بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (19)
(SYAFAAT)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
BAB:
SYAFAAT
Firman
Allah Ta’ala,
وَأَنذِرْ بِهِ الَّذِينَ
يَخَافُونَ أَن يُحْشَرُواْ إِلَى رَبِّهِمْ لَيْسَ لَهُم مِّن دُونِهِ وَلِيٌّ
وَلاَ شَفِيعٌ
“Dan
berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut
akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak
ada seorang pelindung dan pemberi syafa'at pun selain Allah, agar mereka
bertakwa.” (QS. Saba: 23)
**********
Penjelasan:
Syafaat
artinya membantu seseorang untuk memperoleh apa yang diinginkannya dari orang
lain.
Pada
bab ini, penyusun (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) membantah
sikap kaum musyrik yang berdoa kepada para malaikat, para nabi, dan para wali
sambil menyatakan, “Memang kami tahu, bahwa mereka adalah makhluk, akan tetapi
mereka memiliki kedudukan di sisi Allah, kami ingin mereka memberikan syafaat
kepada kami di sisi-Nya,” Beliau menerangkan, bahwa hal itu merupakan perbuatan
syirik.
Dalam
ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan dengan Al Qur’an orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Rabb
mereka pada hari kiamat, sedangkan mereka tidak mempunyai teman dekat yang
dapat menolong mereka serta perantara yang dapat memberikan syafaat kepada
mereka di sisi-Nya tanpa izin-Nya, dengan harapan mereka mau mempersiapkan diri
untuk menghadapi hari itu dengan melakukan amal yang dapat menyelamatkan mereka
dari azab Allah pada hari Kiamat.
Dengan
demikian, dalam ayat di atas terdapat bantahan terhadap kaum musyrik yang
berdoa kepada para nabi dan orang-orang saleh karena hendak meminta syafaat
dari mereka.
Kesimpulan:
1.
Bantahan terhadap kaum
musyrik yang beribadah kepada para nabi dan orang-orang saleh karena hendak meminta
syafaat mereka.
2.
Disyariatkan mengingatkan
manusia dengan hari Kiamat.
3.
Peringatan akan bermanfaat
bagi orang-orang yang beriman.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ
جَمِيعًا
Katakanlah,
"Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya." (QS. Az
Zumar: 44)
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak
ada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS.
Al Baqarah: 255)
**********
Penjelasan:
Kedua
ayat di atas menunjukkan, bahwa para wali dan orang-orang saleh yang diminta
oleh orang-orang musyrik tidak memiliki syafaat sedikit pun, karena syafaat itu
semunya milik Allah Azza wa Jalla. Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan
syafaat kecuali setelah dizinkan oleh-Nya. Oleh karena itu, tidak ada seorang
pun yang berhak bicara pada hari Kiamat kecuali jika Allah mengizinkannya untuk
berbicara.
Pada
kedua ayat di atas terdapat bantahan terhadap kaum musyrik yang menjadikan para
malaikat, para nabi, atau patung dalam bentuk orang saleh sebagai pemberi
syafaat. Mereka mengira bahwa yang mereka sembah itu dapat memberikan syafaat
(pertolongan) untuk mereka di sisi Allah Ta’ala tanpa izin-Nya, padahal
orang-orang musyrik tidak diizinkan untuk diberi syafaat.
Kesimpulan:
1.
Bantahan terhadap kaum musyrik yang
meminta syafaat kepada makhluk.
2.
Semua syafaat milik Allah
Ta’ala, maka wajib meminta kepada-Nya saja.
3.
Kelirunya orang yang berkata,
“Wahai Rasulullah, berilah syafaat kepada kami,” yang benar adalah
mengatakan, “Ya Allah, berilah kami syafaat Rasul-Mu.”
4.
Menerangkan keagungan
Allah dan kebesaran-Nya, dan bahwa semua makhluk tunduk kepada kekuasaan-Nya.
5.
Menetapkan adanya syafaat bagi
orang yang diizinkan Allah Ta’ala.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي
السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ
اللهُ لِمَن يَشَاء وَيَرْضَى
“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka
sedikit pun tidak berguna, kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang
dikehendaki dan diridhai-(Nya).” (QS.
An Najm: 26)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan, bahwa banyak
para malaikat –meskipun kedudukan mereka tinggi di hadapan Allah- tidak berguna
syafaat mereka untuk manusia, kecuali jika Allah mengizinkannya kepada mereka,
sehingga mereka dapat memberi syafaat kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya
dan diridhai-Nya, yaitu jika orang itu bersih dari syirik. Jika
banyak para malaikat yang kedudukannya tinggi di hadapan-Nya tidak berhasil
memberikan syafaat, apalagi selain mereka. Dengan demikian, dalam ayat tersebut
juga terdapat bantahan kepada kaum musyrik yang meminta syafaat dari para
malaikat atau selainnya.
Kesimpulan:
1.
Bantahan terhadap kaum
musyrik yang beribadah kepada makhluk agar mendapatkan syafaat mereka.
2.
Syafaat hanya milik Allah
saja, maka tidak boleh diminta kecuali kepada-Nya.
3.
Syafaat tidak bermanfaat
kecuali dengan dua syarat:
a. Izin dari Allah kepada pemberi syafaat untuk
memberikan syafaat.
b.
Ridha Allah kepada yang
mendapatkan syafaat, yaitu ketika orang itu termasuk orang yang bertauhid.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ
زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ
وَلَا فِي الْأَرْضِ
Katakanlah, "Serulah mereka yang kamu anggap
(sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah(debu)pun
di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam
(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang
menjadi pembantu bagi-Nya.” (QS. Saba’: 22)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada kaum musyrik sebagai
bentuk tantangan, “Mintalah kepada sesembahan yang kamu sembah; yang kamu kira
dapat memberikan manfaat dan menghilangkan bahaya,” sesungguhnya
sesembahan-sesembahan itu tidak memiliki saham seberat zarrah (debu atau semut
kecil) pun di langit maupun di bumi, dan tidak pula menjadi pembantu bagi-Nya
dalam mengatur alam semesta, bahkan mereka juga tidak berani memberikan syafaat
kecuali jika Allah mengizinkan, sedangkan Dia tidak mengizinkan syafaat untuk
orang-orang musyrik. Singkatnya, sesembahan kaum musyrik sama sekali tidak
memiliki saham sedikit pun dalam penciptaan langit dan bumi, tidak bersekutu
dengan-Nya dalam kekuasaan-Nya, tidak menjadi pembantu-Nya, dan tidak berkuasa
memberikan syafaat. Oleh karena itu, sangat batil sekali menyembah
mereka.
Dalam
ayat tersebut juga terdapat bantahan terhadap kaum musyrik yang beribadah
kepada para wali agar mendapat syafaat mereka.
Kesimpulan:
1.
Bantahan terhadap kaum
musyrik yang beribadah kepada para malaikat dan lainnya, dengan anggapan bahwa
mereka dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya.
2.
Disyariatkan berdebat
dengan kaum musyrik untuk membatalkan kemusyrikan mereka.
3.
Memutuskan semua sebab
yang dijadikan sandaran kaum musyrik, dimana mereka menjadikannya sebagai
sesembahan dengan maksud memperleh manfaat. Padahal manfaat tidak akan terwujud
kecuali jika ada satu dari empat sifat ini: memiliki apa yang dibutuhkan
penyembahnya, sebagai sekutu bagi pemiliknya, sebagai pembantunya, atau dapat
memberikan syafaat dan pembelaan di hadapannya. Pada ayat di atas, Allah
menafikan semua sifat ini pada sesembahan kaum musyrik yang menunjukkan
batilnya menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4.
Menetapkan adanya syafaat
yang mendapat izin dari Allah Azza wa Jalla.
5.
Kaum musyrik tidak
mendapatkan syafaat, karena Allah tidak mengizinkannya.
**********
Abul
Abbas berkata, “Allah telah menafikan (meniadakan) semua yang menjadi tumpuan
kaum musyrik selain Diri-Nya sendiri. Dia menafikan adanya kekuasaan pada
selain-Nya, atau sebagian daripadanya, atau menjadi pembantu bagi Allah.
Tinggallah yang ada hanya syafaat, tetapi Dia menerangkan, bahwa syafaat itu
tidak bermanfaat selain kepada orang yang dizinkan Allah sebagaimana
firman-Nya,
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا
لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan
mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS.
Al Anbiya: 28)
Syafaat
yang dikira ada oleh kaum musyrik itu ditiadakan ada hari Kiamat sebagaimana
yang dinyatakan Al Qur’an. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
menyampaikan, bahwa Beliau nanti akan datang menghadap Allah, lalu bersujud
kepada-Nya dan memuji-Nya, dimana Beliau tidak langsung memohonkan syafaat,
selanjutnya dikatakan kepada Beliau, “Angkat kepalamu, katakanlah, sesungguhnya
perkataanmu didengar. Mintalah, niscaya permintaamu diberikan, dan berilah
syafaat, niscaya syafaatmu diterima.” (HR. Bukhari no. 3340, dan Muslim no.
194)
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling bahagia memperoleh syafaatmu?”
Beliau menjawab, “Orang yang mengucapkan Laailaahaillallah dengan ikhlas
dari hatinya.” (HR. Bukhari no. 99)
Syafaat
tersebut ditujukan untuk orang yang ikhlas dengan izin Allah, tidak diberikan
kepada orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pada
hakikatnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan karunia-Nya kepada orang yang
ikhlas (bertauhid), lalu Dia ampuni mereka melalui perantaraan doa orang yang
mendapat izin memberikan syafaat. Hal itu untuk memuliakannya, dan agar dia
memperoleh kedudukan yang terpuji.
Dengan
demikian, syafaat yang dinafikan Al Qur’an adalah syafaat yang mengandung
syirik. Oleh karena itu, ditetapkan adanya syafaat di beberapa tempat dalam Al
Qur’an. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan, bahwa
syafaat itu ditujukan untuk orang yang bertauhid dan ikhlas.”
**********
Penjelasan:
Abul
Abbas adalah Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Taimiyah,
seorang imam yang masyhur, penyusun berbagai karya yang bermanfaat bagi umat,
ia wafat pada tahun 728 H.
Penyusun
(Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) menyebutkan penjelasan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah di sini untuk menerangkan tafsir beberapa ayat yang
disebutkan pada bab ini.
Syafaat
yang diberikan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam ada enam syafaat:
Pertama, syafaat
yang khusus bagi Beliau saja, yaitu syafaat untuk orang-orang yang berada di
mauqif (padang mahsyar), agar Allah memutuskan urusan di antara mereka dan
membuat mereka mendapatkan keringanan pada saat itu.
Kedua,
syafaat Beliau untuk penghuni surga agar mereka memasukinya.
Ketiga,
syafaat Beliau untuk para pelaku maksiat yang seharusnya masuk neraka, namun
tidak jadi masuk ke dalamnya.
Keempat,
syafaat Beliau untuk para pelaku maksiat yang masuk neraka, agar mereka
dikeluarkan daripadanya.
Kelima, syafaat
Beliau untuk beberapa orang penghuni surga agar ditambah pahala mereka dan
ditinggikan derajatnya.
Keenam,
syafaat Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pamannya, yaitu Abu Thalib
agar diringankan azabnya di neraka.
Kesimpulan:
1.
Penjelasan sifat syafaat
yang dinafikan dan sifat syafaat yang ditetapkan adanya.
2.
Menerangkan tentang
syafaat kubra (agung), yaitu Maqam Mahmud (kedudukan terpuji) bagi Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa yang dilakukan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika itu, sehingga Beliau mendapatkan izin.
3.
Manusia yang paling
berbahagia memperoleh syafaat adalah orang-orang yang beriman.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar