Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk تخريج الأحاديث
Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang mengenal Ilmu Takhrij Hadits merujuk kepada kitab Ushulut Takhrij wa Dirasah Al Asanid Al Muyassarah karya Dr. Imad Ali Jum’ah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Mengenal sebagian kitab Takhrij
1. Nashbur Raayah Li Ahaditsil Hidayah
Penulisnya adalah Jamaluddin Abdullah bin Yusuf Az Zaila’i (w. 762 H). Dalam kitab tersebut, ia mentakhrij hadits-hadits yang ada dalam kitab Al Hidayah terkait fiqih Hanafi karya Abu Bakar Al Marghinani (w. 593 H).
Kitab ini termasuk kitab yang sangat bermanfaat dan lengkap dalam hal takhrij, dimana di dalamnya menyebutkan jalan-jalan suatu hadits, menerangkan posisi sebuah hadits  dalam kitab-kitab sunnah, dan menyebutkan pendapat para imam di bidang Jarh wa Ta’dil terkait para perawi sanad hadits tersebut secara rinci.
Kitab ini termasuk ensiklopedi besar dalam mentakhrij hadits-hadits hukum yang dipakai semua madzhab.
Metode takhrijnya adalah:
a. Menyebutkan teks hadits yang disebutkan penulis kitab Al Hidayah
b.   Menyebutkan siapa saja yang meriwayatkan hadits tersebut di antara para pemilik kitab hadits sambil menyebutkan secara mendalam jalur-jalurnya dan posisinya.
c. Menyebutkan hadits yang menguatkan dan menerangkan makna hadits serta menyebutkan pula siapa yang meriwayatkannya dan diberinya isyarat dengan kata-kata ‘Ahaditsul baab’ (hadits-hadits yang semisal dengan masalah ini).
d. Hadits-hadits yang ada dalam kitab tersebut ditakhrij berurutan sesuai urutan kitab-kitab fiqih, dimulai dari kitab thaharah (bersuci), dan penulisnya mengikuti kitab asalnya yaitu Al Hidayah karya Al Marghinani.
e. Metode Az Zaila’i dalam mentakhrij hadits kemudian diikuti oleh para Ahli Hadits setelahnya, seperti Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam kitabnya Ad Dirayah dan At Takhishul Habir.
2. Ad Dirayah fi Takhrij Ahadits Al Hidayah
Penulisnya adalah Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H). kitab ini merupakan ringkasan terhadap kitab Nashbur Rayah karya Az Zaila’i yang memudahkan pemula dan mempersingkat waktunya di samping adanya tambahan penjelasan. Urutan takhrijnya seperti kitab Nashbur Rayah dan sesuai urutan fiqih.
3. At Talkhishul Habir fi Takhrij Ahadits Syarhil Wajiz Al Kabir
Penulisnya adalah Ahmad bin Ali bin Hajar Al Asqalani (w. 852 H). Kitab ini adalah ringkasan kitab Al Badrul Munir fi Takhrij Al Ahadits wal Aatsar Al Waqi’ah fi Asy Syarhil Kabir karya Sirajuddin Umar bin Ali bin Al Mulaqqin (w. 804 H) sebagai takhrij terhadap hadits-hadits yang ada dalam kitab Asy Syarhul Kabir.
Asy Syarhul Kabir adalah kitab fiqih madzhab Syafi’i karya Imam Ar Rafi’i (w. 623 H), dimana ia mensyarah (menerangkan) isi kitab Al Wajiz karya Imam Al Ghazali (w. 505 H).
Metode takhrijnya seperti dalam kitab Ad Dirayah. Di dalamnya disebutkan hadits-hadits sesuai urutan fiqih.
3. Al Mugni ‘an Hamlil Asfar fil Asfar
Penulisnya adalah Abdurrahim bin Al Husain Al Iraqi (w. 806 H). Ia mentakhrij hadits-hadits yang ada dalam kitab Ihya Ulumid Din karya Imam Al Ghazali (w. 505 H).
Metode takhrijnya adalah sebagai berikut:
a. Jika haditsnya ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim, maka cukup menyandarkan kepada keduanya.
b. Jika tidak ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim atau salah satunya, maka disebutkan ahli hadits yang meriwayatkannya dalam Kutubus Sittah (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
c. Jika ada dalam Kutubus Sittah, ia tidak menyandarkan kepada kitab-kitab hadits yang lain kecuali untuk tujuan tertentu seperti menerangkan bahwa yang meriwayatkannya juga termasuk orang yang berusaha memilih yang shahih dalam kitabnya atau karena lafaznya lebih dekat kepada lafaz kitab Al Ihya.
d. Jika hadits tersebut tidak ada dalam Kutubus Sittah, maka disebutkan posisinya di kitab hadits lainnya.
e. Jika ada pengulangan hadits dalam kitab Al Ihya dalam satu bab, maka cukup dengan takhrij pertama dalam bab tersebut.
f. Jika ada pengulangan hadits dalam kitab Al Ihya di bab yang lain, maka disebutkannya di semua tempat.
Gambaran takhrij Al Iraqi adalah menyebutkan lafaz awal hadits tersebut, menyebutkan sahabat yang meriwayatkan, dan siapa yang meriwayatkan hadits tersebut, menerangkan derajatnya; shahih, hasan, atau dha’if. Demikian pula apabila sebuah hadits tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits, maka ia mengatakan  ‘tidak ada asalnya’ atau ‘aku tidak mengetahuinya’.
Kitab ini termasuk kitab yang sangat penting, karena kitab Al Ihya banyak dipelajari manusia, namun sayangnya memuat hadits-hadits yang dhaif bahkan palsu. Maka Imam Al Iraqi mentakhrijnya dan memilah mana yang shahih dana mana yang dhaif dengan uraian yang mudah, jelas, dan ringkas.
Contoh Isi kitab Takhrij Hadits
1. Nashbur Rayah Li Ahadits Al Hidayah
Hadits ke-36: Hadits tentang duduk istirahat.
Aku (Az Zaila’i) berkata, “Diriwayatkan oleh Bukhari dari Malik bin Huwairits, bahwa ia melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika berada di rakaat ganjil tidak langsung bangkit sampai duduk dengan sempurna (duduk istirahat).
Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Qilabah, ia berkata, “Malik bin Huwairits pernah datang kepada kami ke masjidnya, lalu ia berkata, “Demi Allah, aku akan shalat, namun maksudku adalah untuk mengajarkan kepada kalian bagaimana aku lihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat.” Ketika itu ia duduk pada rakaat pertama saat mengangkat kepalanya dari sujud terakhir. Ayyub berkata, “Aku pun bertanya kepada Abu Qilabah, “Bagaimana ia shalat?” Ia menjawab,. “Seperti orang tua kita ini.” Ketika itu orang tua tersebut duduk (sejenak) saat mengangkat kepalanya dari sujud sebelum bangkit dari rakaat pertama.” Abu Dawud menambahkan, “Syaikh ini adalah imam mereka, yaitu Amr bin Salamah.”
Dalam kitab ini diterangkan, bahwa praktek ini dibawa maksudnya ‘ketika kondisi Beliau sudah tua’. (Nashbur Rayah 1/388)
2. Ad Dirayah fi Takhrij Ahadits Al Hidayah
Hadits tentang duduk istirahat disebutkan oleh Bukhari dari Malik bin  Huwairits, bahwa ia melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat berada pada rakaat yang ganjil, maka tidak bangkit sampai duduk secara sempurna. Pernyataan bahwa ‘hadits ini dibawa maksudnya karena keadaan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sudah tua’ adalah takwil yang butuh kepada dalil, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Malik bin Huwairits saat hendak berpisah dengannya, “Shalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat.” Ketika itu Beliau tidak merincikan, sehingga hadits ini adalah hujjah untuk mengikuti Beliau dalam hal tersebut (duduk istirahat).
3. At Talkhkishul Habir Fi Takhrij Ahadits Syarhil Wajiz Al Kabir
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits Ali yang menyebutkan bahwa Al Abbas bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk disegerakan zakatnya sebelum tiba waktunya, maka Beliau mengizinkannya.” Diriwayatakan oleh Ahmad dan para pemilik kitab Sunan, juga oleh Hakim, Daruquthni, dan Baihaqi dari hadits Hajjaj bin Dinar dari Al Hakam dari Hujayyah bin Adi dari Ali. Diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dari riwayat Israil dari Al Hakam dari Hajar Al Adawi dari Ali. Daruquthni menyebutkan perbedaan pendapat mengenai Al Hakam, namun ia menguatkan riwayat Al Manshur dari Al Hakam dari Al Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara mursal. Hal yang sama juga dikuatkan oleh Abu Dawud. Baihaqi berkata, “Syafi’i berkata, “Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa Beliau menerima lebih awal zakat harta Al Abbas sebelum tiba waktunya, namun  aku tidak tahu; apakah hadits itu shahih atau tidak?” Baihaqi berkata, “Yang dimaksud adalah hadits ini, namun dikuatkan oleh hadits Abul Bukhturi dari Ali, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami sedang membutuhkan, maka kami terima lebih awal harta Al Abbas  sebagai zakat untuk dua tahun.” Para perawinya adalah tsiqah, namun ada yang terputus. Dalam sebagian lafaznya disebutkan, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Umar, “Sesungguhnya kami menyegerakan zakat harta Al Abbas  pada tahun pertama.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath Thayalisi dari hadits Abu Rafi.”
Hadits tentang “Allah melaknat wanita yang meratap dan wanita yang menyimaknya,” dalam sebagian naskah disebutkan “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat,” diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Abu Sa’id dengan lafaz kedua, namun dianggap munkar oleh Abu Hatim dalam Al Ilal, dan diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi dari hadits Atha dari Ibnu Umar, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Addi dari hadits Al Hasan dari Abu Hurairah, namun semuanya dha’if.
Hadits “Bukan termasuk golongan kami orang yang menampar pipi dan merobek kerah baju,” hadits ini telah disepakati keshahihannya dari hadits Ibmu Mas’ud dengan tambahan, “Dan menyeru dengan seruan Jahiliyyah.”
4. Al Mughni ‘an Hamlil Asfar
Al Iraqi rahimahullah berkata, “Hadits bahwa ‘Allah yang menciptakan air sebagai penyuci, tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu kecuali jika sampai ada yang merubah warna, rasa, atau baunya’. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah dengan isnad yang dha’if. Hadits tersebut diriwayatakan oleh Abu Dawud, Nasa’i, dan Tirmidzi dengan tanpa ada pengecualian dari hadits Abu Sa’id, dan dishahihkan oleh Abu Dawud dan lainnya.
Hadits ‘Binasalah orang-orang yang berlebihan’ diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Ibnu Mas’ud.
Bersambung….
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Ushulut Takhrij wa Dirasah As Sanad Al Muyassarah (Dr. Imad Ali Jum’ah),  dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger