Al Fawaid (Sebagian Faedah Bermanfaat)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫صيد الفوائد‬‎ 
Al Fawaid (Sebagian Faedah Bermanfaat)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut beberapa faedah bermanfaat yang terlintas di hati yang segera kami tangkap dan perlu disampaikan mengikuti Imam Ibnul Jauzi dalam bukunya Shaidul Khathir (menangkap hal-hal yang terlintas di hati). Fawaid terdiri dari:
1. Faedah Seputar tauhid
2. Mengapa Terus Belajar Tauhid
3. Mengenal Manusia Hewani
4. Orang Yang Mengejar Dunia dan Orang Yang Mengejar Akhirat
5. Antara Orang Yang Menutup Aurat dan Orang Yang Membuka Aurat
6. Orang Yang Ingin Masuk Surga Namun Tidak Mau Beramal Saleh
7. Cita-Cita Setinggi Langit dan Cita-Cita Serendah Dunia
8. Pahala Jariyah dan Dosa Jariyah
9. Agar Chatingan dan Postingan Kita di Media Sosial Menghasilkan Pahala
10. Sederhana Orang Badui
11. Ember Bocor
12. Perisai Yang Bolong
13. Antara Agama, Akal, dan Nafsu
14. Memaafkan Orang Lain
15. Problematikan Umat Zaman Ini
16. Antara Istighfar dan Dzikir Lainnya
17. Obat Penyakit Ujub
18. Sudah Berapa Kali Kita Khatamkan Al Qur’an?
19. Bagaimana Membimbing Buah Hati Kita?
20. Ikhlas dan Sesuai Sunnah Syarat Diterima Amalan
21. Jangan Meremehkan Berdoa Kepada Allah Azza wa Jalla
22. Keutamaan Mengajarkan Al Qur’an Kepada Anak-Anak
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
1. Faidah Seputar Tauhid
Saya sering menyampaikan ke teman-teman agar hendaknya mereka  mempelajari dan mendalami Akidah Shahihah atau akidah Ahlussunnah wal Jamaah, dan tidak terlalu mendalami aliran dan pemikiran-pemikiran menyimpang.
Hal itu karena dengan kita memahami akidah shahihah, maka kita akan mengetahui sisi batilnya aliran-aliran sesat atau pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan mengetahui kesesatannya.
Perumpamannya seperti seorang siswa ketika mengikuti ujian sekolah dan diberikan soal yang terdiri dari pilihan ganda a, b, c, dan d. Kalau kita sdh pelajari yang benar, maka kita bisa menjawabnya dan tahu bahwa yang selebihnya adalah salah.
Di samping itu, jika akidah kita kurang kokoh dikhawatirkan kita terbawa oleh pemikiran yang menyimpang atau syubhat itu.
Berikut akidah shahihah atau akidah Ahlussunnah wal Jamaah agar kita dapat memahaminya, silahkan baca di sini:👇
Di dalamnya terdapat Syarah Tsalatsatil Ushul, Qawaid Arba, Tauhid Muyassar, Syarah Kitab Tauhid, Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jamaah, Qawaid Mutsla, dll.
2. Mengapa Terus Belajar Tauhid
Jika seseorang bertanya kepadaku, “Mengapa Engkau terus-menerus belajar dan mengajarkan tauhid?”
Jawab: Aku terus belajar dan mengajarkan tauhid di antaranya karena beberapa alasan ini:
Pertama, agar aku dapat istiqamah di atas tauhid sehingga termasuk ke dalam golongan orang-orang yang disebutkan dalam Al Qur’an,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan Kami adalah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) berduka cita.” (Qs. Al Ahqaaf: 13)
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Qs. Fushshilat: 30)
Bagaimana saya dapat istiqamah, kalau saya tidak terus belajar tauhid.
Kedua, agar aku diberikan keteguhan oleh Allah Azza wa Jalla di dunia dan di akhirat (di alam kubur). Allah Azza wa Jalla berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim.” (Qs. Ibrahim: 27)
Ucapan yang teguh di ayat ini adalah kalimat Tauhid.
