Adab Ketika Berbicara

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا او ليصمت
Adab Ketika Berbicara
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang adab ketika berbicara, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Lisan merupakan nikmat yang bisa dipakai untuk kebaikan atau keburukan. Barang siapa yang menggunakannya untuk kebaikan maka dia akan mendapatkan keberuntungan yang besar di dunia dan akhirat. Sebaliknya, barang siapa yang menggunakannya untuk keburukan maka lisannya ini dapat menyebabkan dirinya mendapatkan kesengsaraan di dunia dan akhirat, maka jagalah lisan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (Hr. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
«إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ»
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata yang mendatangkan keridhaan Allah namun tidak disadarinya, padahal dengannya Allah meninggikan beberapa derajat untuknya. Dan seseorang benar-benar mengucapkan kata-kata yang mengundang kemurkaan Allah namun tidak disadarinya yang membuatnya jatuh ke dalam neraka Jahannam.” (Hr. Bukhari dari Abu Hurairah)
«إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ، أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ»
“Sesungguhnya seorang hamba ada yang mengucapkan kata-kata yang tidak dipedulikannya, padahal karenanya ia jatuh ke dalam neraka yang jauhnya lebih jauh daripada antara timur dan barat.” (Hr. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu,
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟ فَقُلْتُ : بَلىَ  يَا رَسُوْلَ اللهِ . فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالِ : كُفَّ  عَلَيْكَ هَذَا. قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ، وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمَ بِهِ ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وَهَلْ   يَكُبَّ النَاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ –أَوْ قَالَ : عَلىَ مَنَاخِرِهِمْ – إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ .
Maukah kamu aku beritahukan penopang semua (amal) itu? Mu’adz menjawab, Mau wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah berisyarat ke lisannya dan bersabda, “Jagalah ini.” Aku berkata, Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa karena ucapan yang kita sampaikan? Beliau bersabda, “Bagaimana kamu ini, bukankah yang menyebabkan orang-orang terjungkil balik di atas wajahnya di neraka –atau kata Beliau: di atas hidungnya- karena ulah lisan-lisan mereka.” (HR. Tirmidzi, ia katakan, “Hadits hasan shahih")
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Jika engkau hendak berbicara, maka berfikirlah dahulu sebelum berbicara. Apabila ada maslahatnya barulah bicara, jika ragu-ragu, maka tunggu dengan tidak berbicara sampai jelas (maslahatnya).” (Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Al Adzkar)
Nah, untuk menjaga lisan agar tidak menjadikan pelakunya terjungkil balik di neraka, maka perhatikanlah adab-adab berikut:
1. Berbicaralah yang baik, seperti untuk memberi nasihat, berdzikir, menyampaikan kebaikan, mengajak orang lain membantu saudaranya, dan mendamaikan orang yang bertengkar. Allah Ta’ala berfirman,
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (Qs. An Nisaa: 114)
2. Berbicaralah dengan kata-kata yang dapat didengar oleh orang lain; tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan. Demikian pula dengan kata-kata yang dapat difahami orang-orang yang berada di sekitarnya tanpa berpura-pura dan berlebihan. Allah Ta’ala berfirman,
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِي
“Lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Qs. Luqman: 19)
Ali radhiyallahu anhu berkata, “Berbicaralah kepada manusia dengan kata-kata yang mereka pahami. Sukakah kalian jika Allah dan Rasul-Nya didustakan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
3. Hindarilah banyak bicara, karena banyak bicara adalah kunci pembuka pintu dusta, pintu ghibah (menggunjing), dan namimah (adu domba) serta pintu-pintu maksiat lisan lainnya. Ketahuilah,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
 Tidak ada suatu ucapan pun yang  diucapkan sseseorang  melainkan  ada  di  dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qs. Qaaf: 18)
4. Sempatkanlah membaca Al Qur’an. Berusahalah untuk menjadikannya wirid harian dan upayakanlah untuk menghapal semampunya agar mendapatkan pahala yang besar pada hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan itu akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidaklah mengatakan Alif laam miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits hasan shahih gharib.” Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani)
5. Tidak baik bagimu selalu menyampaikan setiap berita yang kamu dengar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang berdusta ketika menyampaikan setiap yang didengarnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
5. Berbicaralah untuk hal yang mengandung manfaat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ»
 “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak berguna.” (Hr. Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Al Albani)
6. Hindarilah bermulut besar, memaksakan diri dalam berbicara (berfasih-fasih) dan terlalu dalam ketika bicara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku majlisnya pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh majlisnya pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara lagi berlebihan, yang berfasih-fasih (sambil merendahkan orang lain) dan orang yang bermulut besar (sombong dalam bicara).” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
7. Jadikanlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam teladanmu, dimana Beliau banyak berdzikir dan banyak berfikir, serta hanya tersenyum.
8. Hindarilah sikap mengejek, mengolok-olok dan memandang rendah lawan bicara. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setekah beriman. Barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Qs. Al Hujurat: 11)
Maksud “Jangan mencela dirimu sendiri” adalah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
Sedangkan maksud “panggilan yang buruk” adalah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman dengan panggilan “Hai fasik, Hai kafir,” dan sebagainya.
9. Hindarilah berkata kotor, mencela dan melaknat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
“Orang mukmin  bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata kotor.” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh Al Albani)
Beliau juga bersabda,
«إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا صَعِدَتِ اللَّعْنَةُ إِلَى السَّمَاءِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ دُونَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُهَا دُونَهَا، ثُمَّ تَأْخُذُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَإِذَا لَمْ تَجِدْ مَسَاغًا رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فَإِنْ كَانَ لِذَلِكَ أَهْلًا وَإِلَّا رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا»
"Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, dan tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu akan turun lagi ke bumi, namun pintu-pintu bumi telah tetutup. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri, jika tidak mendapatkan tempat berlabuh, ia akan menghampiri orang yang dilaknat, jika layak dilaknat. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang melaknat." (Hr. Abu Dawud no. 4905 dari Abu Darda, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani)
10. Jika kamu mendengar pembacaan Al Qur’an, maka berhentilah berbicara sebagai adab terhadap firman Allah Azza wa Jalla. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Qs. Al A’raaf: 204)
11. Pergunakanlah lisanmu untuk kebaikan seperti untuk dzikir, beramar ma’ruf dan nahy munkar, bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beristighfar, memberi nasehat, berdakwah, dsb.
12. Jauhilah berdebat meskipun kita berada di posisi yang benar, dan janganlah bercanda yang dusta.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ»
“Aku menjamin istana di sekitar surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar, dan menjamin istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda, serta aku menjamin istana di bagian atas surga bagi orang yang baik akhlaknya.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)
13. Pelan-pelan ketika bicara dan tidak terburu-buru.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila berbicara, maka jika ada yang mau menghitung kata-katanya tentu mampu menghitungnya. (Hr. Bukhari dan Muslim)
14. Menjauhi ghibah (gosip) dan namimah (mengadu domba).
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Qs. Al Hujurat: 12)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟» قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ» قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: «إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kalian ghibah itu?” Para sahabat berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Yaitu ketika engkau menyebut tentang saudaramu hal yang tidak disukainya.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana jika memang demikian keadaan saudaraku?” Beliau menjawab, “Jika demikian keadaan saudaramu, berarti engkau telah mengghibahinya, dan jika tidak demikian keadaan saudaramu maka berarti engkau telah berkata dusta terhadapnya.” (Hr. Muslim)
15. Menyimak kata-kata lawan bicara, tidak memutuskan pembicaraannya, dan tidak menampakkan keilmuannya dalam bicara, serta tidak memandang bodoh pendapatnya, serta tidak mendustakannya.
16. Tidak terus bicara tanpa memberikan kesempatan bagi yang lain untuk berbicara.
17. Tidak kasar dan keras ketika berbicara.
Allah Ta’ala menyebutkan sifat Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ 
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran: 159)
Wallahu a’lam, wa shallahu alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Adabul Muslim fil Yaumi wal Lailah (Darul Wathan), Kutubus Sittah, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami At Tirmidzi (Abul Alaa Muhammad Abdurrahman Al Mubarakfuriy), ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud (Muhammad Asyraf bin Amir Al Azhim Abadi), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger