Fiqih Zakat (11)


بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk زكاة الانعام
Fiqih Zakat (11)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang fiqih zakat yang banyak merujuk kepada kitab Fiqhussunnah karya Syaikh Sayyid Sabiq, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Zakat Hewan Ternak
Telah ada dalam hadits-hadits yang shahih yang dengan tegas menyebutkan kewajiban zakat pada unta, sapi, dan kambing. Bahkan ulama juga sepakat untuk mengamalkan kewajiban ini.
Untuk wajibnya zakat pada hewan ternak disyaratkan beberapa syarat berikut:
1. Mencapai nishab
2. Berlalu haul
3. Hewan tersebut harus saimah, yakni hewan tersebut digembalakan di rerumputan mubah pada sebagian besar hari-harinya dalam setahun[i].
Jumhur (mayoritas) para ulama memperhatikan syarat ini, dan tidak ada yang menyelisihinya selain Malik dan Laits, karena keduanya mewajibkan zakat pada hewan ternak secara mutlak, baik yang saimah (digembalakan) maupun yang diberi pakan, baik dipakai untuk bekerja (seperti untuk mengangkut barang) maupun tidak.
Akan tetapi hadits-hadits yang membatasi dengan keadaannya yang harus saimah menunjukkan, bahwa jika diberi pakan maka tidak kena zakat. Penyebutan sifat itu pasti ada faedahnya tidak mungkin tanpa arti.
Ibnu Abdil Bar berkata, “Aku tidak mengetahu seorang pun dari para fuqaha (Ahli Fiqih) di berbagai negeri yang berpendapat seperti Malik dan Laits.”
Zakat Unta
Tidak ada zakat pada unta sampai berjumlah lima ekor. Oleh karena itu, ketika unta berjumlah lima ekor dengan keadaannya yang saimah dan berlalu haul padanya, maka zakat yang dikeluarkan seekor kambing[ii].
Ketika berjumlah 10 ekor, maka zakatnya dua ekor kambing. Demikian seterusnya, setiap bertambah lima, maka zakatnya seekor kambing.
Ketika jumlah unta mencapai 25 ekor, maka zakat yang dikeluarkannya berupa bintu mkhadh (unta betina yang sudah berusia setahun dan masuk tahun kedua) atau ibnu labun (unta jantan yang usianya dua tahun dan masuk tahun ketiga) [iii].
Ketika jumlah unta mencapai 36 ekor, maka zakatnya bintu labun (unta jantan yang usianya dua tahun dan masuk tahun ketiga).
Ketika jumlah unta mencapai 46 ekor, maka zakatnya seekor hiqqah (unta yang telah berusia empat tahun dan masuk tahun kelima).
Ketika jumlah unta mencapai 76 ekor, maka zakatnya dua bintu labun.
Ketika jumlah unta mencapai 91-120 ekor, maka zakatnya dua hiqqah. Apabila jumlahnya lebih, maka setiap 40 ekor zakatnya bintu labun, sedangkan pada setiap 50 ekor zakatnya seekor hiqqah.
Ketika berbeda usia unta dalam hal kewajiban zakat, maka ketika ia berkewajiban mengeluarkan zakat yang jadza’ah, sedangkan dia tidak memiliki jadza’ah dan memiliki hiqqah, maka hiqqah tersebut diterima dengan tambahan dua kambing jika mudah, atau dua puluh dirham. 
Barang siapa berkewajiban mengeluarkan zakat hiqqah, namun yang ada hanya jadza’ah, maka jadza’ah tersebut diterima, lalu pemungut zakat memberikan kepadanya dua puluh dirham atau dua ekor kambing.
Barang siapa berkewajiban mengeluarkan zakat bintu labun, namun tidak ada bintu labun, yang ada bintu makhadh, maka bintu makhadh itu diterima dengan tambahan dua ekor kambing jika mudah baginya atau 20 dirham.
Barang siapa berkewajiban mengeluarkan zakat bintu makhadh, namun tidak ada, yang ada ibnu labun yang jantan, maka zakatnya diterima tanpa adanya tambahan.
Jika seseorang hanya memiliki 4 ekor unta, maka tidak kena zakat kecuali pemiliknya mau bersedekah[iv].
Demikianlah kewajiban zakat pada unta yang diberlakukan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu di hadapan para sahabat radhiyallahu anhum tanpa ada yang menyelisihi.
Dari Az Zuhri dari Salim dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menetapkan kewajiban zakat namun tidak ditampakkan tulisan itu kepada para amilnya hingga Beliau wafat, maka Abu Bakar menampakkannya, lalu tulisan itu diamalkan sampai ia wafat, kemudian Umar menampakkannya, lalu tulisan itu diamalkan sampai ia wafat.
Ayah Salim berkata, “Ketika Umar wafat pada hari wafatnya, tulisan tersebut menyatu dengan wasiatnya.”
Zakat Sapi[v]
Adapun sapi, maka tidak ada zakatnya sampai berjumlah 30 ekor yang saimah (mendapatkan makanan dengan cara digembalakan) dan berlalu setahun. Ketika inilah zakatnya seekor tabi (sapi jantan yang berusia setahun) atau tabi’ah (sapi betina yang berusia setahun)
Dan tidak ada lagi zakatnya sampai berjumlah 40 ekor yang zakatnya seekor musinnah[vi] (sapi betina yang usianya dua tahun), dan tidak ada zakat padanya sampai berjumlah 60 ekor. Ketika telah mencapai 60 ekor, maka zakatnya dua ekor tabi.
Ulama yang lain berpendapat, zakat sapi yang jumlahnya 40 ekor adalah yang musinnah, kecuali jika keseluruhannya jantan, maka tidak mengapa yang jantan sebagaimana telah disepakati ulama.
Jika 70 ekor, maka zakatnya seekor musinnah dan seekor tabi. Jika 80 ekor, maka zakatnya 2 ekor musinnah. Jika 90 ekor, zakatnya 3 tabi. Jika 100 ekor zakatnya seekor musinnah dan 2 tabi. Jika jumlahnya 110, maka zakatnya 2 ekor musinnah dan seekor tabi. Jika 120 ekor, maka zakatnya 3 musinnah atau 4 ekor tabi. Demikian seterusnya, setiap 30 ekor zakatnya seeekor tabi, dan setiap 40 ekor zakatnya seekor musinnah.
Zakat kambing[vii]
Kambing tidak ada zakatnya sampai mencapai 40 ekor. Ketika telah mencapai 40 ekor dan berlalu setahun, maka zakatnya seekor syath (kambing) sampai berjumlah 120.
Ketika berjumlah 121, maka zakatnya 2 ekor kambing sampai 200 ekor.
Ketika berjumlah 201 ekor, maka zakatnya 3 ekor kambing sampai berjumlah 300 ekor. Ketika melebihi 300, maka setiap 100 ekor zakatnya seekor kambing.
Jika domba, maka diambil yang jadza’ah (enam bulan atau lebih), dan jika kambing, maka diambil yang tsaniyyah (setahun penuh).
Para ulama sepakat, bolehnya mengeluarkan yang jantan dalam zakat, apabila semua kambing yang telah mencapai nishab terdiri dari kambing jantan.
Jika hanya betina, atau ada jantan dan betina, maka boleh mengeluarkan yang jantan menurut ulama madzhab Hanafi, namun menurut yang lain harus yang betina.
Hukum Awqash
Awqash adalah bentuk jamak dari kata waqsh, yaitu hewan-hewan yang berada di antara dua batas kewajiban zakat (misalnya hewan kambing di antara 40 dan 121). Menurut kesepakatan ulama, hewan-hewan tersebut tidak dizakati. Hal ini dapat difahami dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam terkait zakat unta misalnya,
فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ، فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى، فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلاَثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى
 “Apabila mencapai 25, maka zakatnya bintu makhadh yang betina. Apabila jumlahnya mencapai 36 sampai 45, maka zakatnya bintu labun yang betina.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i, dan Darimi)
Terkait zakat sapi, Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا بَلَغَتْ ثَلَاثِينَ فَفِيهَا عِجْلٌ تَابِعٌ جَذَعٌ أَوْ جَذَعَةٌ حَتَّى تَبْلُغَ أَرْبَعِينَ، فَإِذَا بَلَغَتْ أَرْبَعِينَ فَفِيهَا بَقَرَةٌ مُسِنَّةٌ
“Ketika sapi telah berjumlah 30 ekor, maka zakatnya seekor sapi yang tabi, baik yang jadza’ah jantan maupun betina sampai berjumlah 40 ekor. Ketika telah mencapai 40 ekor, maka zakatnya seekor sapi yang musinnah (2 tahun).” (Hr. Nasa’i, dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Terkait zakat kambing, Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَفِي سَائِمَةِ الْغَنَمِ إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ، فَفِيهَا شَاةٌ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ
“Pada kambing yang saimah (diberi makan dengan digembala) apabila berjumlah 40 ekor, maka zakatnya seekor kambing sampai berjumlah 120 ekor.” (Hr. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Al Albani)
Oleh karena itu, antara 25 sampai dengan 36 unta adalah waqsh; tidak kena zakat.
Demikian pula antara 30 ekor sapi dengan 40 ekor sapi juga waqsh, demikian pula pada kambing.
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.


[i] Inilah pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Menurut Syafi’i, bahwa jika hewan diberi pakan dengan kadar ukuran yang sebenarnya hewan itu masih hidup tanpa pakan itu, maka tetap wajib zakat. Jika hewan tersebut tidak dapat hidup tanpa pakan tersebut, maka tidak wajib zakat, dan hewan masih bisa hidup tanpa makan selama dua hari; tidak lebih.
[ii] Kambing atau syaath adalah kambing jadza’ah, yakni apabila biri-biri atau domba yang usianya hampir setahun, atau jika kambing sudah berusia setahun.
[iii] Tidak diambil hewan jantan dalam zakat apabila pada hewan yang telah mencapai nishab itu ada betina selain Ibnu Labun ketika tidak ada bintu makhadh. Apabila unta itu semuanya jantan, maka boleh mengambil yang jantan.
[iv]  Imam Syaukani berkata, “Hal ini dan semisalnya menunjukkan bahwa zakat tertuju kepada ‘ain (barangnya), jika tertuju kepada nilai, tentu penyebutan itu sia-sia, karena nilai berubah sesuai perubahan waktu dan tempat.
[v] Termasuk pula kerbau.
[vi] Menurut madzhab Hanafiyyah, bahwa diperbolehkan mengeluarkan yang musinnah (sapi betina yang usianya dua tahun) dan yang musin (sapi jantan yang usianya dua tahun).  .
[vii] Termasuk domba atau biri-biri dan kambing. Dan karena keduanya sejenis, maka digabungkan berdasarkan ijma sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnul Mundzir.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger