بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (25)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, Syarh Riyadhush Shalihin karya
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada
kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya
dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ، قَالَ: «إِذَا تَقَرَّبَ العَبْدُ إِلَيَّ شِبْرًا
تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِذَا تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ
مِنْهُ بَاعًا، وَإِذَا أَتَانِي مَشْيًا أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً»
(96) Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; yang Beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza wa
Jalla, Dia berfirman, “Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, maka
Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku
mendekat kepadanya sedepa. Dan jika ia mendekat kepada-Ku sambil berjalan, maka
Aku akan mendekat kepadanya sambil berlari.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Hadits di
atas disebut hadits qudsi.
2. Barang siapa
yang mengerjakan ketaatan meskipun sedikit, maka Allah akan mendatanginya
dengan membawakan berbagai kemurahan-Nya. Semakin bertambah ketaatannya, maka
semakin bertambah pahalanya.
3. Besarnya
kemurahan Allah Azza wa Jalla; Dia memberikan pahala yang besar terhadap amal
yang sedikit.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ
فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ "
(97) Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu pada keduanya, yaitu kesehatan
dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Orang yang
tidak memanfaatkan kesehatan dan waktu luang dengan sebaik-baiknya, maka sama
saja telah tertipu.
2. Seorang hamba
ibarat seorang pedagang, dimana kesehatan dan waktu luang merupakan modalnya.
Barang siapa yang mengelola modalnya dengan sebaik-baiknya, maka ia akan
memperoleh keuntungan, dan barang siapa yang menyia-nyiakannya, maka ia akan
rugi dan menyesal, serta menjadi orang yang tertipu.
3. Sepatutnya
memanfaatkan kesehatan dan waktu luang untuk mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala, melakukan kebaikan sebelum lewat waktunya, karena setelah berlalu waktu
luang, maka akan diiringi dengan waktu sibuk, sebagaimana setelah sehat
diiringi sakit.
4. Islam
mendorong pemeluknya untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin, karena itulah
kehidupan. Demikian pula Islam mendorong untuk memanfaatkan kesehatan, karena
yang demikian dapat membantu menyempurnakan agamanya.
5. Dunia adalah
ladang untuk memperoleh akhirat, maka sepatutnya digarap dengan ketakwaan,
serta menggunakan nikmat yang ada untuk ketaatan kepada Allah Ta’ala.
6. Syukur nikmat
di antaranya adalah dengan menggunakan nikmat yang ada untuk ketaatan kepada
Allah Azza wa Jalla.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ
قَدَمَاهُ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَدْ
غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلاَ
أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا
(98) Dari Aisyah
radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
qiyamullail sehingga terpecah-pecah kedua telapak kakinya, lalu Aisyah berkata,
“Mengapa engkau bersikap demikian wahai Rasulullah, padahal Allah telah
mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang setelahnya?” Beliau bersabda,
“Tidak patutkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” (HR. Bukhari
dan Muslim. Ini adalah lafaz Bukhari, dan sama seperti ini dalam Shahih Bukhari
dan Muslim dari riwayat Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu).
Fawaid:
1. Kesungguhan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Bersungguh-sungguh
dalam beribadah sampai memadharatkan badan tidak mengapa selama tidak
membuatnya bosan.
3. Syukur bisa
dengan amal di samping dengan lisan dan hati.
4. Nikmat yang
diberikan hendaknya menjadikan seseorang bertambah sikap syukurnya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، أَحْيَا اللَّيْلَ،
وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ»
(99) Dari Aisyah
radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
telah memasuki sepuluh terakhir (bulan Ramadhan) menghidupkan malamnya,
membangunkan keluarganya, sungguh-sungguh, dan mengencangkan ikat sarungnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim. Mengencangkan ikat sarungnya merupakan ungkapan
terhadap sikap menjauhi wanita. Ada pula yang mengatakan, bahwa maksudnya
sunggu-sungguh dan fokus beribadah kepada Allah Azza wa Jalla).
Fawaid:
1.
Sungguh-sungguh dalam beribadah terutama pada waktu-waktu yang mulia.
2. Keutamaan
malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, karena di dalamnya terdapat malam Lailatul
Qadr.
3. Cara mengisi
sepuluh terakhir bulan Ramadhan adalah dengan sungguh-sungguh beribadah,
menjauhi wanita dengan beri’tikaf, menghidupkan malam harinya dengan banyak
beribadah, mengingatkan pula keluarga untuk memanfaatkan malam-malam itu dengan
beribadah.
4. Ketika
Ramadhan hampir selesai, hendaknya ibadah semakin ditingkatkan.
5. Perintah
mengingatkan keluarga terhadap ajaran Islam.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ
الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ
بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي
فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ *
(100) Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata,
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik
dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, namun pada keduanya ada
kebaikan. Bersegeralah untuk mengerjakan yang memberikan manfaat buatmu dan
mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah bersikap lemah, jika kamu tertimpa
sesuatu maka jangan katakan, “Kalau seandainya aku kerjakan ini dan itu,
tentu akan jadi begini dan begitu,” tetapi katakalah, “Allah telah
takdirkan, dan apa yang dikehendaki-Nya Dia lakukan,”
karena (kata) “Seandainya,” membuka pintu
amal (godaan) setan.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Seorang mukmin yang kuat adalah seorang yang mampu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan
semangat, bersabar dalam bergaul dengan manusia serta mendakwahi mereka,
melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, demikian pula bersabar menghadapi
gangguan mereka. Menurut Syaikh Salim Al Hilali, bahwa kuat di sini mencakup
kuat agamanya, kuat fisiknya, kuat jiwanya, dan kuat akalnya yang dapat
membantunya memikul beban agama, mendawahkannya, dan membelanya, sedangkan yang
lemah adalah kebalikan dari itu.
2. Perintah mengerjakan sebab dan meminta pertolongan
kepada Allah Azza wa Jalla.
3. Tunduk-pasrah terhadap perintah Allah, dan ridha
kepada takdir-Nya.
4. Perbedaan tingkatan keimanan kaum mukmin, meskipun
mereka sama pada asal(dasar) imannya.
5. Iman mencakup ucapan dan amalan, bertambah dengan
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
6. Seorang mukmin sepatutnya berusaha berjihad melawan
hawa nafsunya agar mencapai derajat mukmin yang kuat lagi sempurna.
7. Anjuran memadukan antara kuat iman dan kuat fisik.
8. Obat jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, yaitu
dengan pasrah dan ridha kepada takdir Allah Azza wa Jalla, tidak menengok masa
lalu, dan mengucapkan, “Qadarullah wa maa syaa’a fa’ala.” Sebagian ulama
ada yang membaca “Qaddarallahu wa maa syaa’a fa’al,” namun yang pertama
lebih kuat.
9. Beriman kepada takdir.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُولَ اللهِ - صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ، وَحُجِبَتِ
الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ»
(101) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Neraka dipagari oleh syahwat (hal yang disukai manusia), dan surga dipagari
oleh hal-hal yang tidak disukai.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim
dengan lafaz “Huffat” sebagai ganti “hujibat,” keduanya artinya
sama, yakni antara seseorang dengan neraka ada pagar itu. Jika ia mendekati
pagar itu, maka ia akan memasukinya).
Fawaid:
1. Surga tidak
diperoleh kecuali dengan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disukai, dan
untuk selamat dari neraka seseorang harus mengendalikan hawa nafsunya.
2. Surga dan
neraka sudah ada sekarang.
3. Terkadang seseorang
tidak suka kepada sesuatu, padahal di dalamnya terdapat kebaikan yang besar.
4. Perbuatan
maksiat biasanya disukai oleh jiwa, sedangkan perbuatan taat biasanya tidak
disukai jiwa.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa
alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin
Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin), Bahjatun
Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah
versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar