بسم الله الرحمن الرحيم
200 Tanya-Jawab
Akidah (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul
'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya,
para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma
ba'du:
Berikut
200 tanya jawab akidah berdasarkan Al Qur’an dan As Sunah yang merujuk kepada
kitab A’lamus Sunnah Al Mansyurah Li’tiqad Ath Thaifah An Najiyah Al
Manshurah karya Syaikh Hafizh bin Ahmad Alu Hakami rahimahullah, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
1. Pertanyaan:
Apa perkara yang pertama kali diwajibkan bagi seorang hamba?
Jawab: Perkara pertama yang
wajib diketahui seorang hamba adalah mengenal tujuan dirinya diciptakan
Allah, diambil perjanjian darinya, diutus para rasul karenanya, diturukan
kitab-kitab untuk hal itu, dan karenanya pula dunia, akhirat, surga, dan neraka
diciptakan, serta hari Kiamat terjadi. Karena hal itu pula ditegakkan
timbangan, catatan amal bertebaran, terjadi kesengsaraan dan kebahagiaan, serta
sesuai tingkatannya cahaya dibagi-bagikan, dan barang siapa yang tidak diberi
cahaya oleh Allah, maka dia tidak akan memperoleh cahaya.
2. Pertanyaan:
Apa tujuan Allah menciptakan manusia?
Jawab: Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا
بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ - مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ
لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya dengan bermain-main.--Kami tidak menciptakan keduanya melainkan
dengan hak (kebenaran), tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Qs. Ad Dukhan: 38-39)
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا
بَاطِلًا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang
kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (Qs. Shaad: 27)
وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ
وَلِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar
dan agar dibalas setiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak
akan dirugikan.” (Qs. Al Jatsiyah: 22)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka menyembah kepada-Ku.”
(Qs. Adz Dzariyat: 56)
3. Pertanyaan: Apa arti hamba?
Jawab:
Hamba jika maksudnya ‘yang dijadikan hamba’ maka artinya
yang direndahkan dan ditundukkan. Arti ini mencakup semua makhluk baik di alam
bagian atas maupun alam bagian bawah, baik yang berakal maupun tidak berakal, yang basah maupun yang kering, yang
bergerak maupun yang diam, yang tampak maupun yang tersembunyi, mukmin maupun
kafir, yang baik maupun yang jahat, dan lain-lain. Hal itu karena semuanya
adalah makhluk Allah Azza wa Jalla, diatur, dan tundukkan-Nya, dimana masing-masingnya
memiliki garis yang ia berdiri di
atasnya dan batasan yang berakhir kepadanya. Semua berjalan sampai waktu yang
telah ditentukan, dimana semuanya
berjalan tanpa melebihi batasan itu meskipun sekecil debu. Yang demikian adalah
ketetapan dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui, pengaturan dari-Nya
Yang Maha Adil lagi Mahabijaksana. Tetapi jika maksudnya adalah seorang yang
beribadah, yang mencintai, dan merendahkan diri, maka hal itu khusus bagi kaum
mukmin yang menjadi hamba-hamba-Nya yang dimuliakan dan wali-wali-Nya yang
bertakwa yang tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula bersedih hati.
4. Pertanyaan: Apa
arti ibadah?
Jawab: Ibadah adalah istilah
untuk semua amal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan
maupun perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi, serta berlepas diri hal
yang bertentangan dengan itu atau kebalikannya.
5.
Pertanyaan: Kapankah amal menjadi ibadah?
Jawab:
Apabila terpenuhi dua hal, yaitu rasa cinta secara sempurna dan sikap
menghinakan diri secara sempurna. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Qs. Al Baqarah: 165)
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan
(azab) Tuhan mereka,” (Qs. Al Mu’minun: 57)
Allah Ta’ala juga memadukan antara keduanya dalam
firman-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ
وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera
dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada
kami.” (Qs. Al Anbiya: 90)
6. Pertanyaan:
Apa tanda seorang hamba cinta kepada Allah Azza wa Jalla?
Jawab: Tandanya adalah dengan
mencintai apa yang dicintai Allah Ta’ala, membenci apa yang dimurkai-Nya,
melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berwala (memberikan loyalitas
dan kecintaan) kepada wali-wali-Nya, memusuhi musuh-musuh-Nya. Oleh karenanya,
ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci pun
karena-Nya.
7. Pertanyaan:
Dengan apa para hamba mengetahui apa-apa yang dicintai Allah dan diridhai-Nya?
Jawab: Mereka mengetahui
hal-hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya melalui pengutusan Allah terhadap
para rasul dan diturunkan-Nya kitab-kitab yang di sana memerintahkan apa saja
yang dicintai Allah dan diridhai-Nya dan melarang apa saja yang dibenci-Nya,
sehingga hujjah-Nya pun tegak atas mereka dan hikmah-Nya pun tampak dengan
jelas. Allah Ta’ala berfirman,
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah
diutusnya rasul-rasul itu.” (Qs. An Nisaa’: 165)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran: 31)
8. Pertanyaan: Ada berapa syarat
ibadah?
Jawab:
Ada tiga, yaitu:
Pertama, benar kemauannya,
inilah syarat adanya.
Kedua, ikhlas niatnya.
Ketiga, sesuai syariat, dimana
Allah memerintahkan kita agar beragama sesuai dengannya.
Kedua dan ketiga adalah syarat diterimanya ibadah.
9. Pertanyaan:
Apa yang dimaksud dengan benarnya kemauan?
Jawab; Maksudnya tidak
bermalas-malasan dan berlambat-lambat di dalamnya serta berusaha sekuat tenaga
untuk membenarkan kata-katanya dengan perbuatannya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ
مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
(3)
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan?--Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. Ash Shaff: 2-3)
10. Pertanyaan:
Apa maksud mengikhlaskan niat?
Jawab: Yaitu ketika keinginan
hamba dalam semua ucapan dan amalnya yang tampak maupun yang tersembunyi
mencari keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus.” (Qs. Al Bayyinah: 5)
وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى
(19) إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى (20)
“Padahal tidak ada seseorang pun memberikan suatu nikmat
kepadanya yang harus dibalasnya,--Tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya yang Mahatinggi.” (Qs. Al Lail: 19-20)
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ
مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.”
(Qs. Al Insaan: 9)
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ
فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ
فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barang siapa
yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya
dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di
akhirat.” (Qs. Asy Syura: 20)
Dan
ayat-ayat lainnya.
11. Pertanyaan: Apa syariat yang Allah perintahkan agar dalam
beragama kita mengikutinya?
Jawab: Yaitu Hanifiyyah
(ajaran agama Islam atau tauhid) yang merupakan ajaran Nabi Ibrahim alaihis
salam.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah
Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ
مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal
kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (Qs. Ali Imran: 83)
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا
مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim (Islam) melainkan
orang yang memperbodoh dirinya sendiri.” (Qs. Al Baqarah: 130)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ
يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali Imran: 85)
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ
مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Qs. Asy Syura: 21)
12. Pertanyaan:
Ada berapa tingkatan agama?
Jawab: Ada tiga tingkatan,
yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Masing-masingnya jika disebut secara mutlak, maka
memuat seluruh bagian agama.
13. Pertanyaan:
Apa arti Islam?
Jawab: artinya adalah
menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan
menaati, dan berlepas diri dari syirik.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ
لِلَّهِ
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang
ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah.” (Qs. An Nisaa’: 125)
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ
مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang kokoh.” (Qs. Luqman: 22)
فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Maka Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah),” (Qs. Al Hajj: 34)
14. Pertanyaan:
Apa dalil bahwa Islam mencakup seluruh bagian agama ketika disebut secara
mutlak?
Jawab: Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah
Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ
غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ
“Sesungguhnya Islam bermula asing dan akan kembali asing
sebagama awalnya.” (Hr. Muslim)
Beliau juga bersabda,
أَفْضَلُ الْإِسْلاَمِ إِيْمَانٌ بِاللهِ
“Ajaran Islam yang paling utama adalah beriman kepada
Allah.” (Hr. Ahmad dan Thabrani dalam Al Kabir dari hadits Amr bin Anbasah.
Haitsami dalam Al Majma (1/64) berkata, “Para perawinya tsiqah (terpercaya).
Syaikh Usamah Alu Athwah berkata, “Akan tetapi terputus antara Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al Jurmi dengan Amr bin ‘Anbasah.” Al Mizziy berkta, “Mursal.” Wallahu a’lam)
Syaikh Usamah Alu Athwah berkata, “Akan tetapi terputus antara Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al Jurmi dengan Amr bin ‘Anbasah.” Al Mizziy berkta, “Mursal.” Wallahu a’lam)
Bersambung...
Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa
shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Maktabah Syamilah,
A’lamus Sunnah Al Manyurah Li’tiqad Ath Thaifah An Najiyah Al Manshurah
(Syaikh Hafizh bin Ahmad Alu Hakami, takhrij Abu Shuhaib Usamah bin
Abdullah Alu Athwah), dll.
0 komentar:
Posting Komentar