بسم
الله الرحمن الرحيم
Kritik Terhadap 3 Pernyataan Menyimpang
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut
kritik terhadap pernyataan menyimpang yang disampaikan oleh seorang tokoh di
negeri ini, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Kritik Terhadap 3
Pernyataan Menyimpang
Pernyataan tersebut
adalah:
1. Musuh besar
Pancasila adalah Agama,
2. Assalamu alaikum perlu
diganti dengan salam Pancasila, dan
3. Ijma berada di atas Al Qur’an dan Hadits
Pernyataan dan Jawaban
Pernyataan Pertama, bahwa agama adalah
musuh terbesar Pancasila
Jawab: Pernyataan ini
sebenarnya ingin membenturkan agama dengan Pancasila dan agar praktek
pengamalan agama tidak diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang
dilakukan orang-orang Sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan
sehari-hari.
Padahal kalau kita
perhatikan, bahwa agama Islam tidak hanya mengatur hubungan seseorang dengan
Allah tetapi mengatur pula hubungan seseorang dengan orang lain, bukan hanya di
masjid, bahkan di luar masjid pun kita diperintahkan berakhlak, beradab, dan
bermuamalah yang Islami. Baik Pancasila dan UUD 45 pun memberikan kebebasan
kepada pemeluk agama untuk mengamalkan ajaran agamanya. Bahkan yang benar, bahwa musuh Pancasila
adalah Komunisme.
Dengan agama, maka
kehidupan manusia menjadi baik dan tertata, meninggalkannya membuat kehidupan
manusia tidak teratur dan akan rusak seperti pengguna jalan raya yang tidak mau
mengikuti aturan lalu lintas yang akibatnya timbul kekacauan dan kecelakaan di
jalan raya.
Pernyataan Kedua, perlu adanya salam yang bisa
menaungi seluruh agama agama yang ada di Indonesia, sehingga perlu diganti As
Salamu alaikum dengan Salam Pancasila.
Jawab: Pernyataan ini
merupakan usaha untuk mengganti sesuatu yang terbaik dengan sesuatu yang rendah
dan mengikuti jejak orang-orang Yahudi yang mengganti ucapan yang diperintahkan
Allah dengan ucapan yang tidak diperintahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
أَتَسْتَبْدِلُونَ
الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ
“Apakah kamu mengambil
yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Qs. Al Baqarah: 61)
Saat orang-orang
Yahudi diperintahkan mengucapkan hiththah (bebaskanlah kami dari dosa-dosa),
mereka menggantinya dengan hinthah (sebutir biji dalam sebuah gandum) sehingga mereka
mendapatkan kehinaan.
Padahal salam bukan hanya ajaran Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam, bahkan warisan nenek moyang kita yaitu Nabi Adam
alaihis salam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
خَلَقَ
اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى
أُولَئِكَ مِنَ المَلاَئِكَةِ، فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ، تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ
ذُرِّيَّتِكَ، فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ، فَقَالُوا: السَّلاَمُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ
اللَّه
"Allah
menciptakan Adam dengan tinggi 60 hasta, selanjutnya Dia berfirman,
"Pergilah dan ucapkanlah salam kepada para malaikat itu dan dengarkanlah
ucapan salam mereka kepadamu yang akan menjadi ucapan salammu dan anak
keturunanmu." Adam berkata, "As Salamu 'alaikum." Maka para
malaikat menjawab, "Wa 'alaikumus salam wa rahmatullah." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Pernyataan ketiga, hukum tertinggi
adalah ijma atau konsensus.
Jawab: Ini adalah
pernyataan kufur, padahal dalam ilmu Ushul Fiqih saja urutan sumber hukum adalah
Al Qur’an, lalu as Sunnah, kemudian Ijma. Dan umat Islam sepakat, baik kalangan
ulamanya, penuntut ilmunya, maupun kalangan awam, bahwa hokum tertinggi adalah
Al Qur’an, lalu As Sunnah, kemudian ijma.
Ijma pun harus punya
sandaran dalam Al Qur’an dan As Sunnah dan tidak boleh menyelisihi Al Qur’an
dan As Sunnah.
Dengan demikian,
ketiga pernyataan tersebut di atas adalah pernyataan sesat dan menyesatkan yang
wajib ditolak oleh umat Islam karena bertentangan dengan ajaran Islam.
Nasihat kami kepada
orang yang menyampaikan pernyataan di atas adalah :
1. Segera istighfar
dan tobat, serta meralat pernyataan itu karena Allah akan menerima tobat orang
yang kembali dan bertobat kepada-Nya.
2. Berhati-hati dalam
berbicara.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (Hr.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
«إِنَّ الْعَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَهْوِي بِهَا فِي
النَّارِ، أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ»
“Sesungguhnya seorang
hamba ada yang mengucapkan kata-kata yang tidak dipedulikannya, padahal
karenanya ia jatuh ke dalam neraka yang jauhnya melebihi jauhnya antara timur
dan barat.” (Hr. Muslim)
3. Ingatlah firman
Allah Ta’ala,
وَمَا كَانَ
لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ
يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidak patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barang siapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang nyata. (Qs. Al Ahzaab: 36)
4. Ingatlah bahwa
dunia hanya sementara, dan bahwa dia -sebagaimana
saya dan kita semua- akan meninggal dunia, kemudian masing-masing kita akan diminta pertanggung
jawaban terhadap amal yang kita kerjakan.
Allah Ta’ala
berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Setiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (Qs. Ali Imran: 185)
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa
aalihi wa shahbihi wa sallam.
Al Faqir Ilallah Marwan Hadidi, M.Pd.I
0 komentar:
Posting Komentar