Keteguhan di dunia adalah ketika datang fitnah syubhat dengan ditunjukkan Allah kepada keyakinan, ketika datang fitnah syahwat dengan ditunjukkan kepada tekad yang kuat; mendahulukan apa yang dicintai Allah daripada menuruti hawa nafsunya. Sedangkan keteguhan di akhirat adalah dengan diberikan kemampuan menjawab dengan benar pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir tentang Tuhannya, agamanya dan nabinya.  
Ketiga, agar aku dapat memurnikan tauhid kepada Allah semurni-murninya yang keutamaannya masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah berkata,
بَابُ مَنْ حَقَّقَ التَّوْحِيْدَ دَخَلَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Bab : Barang siapa yang memurnikan tauhid semurni-murninya, maka dia akan masuk surga tanpa hisab (dan tanpa azab)
Di bab tersebut beliau pun menyebutkan dalilnya, di antaranya hadits 70.000 umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab, yang sebabnya adalah karena memurnikan tauhid semurni-murninya.
Dan seseorang tidak dapat memurnikan tauhid semurni-murninya tanpa belajar tauhid sehingga dia tahu mana perkara yang dapat merusak tauhidnya (seperti syirik akbar) dan mana perkara yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid (seperti syirik asghar) sehingga dia dapat menjauhi keduanya.
Keempat, agar mendapatkan keamanan dan hidayah dari Allah Azza wa Jalla.  Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al An’aam: 82)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Mereka itu adalah orang-orang yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, mereka juga tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Mereka akan memperoleh keamanan pada hari Kiamat dan mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, barang siapa yang melakukan tauhid secara sempurna, ia akan memperoleh keamanan dan petunjuk yang sempurna, serta akan masuk surga tanpa azab.”
Kelima, agar mendapatkan syafaat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ، أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat adalah orang yang menyatakan Laailaahaillallah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya.” (Hr. Bukhari)
Aku berharap kepada Allah agar memperoleh syafaat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
3. Mengenal Manusia Hewani
Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ 
"Orang-orang kafir bersenang-senang dan makan seperti halnya hewan, dan nerakalah tempat tinggal mereka." (Qs. Muhammad: 12)
Ayat yang mulia ini menerangkan kesamaan orang-orang kafir dengan hewan, karena fokus perhatian mereka hanya kepada perut dan nafsu saja seperti halnya hewan, dan tidak adanya kesempatan beribadah kepada Allah di sela-sela waktu mereka.
Berdasarkan ayat ini, maka kalau ada manusia yang fokus perhatiannya hanya kepada perut dan nafsu dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali, dan tidak memyempatkan diri beribadah kepada Allah di sela-sela waktunya, maka mereka tidak ubahnya seperti hewan, sehingga jadilah mereka Manusia Hewani/Bahimi.
4. Orang Yang Mengejar Dunia dan Orang Yang Mengejar Akhirat
Orang yang mengejar dunia seperti orang yang menanam rumput dan tidak tumbuh padi. Sedangkan orang yang mengejar akhirat seperti orang yang menanam padi, maka rumput akan ikut pula tumbuh. Maksudnya orang yang mengejar akhirat, akan memperoleh dunia juga.
5. Antara Orang Yang Menutup Aurat Dengan Orang Yang Membuka Aurat
Orang yang menutup aurat seperti sebuah makanan yang tertutup rapi sehingga dibeli oleh orang-orang yang baik, sedangkan orang yang membuka aurat seperti makanan yang tidak ditutup sehingga didatangi oleh lalat-lalat.
6. Orang Yang Ingin Masuk Surga Namun Tidak Mau Beramal Saleh
Orang yang ingin masuk surga namun tidak mau beramal saleh sama seperti orang yang ingin menjadi orang kaya namun tidak mau bekerja.
7. Cita-Cita Setinggi Langit dan Cita-Cita Serendah Dunia
Sebenarnya pernyataan cita-cita setinggi langit hanya satu yaitu ‘masuk surga dan terhindar dari neraka serta memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah dan inilah cita-cita tertinggi seorang mukmin dan kesuksesan hakiki. Mengapa demikian?
Hal itu, karena:
Pertama, surga berada di atas langit, sehingga cita-cita yang sampai setinggi langit hanyalah cita-cita untuk masuk surga dan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah.
Kedua, di surga apa saja yang kita inginkan ada, di samping memperoleh kenikmatan secara sempurna dan kekal abadi. Penghuninya akan hidup selamanya dan tidak akan mati, akan sehat selamanya dan tidak akan sakit, akan muda selamanya dan tidak akan tua, akan senang selamanya dan tidak akan sedih, dan apa saja yang diinginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja dan berusaha tidak seperti di dunia.
Adapun jika cita-cita seseorang hanya sebatas sukses di dunia, misalnya menjadi orang yang kaya raya, menjadi orang terkenal, atau memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi di masyarakat, maka karena ini hanya seputar dunia, sedangkan arti dunia adalah ‘rendah’, maka cita-cita itu bukanlah ‘cita-cita setinggi langit’ bahkan sebagai ‘cita-cita serendah dunia.
8. Pahala Jariyah dan Dosa Jariyah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا»
“Barang siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka yang mengikutinya sedikit pun. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka yang mengikutinya sedikit pun.” (Hr. Muslim)
Hadits ini menerangkan kepada kita, bahwa sebagaimana pahala ada yang jariyah (mengalir), maka dosa pun ada yang jariyah.
Pahala jariyah misalnya menyampaikan dan mengajarkan ilmu agama, mengajarkan Al Qur’an, mengajarkan tata cara ibadah, dan sebagainya  sehingga orang lain mengamalkannya. Orang yang menyampaikan dan mengajarkan kebaikan tadi akan mendapatkan pahala yang terus mengalir kepadanya saat diamalkan orang lain meskipun secara tidak langsung seperti menyampaikannya melalui media sosial.
Demikian pula sebaliknya, ketika seseorang menyampaikan dan mengajarkan keburukan, misalnya mengajarkan pemikiran sesat seperti sekularisme, komunisme, ateisme, pluralisme, liberalisme, dan isme-isme lainnya yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka ia mendapatkan dosa jariyah kecuali jika dia bertobat dan menerangkan batilnya pemikiran tersebut.
Termasuk pula mengajarkan tindakan-tindakan buruk, seperti mengajarkan bagaimana cara mencuri, membegal, dan membunuh, maka dia akan mendapatkan dosa orang-orang yang mempraktekkannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لَا تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ»
“Tidaklah dibunuh nyawa secara zalim melainkan anak Adam yang pertama (Qabil) mendapatkan bagian dari dosanya, karena dialah orang yang pertama mencontohkan pembunuhan.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Maka jangan mencontohkan dan menyebarkan keburukan, seperti menyebarkan gambar dan video porno kepada orang lain melalui berbagai media, agar dosa jariyah tidak menimpa anda ketika orang lain membagikan lagi kepada orang lain dan orang lain itu membagikan lagi kepada yang lain.
Sebarkanlah kebaikan dan ilmu, agar anda mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ»
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala orang yang melakukannya.” (Hr. Muslim)
9. Agar Chatingan dan Postingan Kita di Media Sosial Menghasilkan Pahala
Allah Azza wa Jalla berfirman,
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (Qs. An Nisaa’: 114)
Ayat di atas menunjukkan, bahwa kebanyakan chatingan, potingan, atau obrolan kita kepada orang lain melalui berbagai media sosial tidak ada kebaikannya kecuali yang disebutkan dalam ayat di atas, yaitu menyuruh bersedekah (seperti memberikan santunan), menyuruh berbuat kebaikan (termasuk mengingatkan suatu amal saleh), atau mendamaikan orang yang bertengkar. Berdasarkan ayat di atas, bahwa chatingan, postingan, dan yang kita kirim melalui media sosial akan menghasikan pahala apabila isinya menyuruh bersedekah, menyuruh beramal saleh, atau mendamaikan pihak yang bertengkar, tentunya hal itu harus dilakukan ikhlas karena Allah Ta’ala.
10. Sederhana Orang Badui
Sederhana dalam urusan dunia adalah terpuji, bahkan yang demikian adalah zuhud yang dicintai Allah Ta’ala.
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Ada seseorang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang apabila aku melakukannya, aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia?” Beliau menjawab,
اِزْهَدْ فِي اَلدُّنْيَا يُحِبُّكَ اَللَّهُ, وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ اَلنَّاسِ يُحِبُّكَ اَلنَّاسُ
“Zuhudlah terhadap dunia, Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (Hr. Ibnu Majah dan lainnya, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 3326)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak memberikan manfaat di akhiratnya dan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang kamu khawatirkan bahayanya di akhirat.” 
Orang yang zuhud hanya mengambil dari dunia ini seperlunya saja dan tidak berlebihan serta meninggalkan dari dunia ini yang tidak memberinya manfaat di akhirat.
Akan tetapi, sederhana menjadi tidak terpuji jika berlebihan sampai dalam urusan akhrat, dalam arti hanya membatasi dirinya dengan yang wajib-wajib saja tanpa menambahkan dengan amalan sunnah padahal dirinya mampu menambahkan dengan amalan sunnah dan mempunyai kesempatan untuk melakukannya. Inilah sederhana orang badui.
Dari Jabir bin Abdullah Al Anshary radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah dengan berkata, “Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, lalu saya tidak menambah lagi sedikit pun (dengan amalan sunnah), apakah saya akan masuk surga?” Beliau menjawab, Ya.” (HR. Muslim)
Ya, memang masuk surga karena apabila kewajiban agama dikerjakan dan larangan ditinggalkan akan memasukkan seseorang ke surga. Tetapi orang yang tidak mau menambahkan dengan amalan sunnah. sesungguhnya telah menghilangkan keberuntungan dan pahala yang besar bagi dirinya, sedangkan Allah meninggikan derajat seseorang sesuai amalnya, dan orang yang rutin meninggalkan perkara sunat, maka hal itu merupakan kekurangan pada agamanya dan cacat pada keadilannya, dan jika meninggalkannya karena meremehkan serta tidak suka kepadanya, maka yang demikian merupakan kefasikan sehingga berhak dicela.
Perumpamaan sederhana orang badui adalah seperti dalam sebuah sekolah yang sedang berlangsung ujian, dimana prinsip orang badui adalah yang penting lulus atau naik kelas meskipun dapat peringkat terbelakang. Sikap yang terbaik adalah seseorang lulus atau naik kelas dengan peringkat yang tinggi, terlebih ketika dia mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk itu. Maka railah surga dengan derajat yang tinggi dan berlomba-lombalah untuknya, dan jangan merasa cukup dengan derajat yang rendah.
11. Ember Bocor
Pernahkah engkau melihat ember yang bocor ketika diisi air? Penuhkah air tersebut? Tentu tidak.
Seperti itulah orang yang beramal tetapi amalnya sia-sia. Maka jaga amal yang engkau lakukan; jangan sampai engkau sia-siakan, seperti melakukan amal saleh karena riya, setelah beramal saleh bersikap ujub dan merendahkan manusia, beribadah namun tidak di atas sunnah, mengiringi amal saleh dengan berbuat zalim kepada manusia, dsb.
Sebagian kaum salaf berkata, “Kami mendapati kaum Salaf, bahwa mereka tidak memandang ibadah hanya pada puasa dan shalat saja, tetapi termasuk pula menjaga lisan dari mencela kehormatan manusia, karena orang yang melakukan Qiyamullail dan berpuasa di siang hari, jika tidak menjaga lisannya akan bangkrut pada hari Kiamat."
Silahkan baca selebihnya risalah kami tentang ember bocor di sini:
12. Perisai Yang Bolong
Ibnul Munkadir menyatakan, bahwa puasa itu perisai (tameng) dari neraka selama tidak dibolongi, dan ucapan buruk itulah yang membuat perisai itu bolong, sedangkan istighfar itulah yang menambalnya.
13. Antara Agama, Akal, dan Nafsu
Agama Islam atau wahyu dengan akal yang sehat selamanya sejalan dan tidak akan bertentangan.
Hanya orang yang tidak sehat akalnya yang mengatakan bahwa antara wahyu dengan akal bertentangan.
Agama Islam mengatur kehidupan manusia agar menjadi baik, dan akal menguatkannya.
Manusia dalam hidupnya bergejolak antara mengikuti agama dan akalnya dengan mengikuti nafsunya.
Ketika imannya naik, ia mengikuti agama dan akalnya sehingga dirinya menjadi orang mulia.
Tetapi terkadang imannya turun, akhiranya ia menuruti hawa nafsunya.
Seorang yang meninggalkan agama dan akalnya, maka ia dengan mudah menuruti hawa nafsunya, sehingga keadaannya menjadi buruk, bahkan terkadang lebih buruk dari hewan sekalipun.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Seseorang di kalangan kita jika kesabarannya mengalahkan nafsu dan syahwatnya,  maka dia dapat bersama para malaikat, dan jika nafsu dan syahwatnya mengalahkan kesabarannya,  naka dia akan bersama setan, tetapi jika tabiat makan,  minum, dan syahwatnya mengalahkan kesabarannya, maka dia seperti hewan."  (Uddatush Shabirin 1/23).
Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya dilatih untuk mengendalikan nafsunya, maka agama Islam dan wahyu serta akal yang sehat itulah yang menuntunnya dan melatihnya. Tetapi jika wahyu dan akal ditinggalkan, maka nafsu yang menguasainya.
Maka meninggalkan agama dan akal yang sehat yang dilakukan orang-orang Ateis, komunis, sekuler, dan liberal, sangat mudah memperturutkan hawa nafsunya, ingin hidup bebas tanpa aturan, dan akhirnya tatanan kehidupan manusia pun menjadi rusak. Hubungan bebas tanpa batas aturan, makan apa saja meskipun membahayakan, dan bergaul dengan manusia tanpa adab dan akhlak ibarat berada di jalan raya tanpa mau mengikuti rambu-rambu lalu lintas yang akibatnya menimbulkan kekacauan dan kecelakaan.
14. Memaafkan Orang Lain
Abu Darda' radhiyallahu 'anhu pernah berjumpa dengan seseorang yang  berbuat dosa, dimana orang-orang mencaci-makinya.
Lalu beliau berkata, "Bagaimana menurut kalian, kalau kalian  menemuinya jatuh ke dalam sebuah sumur, bukankah kalian akan berusaha mengeluarkannya?"
Mereka berkata, "Benar".
Beliau berkata, "Karena itu janganlah kalian mencaci-maki saudara kalian, tetapi pujilah Allah yang telah menyelamatkan kalian."
Mereka berkata, "Mengapa engkau tidak membencinya?"
Beliau berkata, "Sesungguhnya aku membenci amalannya, dan apabila ia meninggalkan amalan itu (amalan yang buruk), maka ia adalah saudaraku."
(Tarikh Dimasyq karya Ibnu 'Asaakir,  Mukhtashar minhaajil Qaashidiin karya Ibnu Qudamah, dan Baihaqi dalam Asy-Syu'ab]
15. Problematika Umat Zaman Ini
Salah seorang tokoh Islam berkata,
الحق أن المسلمين ظلموا دينهم مرتين:
مرة بسوءالتطبيق، ومرة بالعجز عن التبليغ؛ فسوء التطبيق جعل الإسلام نفسه عرضة للتهم بأنه ضد الفطرة والحرية والعقل، والعجز عن التبليغ أبقى جماهيرِ كثيرةً في المشرق والمغرب لا تدري عن الإسلام شيئا يذكر.
من كتاب المحاور الخمسة للقراءن الكريم
"Yang benar, bahwa kaum muslimin (di saat ini) menzalimi agamanya 2 kali:
Pertama, salah dalam menerapkan ajaran Islam.
Kedua, kelemahan dalam menyampaikan risalah Islam ke tengah-tengah manusia.
Salah dalam menerapkan ajaran Islam menjadikan Islam sebagai sasaran tuduhan, Islam dianggap bertentangan dengan fitrah, kemerdekaan, dan akal.
Kelemahan dalam menyampaikan risalah Islam menjadikan masih banyak sekali masyarakat di timur dan barat dunia ini yang tidak mengetahui hakikat islam sedikit pun.
(Al Mahawir Al Khamsah Lil Qur'anil Karim)
Menurut kami -wallahu a'lam-, cara mengatasi dua kelemahan ini adalah:
Pertama, pelajari Islam dari sumbernya, yaitu Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman yang benar.
Untuk mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di antaranya adalah dengan melihat pemahaman kaum salafush shalih, mempelajari ilmu Ushul Fiqih dan Ushul Tafsir, melihat kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab syarah hadits, bertanya kepada para ulama, serta mendalami bahasa Arab.
Untuk memahami Islam dengan benar sesuai pemahaman Salaful Ummah, bisa dilihat di sini:
Kedua, dakwahkan Islam dengan hikmah dan gunakan berbagai sarana dan media untuk menyebarkan Islam, wallahu a'lam.
Berikut beberapa sarana dakwah di zaman sekarang yang perlu kita maksimalkan:
16. Antara Istighfar dan Dzikir Lainnya
Jika seorang bertanya, “Mana yang lebih didahulukan antara istighfar dan ucapan tasbih semisal subhaanallah wal hamdulillah, dst.? Jawab, “Jika dirimu bersih, tentu lebih didahulukan subhaanallah wal hamdulillah wa Laailaaha illallah wallahu akbar, namun jika dirimu dikotori oleh dosa dan maksiat, maka dahulukan istighfar dan tobat.”
17.Di Antara Obat Penyakit Ujub
إذا رأيت الناس يعجبون بك فاعلم أنهم يعجبون بجميل أظهره الله منك ولا يعلمون عن قبيح ستره الله عليك فاشكر الله ولا تغتر
“Apabila engkau melihat manusia mengagumimu, maka ketahuilah, bahwa mereka kagum karena keindahan yang Allah tampakkan pada dirimu namun mereka tidak mengetahui keburukan yang Allah tutupi dalam dirimu, maka bersyukurlah kepada Allah dan jangan sampai engkau tertipu.”
Ada riwayat, bahwa salah seorang dari generasi salaf ketika dipuji mengucapkan,
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ بِي مِنْ نَفْسِي، وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِي مِنْهُمْ، اللَّهمّ اجْعَلْنِي خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّونَ، وَاغْفِرْ لِي مَا لا يَعْلَمُونَ، وَلا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُولُونَ.
“Ya Allah, Engkau lebih tahu tentang diriku daripada diriku sendiri, dan aku lebih tahu tentang diriku daripada mereka. Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka kira. Ampunilah hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan jangan Engkau hukum aku terhadap apa yang mereka katakan.”
18. Sudah Berapa Kali Kita Khatamkan Al Qur’an?
Saat Abu Bakar bin Ayyasy akan meninggal dunia, maka saudarinya menangis, lalu Abu Bakar bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis? Sesungguhnya aku telah mengkhatamkan di pojok sana 18.000 kali khatam."
Lihat pula perhatian para ulama terhadap Al Quran dalam kitab Ma'rifatu Al Qurra Al Kibar karya Imam Adz Dzahabi 1/30, 53, 67, dan 138.
Dari  Husein Al Anqazi dia berkata, "Saat Ibnu Idris akan wafat maka putrinya menangis, Husein pun berkata, "Jangan menangis wahai putriku, aku telah menghatamkan Alquran di rumah ini sebanyak 4000 kali." (Hilyatul Auliya 9/44)
Jika engkau bertanya kepadaku, “Mengapa mereka bisa mengkhatamkan Al Qur’an berkali-kali?” Jawab: Mereka bisa mengkhatamkan Al Qur’an berkali-kali karena taufik Allah kepada mereka, kemudian karena keadan mereka di hadapan Al Qur’an seperti keadaan kita di hadapan handphone yang sebentar-sebentar dilihat dan ditengok.
19. Bagaimana membimbing buah hati kita?
قال الشافعي رحمه الله :
"وإذا أردت صلاح قلبك، أو إبنك، أو أخيك، أو من شئت صلاحه، فأودعه في رياض القرآن، وبين صحبة القرآن، سيصلحه الله شاء أم أبى -بإذنه تعالى-".
)حلية الأولياء لأبي نعيم 9/ 123(
Imam Syafi'i rahimahullah berkata,
"Jika engkau menginginkan kebaikan dan kesalehan untuk hatimu, anakmu, saudaramu, atau siapa saja yang engkau inginkan kesalehannya, maka titiplah ia di taman-taman Al Quran dan tinggal di antara para penghapal Al Quran, niscaya Allah akan memperbaiki keadaannya dengan izin-Nya, baik ia menghendakinya maupun tidak."
(Hilyatul Auliya karya Abu Nu'aim 9/123)
20. Ikhlas dan Sesuai Sunnah Syarat Diterima Amalan
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
الْعَمَلُ بِغَيْرِ اِخْلاَصٍ وَلاَ اقْتِدَاءٍ كَالْمُسَافِرِ يَمْلَأُ جَرَابَهُ رَمْلاً يَثْقُلُهُ وَلاَ يَنْفَعُهُ
“Amal yang tidak disertai keikhlasan dan mengikuti Sunnah seperti musafir yang memenuhi kantongnya dengan pasir; yang hanya memberatkan dan tidak bermanfaat apa-apa baginya.”
21. Jangan Meremehkan Berdoa Kepada Allah Azza wa Jalla
Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
أَتَهْزَأُ بِالدُّعَاءِ وَتَزْدَرِيْهِ ... وَمَا تَدْرِيْ بِمَا صَنَعَ اْلقَضَاءُ
سِهَامُ اللَّيْلِ لاَ تُخْطِي ... لَهَا أَمَدٌ ، وَلِلْأَمَدِ ، انْقِضَاءُ
Apakah engkau menganggap remeh doa, padahal tahukah kamu apa yang bisa dilakukan olehnya?
Panah di malam hari tidak melesat, namun ia memiliki waktu, dan waktu itu memiliki masa akhirnya
22. Keutamaan Mengajarkan Al Qur’an Kepada Anak-Anak
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Abu Manshur al-Khayyath -salah seorang Qari'- yang wafat dalam usia 97 tahun, dan sebagian mereka melihatnya dalam mimpi lalu ia berkata kepadanya, "Apa yang Allah lakukan kepadamu?".
Ia menjawab, "Rabbku telah mengampuniku karena aku mengajarkan surah Al Fatihah kepada anak-anak."
(Al-Bidāyah wan Nihāyah 12/204)
As Sam'aniy berkata,
"Orang-orang melihat Abu Manshur al-Khayyath setelah kematiannya (di dalam mimpi), lalu dikatakan kepadanya, "Apa yang Rabbmu lakukan kepadamu ?".
Ia menjawab, "Allah telah mengampuniku karena aku mengajarkan surah Al Fatihah  kepada anak-anak."
(Thabaqaatul Qurraa')
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger