بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Umdatul Ahkam (24)
Segala
puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan terjemah
Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani Al Maqdisi (541 H – 600 H) rahimahullah.
Semoga
Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan kitab ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
Kitab Jual-Beli
259 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهُ قَالَ: ((إذَا تَبَايَعَ الرَّجُلانِ , فَكُلُّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعاً , أَوْ يُخَيِّرُ
أَحَدُهُمَا الآخَرَ. فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ. فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ)) . وَمَا
فِي مَعْنَاهُ مِنْ حَدِيثِ
259. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Apabila dua orang berjual-beli,
maka masing-masingnya berhak khiyar (melanjutkan atau membatalkan jual beli)
selama belum berpisah. Jika keduanya sepakat atau salah satu dari keduanya
memilih lalu dilakukan transaksi, maka berarti jual beli itu telah terjadi
dengan sah.” Hadits yang semakna dengan hadits ini adalah hadits setelah ini.
260
- حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم -: ((الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا - أَوْ قَالَ: حَتَّى
يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا. وَإِنْ
كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا)) .
260. Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dua orang penjual atau
pembeli berhak khiyar sebelum berpisah –atau Beliau bersabda, “Selama keduanya
belum berpisah-, jika keduanya jujur dan menerangkan apa adanya, maka akan
diberkahi jual beli mereka berdua. Tetapi jika keduanya menyembunyikan dan
berdusta, maka akan dicabut keberkahan jual beli mereka berdua.”
Bab Larangan Dalam Jual Beli
261
- عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رضي الله عنه -: ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ الْمُنَابَذَةِ - وَهِيَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ
إلَى الرَّجُلِ قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ , أَوْ يَنْظُرَ إلَيْهِ - وَنَهَى عَنْ الْمُلامَسَةِ.
وَالْمُلامَسَةُ: لَمْسُ الثَّوْبِ وَلا يُنْظَرُ إلَيْهِ)) .
261. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang munabadzah, yaitu
seseorang melempar kainnya kepada orang lain sebagai bukti pembelian harus jadi
padahal pembeli belum membolak-balikkannya atau belum melihatnya secara jelas.
Beliau juga melarang mulamasah, yaitu sekedar menyentuh kain dan tidak
melihat secara jelas lalu jual-beli jadi.”
262
- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه -: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - قَالَ: ((لا تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ , وَلا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ
بَعْضٍ. وَلا تَنَاجَشُوا. وَلا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ. وَلا تُصَرُّوا الْغَنَمَ.
وَمَنْ ابْتَاعَهَا فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ , بَعْدَ أَنْ يَحْلُبَهَا. وَإِنْ
رَضِيَهَا أَمْسَكَهَا , وَإِنْ سَخِطَهَا رَدَّهَا وَصَاعاً مِنْ تَمْرٍ)) . وَفِي
لَفْظٍ: ((هُوَ بِالْخِيَارِ ثَلاثَاً)) .
262. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah mendatangi rombongan yang
datang (membawa barang dagangan dari kampung sebelum mereka sampai ke pasar
hingga tahu harga pasar). Janganlah sebagian kalian menjual barang kepada
saudaranya padahal sudah didahului yang lain. Jangan melakukan najsy
(persekongkolan pihak penjual dengan pihak lain untuk melariskan dagangan).
Janganlah orang kota menjualkan barang dagangan orang kampung (yang hendak
menjual barang dengan harga pada saat itu). Jangan menahan puting susu hewan
(agar hewan tampak gemuk), dan barang siapa yang membelinya, maka dia berhak
memilih antara dua pilihan setelah memeras susunya; menahannya atau jika ia
marah, maka ia kembalikan ditambah satu sha’ kurma (karena telah ia peras
susunya).” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “Dia (pembeli) berhak khiyar selama
tiga hari.”
263
- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله
عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ. وَكَانَ بَيْعاً يَتَبَايَعُهُ
أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ الرَّجُلُ يَبْتَاعُ الْجَزُورَ إلَى أَنْ تُنْتَجَ
النَّاقَةُ. ثُمَّ تُنْتَجَ الَّتِي فِي بَطْنِهَا. قِيلَ: إنَّهُ كَانَ يَبِيعُ الشَّارِفَ
- وَهِيَ الْكَبِيرَةُ الْمُسِنَّةُ - بِنِتَاجِ الْجَنِينِ الَّذِي فِي بَطْنِ نَاقَتِهِ))
.
263. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual-beli habalul habalah (janin
hewan yang masih dalam perut ibunya), dimana kaum Jahiliyyah melakukan
hal itu. Keadaannya adalah seseorang membeli semisal unta hingga unta betina
melahirkan, lalu unta yang berada di perutnya juga melahirkan. Ada yang
mengatakan, maksudnya ia menjual-belikan unta dewasa dengan menunggu janin yang
ada dalam perut induknya melahirkan lagi.”
Catatan:
Jual beli di atas bisa maksudnya ta’liq (jual beli
gantung), yakni menjual sesuatu dengan bayaran ditunda sampai unta melahirkan
dan anak unta itu juga melahirkan. Hal ini dilarang karena ketidakjelasan kapan
dilakukan pembayaran.
Bisa juga maksudnya menjual-belikan sesuatu yang tidak
jelas keberadaannya, yaitu seseorang menjual-belikan janin pada perut unta
dewasa, padahal tidak diketahui dalam perutnya apakah jantan atau betina dan
apakah janin itu lebih dari satu, dan apakah janin itu hidup atau mati?
264
- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما: ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاحُهَا. نَهَى
الْبَائِعَ وَالْمُشْتَرِيَ)) .
264. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menjual buah sampai jelas
baiknya; Beliau melarang kepada penjual dan pembeli.
265
- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه -: ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله
عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تُزْهِيَ قِيلَ: وَمَا تُزْهِي؟ قَالَ:
حَتَّى تَحْمَرَّ. قَالَ: أَرَأَيْتَ إنْ مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ , بِمَ يَسْتَحِلُّ
أَحَدُكُمْ مَالَ أَخِيهِ؟)) .
265. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam melarang menjual buah-buahan sampai jelas baiknya.
Ada yang bertanya, “Apa tampak baiknya?” Beliau menjawab, “Sampai memerah.
Bagaimana menurutmu jika Allah menghalangi buah itu, atas dasar apa ia
menghalalkan harta saudaranya?”
266
- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - أَنْ تُتَلَقَّى الرُّكْبَانُ , وَأَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ،
قَالَ: فَقُلْتُ لابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ حَاضِرٌ لِبَادٍ؟ قَالَ: لا يَكُونُ
لَهُ سِمْسَاراً))
266. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang mendatangi kafilah dagang
(dari kampung) dan orang kota menjualkan barang dagangan orang desa.” Seorang
rawi (periwayat hadits ini) bertanya kepada Ibnu Abbas, “Apa maksud orang kota
menjualkan barang dagangan orang desa?” Ia menjawab, “Tidak menjadi calonya.”
267
- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - عَنْ الْمُزَابَنَةِ: أَنْ يَبِيعَ ثَمَرَ حَائِطِهِ , إنْ
كَانَ نَخْلاً: بِتَمْرٍ كَيْلاً. وَإِنْ كَانَ كَرْماً: أَنْ يَبِيعَهُ بِزَبِيبٍ
كَيْلاً , أَوْ كَانَ زَرْعاً: أَنْ يَبِيعَهُ بِكَيْلِ طَعَامٍ. نَهَى عَنْ ذَلِكَ
كُلِّهِ)) .
267. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual
beli muzabanah, yaitu seorang menjual buah di kebunnya misalnya kurma basah
dengan kurma kering yang bertakar, jika buah anggur yang basah dengan buah
anggur yang kering bertakar, jika berupa tanaman dijual dengan makanan yang
bertakar, Beliau melarang semua itu.”
Muzabanah sama saja menjual sesuatu yang diketahui
ukurannya dengan yang tidak jelas ukurannya.
268
- عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ: ((نَهَى النَّبِيُّ - صلى
الله عليه وسلم - عَنْ الْمُخَابَرَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ , وَعَنْ الْمُزَابَنَةِ وَعَنْ
بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاحُهَا , وَأَنْ لا تُبَاعَ إلاَّ بِالدِّينَارِ
وَالدِّرْهَمِ , إلاَّ الْعَرَايَا)) الْمُحَاقَلَةِ: بيعُ الحِنْطَةِ في سُنْبُلِها
بِحِنْطَةِ.26
268. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma ia berkata,
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang mukhabarah, muhaqalah, muzabanah,
dan melarang menjual buah sampai jelas baiknya, dan untuk tidak dijual-belikan
kecuali dengan dinar dan dirham kecuali dalam masalah Araya.”
Muhaqalah adalah menjual gandum dalam tangkainya
dengan gandum yang sudah di luar tangkai dalam ukuran tertentu.
Mukhabarah adalah menyewakan tanah untuk ditanami tumbuhan dengan syarat si
pemilik tanah mendapat bagian tertentu dan benihnya dari si penanam (jika benih dari
pemilik tanah disebut muzara’ah). Jika ditentukan areanya, sehingga sebagian
area tumbuh subur tanamannya, sedangkan area yang lain tidak, sehingga yang
bagiannya di area yang tidak tumbuh tidak mendapatkan apa-apa, inilah yang
dilarang. Tetapi jika hasilnya menggunakan prosentase atau ukuran nisbah, maka
tidak mengapa, seperti sepertiga atau separuhnya untuk yang bersangkutan, maka
tidak mengapa.
Muhaaqalah artinya menjual biji-biian di atas tangkai pohonnya
dengan biji-bijian yang ditimbang sama jenisnya, misalnya menjual satu kwintal
beras dengan padi yang masih di sawah.
Araya adalah menjual kurma basah yang ada di pohon dengan
kurma kering yang ada di tangan dengan takaran yang ditetapkan syariat. Araya mirip
dengan muzabanah, namun araya dihalalkan sebagai rukhshah (keringanan) bagi
manusia, namun dengan syarat: (a) pembeli butuh kurma basah, (b) pembeli tidak
memiliki uang tunai untuk membeli kurma, namun yang ia punya kurma kering, (c)
kurma yang ditransaksikan araya banyaknya 5 wasaq atau kurang (1 wasaq = 60 sha),
(d) kurma basah yang masih ada di tangkai ditaksir dengan banyaknya kurma
kering yang telah ditakar (e) dilakukan serah-terima di majlis akad.
269
- عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ - رضي الله عنه - ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ , وَمَهْرِ الْبَغِيِّ , وَحُلْوَانِ
الْكَاهِنِ)) .
269. Dari Abu Mas’ud Al Anshariy radhiyallahu anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang hasil dari jual-beli anjing,
hasil dari pelacuran, dan hasil dari praktek perdukunan yang dilakukan.”
270
- عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ - رضي الله عنه - أَنْ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - قَالَ: ((ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ. وَمَهْرُ الْبَغِيِّ خَبِيثٌ , وَكَسْبُ
الْحَجَّامِ خَبِيثٌ))
270. Dari Rafi bin Khudaij radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hasil dari penjual anjing adalah kotor,
hasil dari pelacuran adalah kotor, dan usaha bekam adalah kotor (kurang utama).”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Penerjemah:
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar