بسم
الله الرحمن الرحيم
Keutamaan Tauhid dan Bahaya Syirik (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul
'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau
mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah (sarana) yang mengarah kepada syirik. Semoga
Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Perusak Tauhid
6. Bernadzar untuk
selain Allah, ini juga syirik. Nadzar adalah ibadah tidak boleh diarahkan
kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Syaikh Qaasim Al Hanafiy dalam Syarh
Duraril Bihar berkata, “Nadzar yang dilakukan kebanyakan orang awam yang
biasa disaksikan misalnya seseorang punya kawan yang sudah lama menghilang atau
kawan yang sakit atau ia punya keperluan, ia pun mendatangi sebagian
orang-orang saleh dan menaruh tirai di kepalanya sambil berkata, “Wahai
sayyidiy (tuanku) fulan, jika Allah mengembalikan kawanku yang hilang, atau kawanku
yang sakit sembuh atau keperluanku terpenuhi, maka aku akan memberikan emas
atau perak sekian kepadamu, atau memberimu makanan atau minuman sebanyak
sekian, atau akan memberimu lilin dan minyak sebanyak sekian.” Nadzar ini adalah batil berdasarkan ijma’
karena beberapa alasan, di antaranya karena nadzar tersebut untuk makhluk,
sedangkan nadzar untuk makhluk tidak boleh, karena nadzar ibadah, sedangkan
ibadah tidak boleh untuk makhluk, di samping itu orang yang dinadzari untuknya
adalah orang yang sudah mati, sedangkan orang yang sudah mati tidak memiliki
apa-apa, selain itu ia beranggapan bahwa si mayit dapat mengatur urusan di
samping Allah. Keyakinan tersebut adalah kufur.
Syaikh Qaasim melanjutkan, “Jika anda
sudah mengetahui hal ini, maka dirham, lilin, minyak dan lainnya yang diambil
dan dipindahkan ke kuburan para wali sebagai pendekatan kepada mereka adalah
haram dengan ijma’ kaum muslimin.”
7. Meminta
pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah. ini juga syirik. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Ibnu ‘Abbas,
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ
وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada
Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada
Allah.” (Hasan shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi)
Perlu diketahui bahwa meminta pertolongan itu terbagi
terbagi dua:
a. Isti’anah
Tafwidh,
meminta pertolongan dengan menampakkan kehinaan, pasrah, dan sikap harap, ini
hanya boleh kepada Allah saja, syirik hukumnya jika mengarahkan kepada selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
b. Isti’anah
Musyarakah,
meminta pertolongan dalam arti meminta keikut-sertaan orang lain untuk turut
membantu, maka tidak mengapa kepada makhluk, namun dengan syarat dalam hal yang
mereka mampu membantunya.
Singkatnya, meminta pertolongan kepada makhluk boleh
apabila makhluk tersebut mampu melakukannya, ada di hadapan, dan masih hidup.
8. Termasuk wasilah/sarana yang bisa mengarah kepada syirik adalah ghuluw (berlebihan
memuji) para wali dan orang-orang saleh serta mengangkat mereka melebihi
posisinya; yaitu dengan berlebihan dalam memuliakan mereka atau mengangkat
posisi mereka kepada posisi para rasul atau bahkan melebihkan mereka di atas
para rasul dan yang lebih parah dari semua itu memposisikan mereka sebagai
tuhan, seperti anggapan bahwa mereka ikut serta mengatur alam semesta, boleh
meminta perlindungan kepada mereka, dsb.
Ketahuilah,
a.
Para rasul lebih tinggi dari para wali.
Meskipun kedudukan mereka tinggi di sisi Allah, namun mereka tidak suka
dimuliakan secara belebihan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ
النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ *
“Jangan kalian berlebihan terhadapku
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada (Isa) putra Maryam. Aku
hanyalah hamba-Nya, katakanlah, “Hamba Allah dan utusan-Nya.” (HR. Bukhari)
Orang-orang
nasrani ketika mereka berlebih-lebihan kepada Nabi mereka (Isa ‘alaihis salam),
akhirnya mereka menyembahnya, wal ‘iyaadz billah. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang umatnya berlebihan terhadap
Beliau agar mereka tidak melakukan hal yang sama dengan orang-orang Nasrani. Dalam
hadits tersebut Beliau menjelaskan kedudukan Beliau yaitu sebagai hamba Allah
dan rasul-Nya. Hamba menunjukkan tidak berhak diibadati dan rasul menunjukkan
tidak boleh diremehkan, bahkan kita harus menaati perintahnya, menjauhi
larangannya, membenarkan sabdanya, dan beribadah kepada Allah sesuai contohnya.
b.
Di antara bukti bahwa Beliau tidak suka
dilebih-lebihkan adalah Beliau tidak suka dihormati dengan berdiri.
Anas
radhiyallahu 'anhu berkata,
مَا كَانَ شَخْصٌ اَحَبُّ اِلَيْهِمْ
مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانُوْا اِذَا رَأَوْهُ
لَمْ يَقُوْمُوْا لَهُ لِمَا يَعْلَمُوْنَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ
“Tidak ada seorang pun yang paling dicintai
mereka (para sahabat) daripada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun
mereka apabila melihat Beliau, tidak berdiri untuknya karena mengetahui bahwa
Beliau tidak suka hal itu,” (Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi)
Di masa
hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau tidak suka dihormati
dengan berdiri, lalu bagaimana dengan orang-orang yang hidup setelah Beliau,
yang menghormati Beliau dengan berdiri ketika membaca rawi dan barzanji dengan
anggapan bahwa ruh Beliau sedang datang. Padahal tidak ada sama sekali dalil
baik dari Al Qur'an maupun As Sunnah yang menyebutkan bahwa ruh Beliau datang.
c.
Di antara contoh penghormatan masyarakat
kepada para tokoh masyarakat adalah menyambutnya dengan berdiri. Padahal
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang kedudukannya lebih tinggi dari
para wali tidak suka dengan hal itu, bahkan Beliau bersabda,
مَنْ اَحَبَّ اَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ
النَّاسُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa yang suka dihormati oleh
orang-orang dengan berdiri, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di
neraka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami no. 5967).
Berdiri
hanyalah dibolehkan kepada orang yang baru datang dari perjalanan jauh atau
pekerjaan yang melelahkan untuk menyejukkan hatinya, meringankan bebannya dan
membantunya seperti kepada tamu dan orang yang baru datang dari safar. Hal ini
sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri menyambut puterinya
Fathimah radhiyallahu 'anha, dan perintah Beliau kepada sebagian sahabat untuk
berdiri menghampiri Sa’ad yang terluka setelah memberi keputusan terhadap
orang-orang Yahudi yang berkhianat.
d. Yang lebih buruk
dari semua itu adalah sampai muncul keyakinan kufur, yaitu bahwa wali
mengetahui yang ghaib atau bahwa wali ikut mengatur alam semesta, seperti
keyakinan sebagian orang-orang shufi yang ghuluw. Ini adalah syirik dalam
rububiyyah Allah, dan termasuk syirik akbar.
9.
Termasuk syirik juga
adalah seperti yang dilakukan sebagian orang di kuburan Husain, mereka
melakukan thawaf di kuburan dan meminta dipenuhi kebutuhannya, seperti meminta
kesembuhan, dihilangkan derita, dan lainnya kepada kuburan itu. Ini adalah syirik
akbar.
Oleh karena
itu, Islam melarang membuat bangunan di atas kubur, menjadikannya kubah,
membangunkan masjid di atasnya dan mengapurinya. Ini semua untuk menjaga
tauhid.
10.
Termasuk syirik dan kekufuran adalah melakukan sihir, santet,
tenung, dsb (lihat QS. Al Baqarah: 102). Sihir, santet dan tenung termasuk hal
yang menafikan tauhid.
11.
Termasuk hal yang menafikan tauhid adalah mengolok-olok Allah,
Rasul, dan Al Qur’an (lihat QS. At Taubah: 65-66).
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Marwan
bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar