بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (4)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang mengenal Ilmu Takhrij Hadits
merujuk kepada kitab Ushulut Takhrij wa Dirasah Al Asanid Al Muyassarah
karya Dr. Imad Ali Jum’ah, semoga
Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Mengenal Musnad Al
Humaidiy, Abu Ya’la dan Ahmad
1. Musnad Al Humaidiy
Penulisnya adalah
Abdullah bin Az Zubair Al Humaidiy (w. 219 H) guru dari Imam Bukhari. Di
dalamnya memuat 1.300 hadits yang diurutkan sesuai musnad sahabat, namun tidak diurut sesuai urutan abjad, tetapi mengikuti urutan
sejarah. Diawali dengan Musnad Abu Bakar Ash Shiddiq, lalu para khulafa
rasyidin sesuai urutan sejarah mereka, kemudian Musnad 10 orang yang dijamin
surga selain Thalhah bin Ubaidillah, lalu
hadits-hadits Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa
sallam), kemudian para
sahahabiyah yang wanita lainnya, lalu hadits-hadits laki-laki kaum Anshar,
kemudian Musnad sahabat lainnya.
2. Musnad Abu Ya’la Al
Maushili
Penulisnya adalah Ahmad
bin Ali bin Al Mutsanna Al Maushiliy (w. 307 H). kitab ini terdiri dari 13 juz,
sebagai Musnad yang sangat besar. Tidak ada yang mirip besarnya selain Musnad
Ahmad.
Urutan nama para
sahabatnya tidak mengikuti metode tertentu. Diawali dengan Musnad
Khulafa Rasyidin selain Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, lau 10 orang yang
dijamin masuk surga selain Sa’id bin Zaid, selanjutnya musnad para sahabat
lainnya. Jumlah haditsnya terdiri dari
7.555 hadits.
Cara
mencari hadits tertentu di dalamnya adalah dengan melihat tahqiq (penelitian) seorang
muhaqqiq (peneliti) yang membuat fihris (daftar isi) khusus dalam satu juz yang
memuat sekian daftar, seperti daftar hadits dan atsar yang diurut sesuai ejaan
mengikuti lafaz awal hadits dan atsar, dimana fihris tersebut tanpa tambahan
alif lam ma’rifat ketika diurutkan, tidak membedakan sebuah hamzah baik hamzah
washal, qatha’ maupun hamzah istifham (k. Tanya), dan tidak juga membedakan
harakat hamzah yang berada di awal kata, baik berharakat kasrah, fathah, atau
dhammah. Di samping itu, tidak dibedakan di sana antara hadits dan atsar.
3. Musnad Ahmad
Penulisnya
adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy Syaibani (241 H). Kitab ini terdiri
dari beberapa jilid, diurutkan sesuai Musnad para sahabat, dimana beliau
meriwayatkan hadits-hadits setiap sahabat secara terpisah tanpa
melihat tema hadits tersebut.
Urutan
nama sahabat tidak disebutkan sesuai abjad, tetapi memperhatikan sahabat yang
paling utama, tempat singgah mereka, dan kabilah mereka.
Di
dalamnya memuat 904 musnad sahabat, dimana di antara musnad itu ada yang
mencapai ratusan hadits seperti musnad Abu Hurairah, para sahabat yang
menyampaikan banyak hadits, dan ada pula musnad yang hanya memuat satu hadits
saja, dan ada pula yang di antara itu.
Beliau
mengawali dengan musnad 10 orang yang dijamin masuk surga, mengawali dengan Abu
Bakar, lalu Umar, kemudian Utsman, lalu Ali, dan sahabat yang dijamin masuk
surga lainnya.
Lalu
beliau menyebutkan hadits Abdurrahman bin Abu Bakar, lalu tiga hadits milik
tiga orang sahabat, kemudian musnad Ahlul Bait dan menyebutkan hadits-hadits
mereka, demikian seterusnya hingga diakhiri dengan hadits Syaddad bin Al Hadi
radhiyallahu anhu.
Penerbit
Al Maktab Al Islami pernah menerbitkannya dengan menyertakan fihris
(daftar) nama para sahabat yang diurutkan sesuai huruf abjad, dimana pada
bagian depan setiap nama sahabat ada no juz dan halaman. Oleh karena itu, siapa
saja yang ingin mentakhrij sebuah hadits, maka ia harus tahun nama sahabat yang
meriwayatkannya. Dia bisa lihat fihris agar tahu pada musnad itu di juz dan
halaman berapa. Jika tidak menemukan, maka ia bisa lihat kitab-kitab hadits
lainnya.
Mengenal
kitab Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Athraf
Penulisnya
adalah Jamaluddin Abul Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al Mizziy (w. 742 H).
Di
kitab ini beliau menghimpun hadits-hadits yang ada dalam Kutubus Sittah
(Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah) dan sebagian
tambahannya dengan cara yang memudahkan pembaca untuk mengetahui sanad-sanadnya
yang bermacam-macam yang dikumpulkan dalam satu tempat.
Objek
kajiannya adalah menyebutkan bagian awal (athraf) hadits-hadits yang ada dalam
Kutubus Sittah dan tambahannya. Tambahannya adalah Mukadimah Shahih Muslim,
Al Marasil karya Abu Dawud, Al Ilal Ash Shaghirah karya Tirmidzi
di bagian akhir kitab jaminya, Asy Syamail karya Tirmidzi, dan Amalul
Yaumi wal Lailah karya Nasa’i.
Rumusnya
adalah
خ = البخاري
خت = البخاري تعليقا
م = مسلم د = أبو داود
مد = أبو داود في مراسيله ت = الترمذي
تم = الترمذى فى الشمائل
س = النسائي
ق = ابن ماجه
ع = ما رواه الستة
ز = tambahan penulis tentang pembicaraan terhadap
hadits tersebut
ك = Tambahan penulis yang sejalan dengan syarat yang
dibuat oleh Ibnu Asakir dalam kitabnya
Urutannya
sesuai biografi nama-nama sahabat yang
diurut sesuai urutan abjad. Jika sahabat tersebut banyak meriwayatkan hadits,
maka beliau membagi semua riwayatnya sesuai biografi sahabat atau tabiin yang
meriwayatkan darinya, dan ia mengurutkan sesuai urutan abjad pula.
Jika
riwayat salah seorang tabiin begitu banyak dari sebagian sahabat, dan banyak
pula yang mengambil riwayat darinya, maka ia membagi riwayatnya sesuai biografi
tabi’ut tabi’in yang meriwayatkan darinya.
Jumlah
musnad sahabat mencapai 905 musnad. Jumlah hadits mursal yang dinisbatkan
kepada tabiin dan setelahnya ada 400 musnad.
Sebab
terjadinya pengulangan hadits adalah karena penulis berusaha menyebutkan hadits
sesuai nama-nama sahabat, dimana sebagiannya diriwayatkan dari jalan sejumlah
sahabat sehingga terpaksa dilakukan pengulangan hadits.
Urutan
haditsnya adalah menyebutkan hadits-hadits setiap biografi rawi yang banyak
disebutkan oleh para penulis kitab hadits, lalu yang mendekatinya, dst.
Faedah
dari kitab ini sangat banyak di antaranya mengetahui sanad-sanad yang ada dalam
kutubus sittah dan tambahannya.
Contoh
isi kitab Tuhfatul Asyraf
Dengan contoh di bawah
ini kita ketahui metode penulisan antara kitab Tuhfatul Asyraf dan Dzakha’irul
Mawarits
Penulis kitab Tuhfatul
Asyraf berkata,
Huruf Alif: Dari Musnad Abyadh bin Hammal Al Himyari Al
Ma’ribi, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam –Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu majah-,
bahwa ada sebuah delegasi yang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
lalu meminta bagian wilayah yang memiliki kandungan garam di Ma’rib.
Abu Dawud:
Disebutkan dalam Al
Kharaj dari Qutaibah bin Sa’id dan Muhammad bin Al Mutawakkil Al Asqalani,
dimana keduanya meriwayatkan dari Muhammad bin Yahya bin Qais Al Ma’ribi dari
ayahnya dari Tsumamah bin Syurahbil dari Summiy bin Qais dari Syumair bin Abdul
Madan dari Abyadh bin Hammal.
Tirmidzi:
Disebutkan dalam Al
Ahkam dari Qutaibah dan Muhammad bin Yahya bin Abi Umar, dimana keduanya
meriwayatkan dari Muhammad bin Yahya bin Qais dengan isnadnya, ia berkata,
“Gharib.”
Nasa’i:
Disebutkan dalam Ihya’ul
Mawat (dalam Sunan Kubra) dari Ibrahim bin Harun, dari Muhammad bin Yahya
bin Qais.
Dari Sa’id bin Amr dari
Baqiyyah dari Abdullah bin Al Mubarak dari Ma’mar dari Yahya bin Qais Al
Ma’ribi dari Abyadh bin Hammal.
Dari Sa’id bin Amr dari
Baqiyyah dari Sufyan dari Ma’mar yang semisal dengan itu.
Sufyan berkata, “Ibnu
Abyadh bin Hammal menceritakan kepadaku dari ayahnya dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam hal yang sama seperti itu.”
Dari Abdussalam bin Atiq
dari Muhammad bin Al Mubarak dari Ismail bin Ayyasy dari Sufyan bin Uyaynah,
dimana keduanya meriwayatkan dari Umar bin Yahya bin Qais Al Ma’ribiy dari
ayahnya dari Abyadh bin Hammal yang semisal dengan hadits
itu.
Ibnu Majah:
Dalam Al Ahkam
dari Muhammad bin Yahya bin Abi Umar dari Farj bin Sa’id bin Alqamah bin Sa’id
bin Abyadh bin Hammal dari pamannya Tsabit bin Sa’id dari ayahnya yaitu Sa’id,
dari ayahnya yaitu Abyadh yang semisal hadits itu.
Mustadrakat
Hadits Nasa’i dalam riwayat Ibnul Ahmar, namun tidak disebutkan oleh Abul Qasim.
Perbandingan kitab Tuhfatul Asyraf dengan kitab Dzakha’irul
Mawarits
Tuhfatul Asyraf merupakan kitab terbaik bagi orang yang
ingin melihat sanad-sanad suatu hadits dan menghukumi sebuah hadits karena
banyaknya jalur-jalur dan berbeda para perawinya. Kelebihannya pula adalah
menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat dalam musnad-musnad
mereka yang memungkinkan seorang peneliti memperoleh haditsnya meskipun ia
hanya tahu seorang sahabat saja di antara yang meriwayatkannya. Adapun kitab Dzakha’irul
Mawarits, maka seseorang terkadang tidak menemukan hadits yang dicarinya
dalam musnad sebagian sahabat yang meriwayatkannya. Hanyasaja kelebihan kitab Dzakhairul
Mawarits adalah karena ringkasnya, dimana ukuran kitabnya kira-kira
seperempat dari kitab Tuhfatul Asyraf. Jumlah haditsnya ada 12.302
hadits, sedangkan jumlah hadits dalam Tuhfatul Asyraf ada 19.595 hadits.
Contoh Isi Kitab Dzakha’irul
Mawarits
Penulisnya adalah Abdul
Ghani Ad Dimasyqi An Nabulisi (w. 1143 H). isinya memuat athraf Kutubus Sittah
dan kitab Muwaththa. Disusun secara tertib mengikuti musnad sahabat sesuai
huruf abjad. Isinya dibagi tiga bagian:
Pertama, musnad laki-laki dari kalangan sahabat.
Kedua, musnad mereka yang masyhur dengan kunyah (panggilan)
tertentu, yang disusun sesuai huruf pertama kunyahnya.
Ketiga, musnad mereka yang masih mubham (tidak
diketahui namanya) dari kalangan laki-laki sesuai pembicaraan terhadap mereka; yang diurutkan sesuai nama orang-orang yang
meriwayatkan dari mereka.
Keempat, musnad wanita dari kalangan sahabat.
Kelima, musnad
wanita sahabat yang dikenal dengan nama kunyah
(panggilan)
tertentu.
Keenam, musnad wanita yang mubham dari kalangan
sahabat yang disusun sesuai urutan nama-nama yang meriwayatkan dari mereka.
Ketujuh, hadits-hadits yang mursal (terputus di
akhir sanad (tanpa disebutkan sahabat)) sesuai nama orang-orang yang memursalkannya. Kodenya
adalah:
خ =
البخاري م = مسلم
ت =
الترمذي د = أبو داود
س = النسائي ه = ابن ماجه
Metode
penulisan dalam kitab Dzakhairul Mawarits
1. Mengawali
dengan huruf hamzah dari kalangan sahabat, yaitu Abyadh bin Hammal Al Himyari.
2. Tidak
menyebutkan isnad selain guru penulis kitab itu yang meriwayatkan hadits tersebut
dan meninggalkan sanad lebihnya karena hendak meringkas, berbeda dengan Al
Mizziy dalam Tuhfatul Asyraf.
3. Hanya
memperhatikan makna atau sebagiannya tanpa memperhatikan lafaz dalam semua
riwayatnya, yaitu dengan menyebutkan bagian awal hadits dengan lafaznya dalam
sebagian kitab hadits dan mengisyaratkan dengan kode yang sesuai isinya dengan
kitab hadits tertentu secara makna; bukan sesuai lafaznya.
4. Jika
sebuah hadits diriwayatkan dari sejumlah sahabat, maka disebutkan salah seorang
saja dari mereka agar tidak terjadi pengulangan; berbeda dengan Al Mizziy.
5,
Siapa saja yang hendak melakukan takhrij menggunakan kitab ini, maka hendaknya
ia perhatikan makna hadits yang ingin dicarinya, tanpa memperhatikan lafaz
khusus, lalu memperhatikan siapa sahabat yang meriwayatkan hadits itu, karena
boleh jadi dalam sebuah sanad diriwayatkan dari Umar, namun yang disebutkan
dari sahabat lain di hadits itu, sehingga ia memastikan dulu sahabat yang meriwayatkan
hadits itu, kemudian menyingkap keadaannya pada tempat tertentu.
Bersambung….
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi
3.45, Ushulut Takhrij wa Dirasah As Sanad Al Muyassarah (Dr.
Imad Ali Jum’ah), dll.
0 komentar:
Posting Komentar