berharap
lagi ampunan-Nya.”
Ini
menunjukkan bahwa hendaknya sikap kita berada di antara rajaa’ (berharap) dan
khauf (takut). Olh karena itu, jika takut
terhadap azab Allah Ta’ala tidak membuat berputus asa, bahkan berharap terhadap
rahmat-Nya.
18. Tidak
bersabar terhadap taqdir Allah, keluh kesah, dan menolaknya. Misalnya dengan berkata,
“Mengapa wahai Allah, Engkau menetapkan seperti ini kepadaku atau kepada si
fulan” atau “mengapa semua ini, wahai Allah,” dan kata-kata lainnya
yang termasuk meratap. Ini semua mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang.
Dalam
Al Qur’an disebutkan:
وَمَنْ
يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Dan
Barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya.” (QS. At Taghaabun: 11)
‘Alqamah
berkata, “(Ayat ini adalah untuk) orang yang tertimpa musibah, ia mengetahui
bahwa musibah itu dari sisi Allah, ia pun ridha dan menerima.”
Ayat
ini menunjukkan bahwa jika seseorang bersabar niscaya Allah akan membimbing
hatinya.
19. Termasuk
syirik pula adalah riya’, sum’ah, dan beramal karena dunia. Rasulullah
shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang riya',
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ
عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمُ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ
تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
“Sesungguhnya yang paling aku takuti
menimpa kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa syirik kecil
itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya." Allah Azza wa Jalla
berfirman kepada mereka (orang-orang yang berbuat riya) pada hari kiamat ketika
amalan manusia diberikan balasan, “Pergilah kamu kepada orang-orang yang
kalian beribadah karenanya, apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?”
(shahih, diriwayatkan oleh Ahmad)
Sedangkan
contoh beramal karena dunia adalah seseorang ingin
menjadi imam masjid agar mendapat uang, atau menjadi muazin agar diberi uang,
dsb. Orang yang seperti
ini sia-sia amalnya (lihat QS. Hud : 15-16), sebagaimana riya’. Kepada orang
yang seperti ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keburukan,
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ
الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ
سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
“Celaka hamba dinar, hamba dirham, dan
hamba khamishah (pakaian mewah). Jika diberi ia senang, jika tidak ia marah,
celakalah ia dan tersungkurlah. jika terkena duri, semoga tidak tercabut.” (HR.
Bukhari)
20. Termasuk syirik
juga adalah adalah menaati ulama dan umara serta yang lainnya ketika
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang diharamkan
Allah.
Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا
وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah dan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang
mereka persekutukan.” (QS. At Taubah : 31)
Orang-orang
Yahudi dan Nasrani dikatakan dalam ayat di atas "telah menjadikan orang
alimnya dan rahibnya sebagai tuhan selain Allah," hal itu dikarenakan
mereka menaati orang alim dan rahibnya ketika orang alim dan rahibnya
menghalalkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah halalkan.
21. Termasuk hal
yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid adalah mengatakan “Maa syaa’allah
wa syi’ta” (artinya: Atas kehendak Allah dan kehendakmu) atau mengatakan “Kalau
bukan karena Allah dan fulan tentu aku sudah…”. Seharusnya ia menggunakan
kata “kemudian” (sebagai pengganti kata “dan”), karena kata “dan” menunjukkan
keikutsertaan orang itu dalam berkehendak, berbeda dengan kata “kemudian”, dimana
pada kata "kemudian" menunjukkan bahwa kehendak mereka mengikuti
kehendak Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
لَا تَقُولُوا مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ
وَلَكِنْ قُولُوا مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ
“Janganlah kalian
mengatakan “Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan”, tetapi katakanlah,
“Atas kehendak Allah kemudian kehendak si fulan.” (shahih, HR. Abu
Dawud)
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Marwan
bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar