بسم الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (40)
(Menaati Ulama dan Umara Dalam
Mengharamkan Yang Halal atau Menghalalkan Yang Haram Sama Saja Menuhankan
Mereka)
Segala
puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya,
para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami
rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr.
Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab : Menaati Ulama dan Umara Dalam Mengharamkan Yang Halal atau Menghalalkan
Yang Haram Sama Saja Menuhankan Mereka
Ibnu
Abbas radhiyallahu anhuma berkata,
يُوْشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنَ
السَّمَاءِ: أَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-
وَتَقُوْلُوْنَ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ
“Hampir saja
hujan batu dari langit menimpa kalian, aku mengatakan ‘Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam bersabda’, namun kalian mengatakan ‘Abu Bakar dan Umar berkata’.
Penjelasan:
Penulis
(Syaikh M. At Tamimi) memasukkan masalah ini ke dalam kitab tauhidnya adalah karena
ketaatan bagian dari ibadah, maka beliau mengingatkan di bab ini, bahwa
ketaatan secara mutlak ditujukan kepada Allah, dan bahwa manusia siapa pun
orangnya tidak boleh ditaati jika perintahnya mengandung maksiat kepada Allah
Ta’ala. Demikian juga menerangkan, bahwa menaati makhluk secara mutlak meskipun
isinya maksiat sama saja menjadikan mereka sebagai tuhan.
Ibnu
Abbas radhiyallahu anhuma menyampaikan pernyataan di atas saat beliau didebat
tentang masalah haji tamattu, dimana dia memerintahkan demikian karena perintah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, namun orang yang mendebatnya
membantahnya dengan perkataan Abu Bakar dan Umar yang melarang haji tamattu,
maka Ibnu Abbas berhujjah dengan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
dan menyampaikan pernyataan di atas.
Pada
perkataan di atas, Ibnu Abbas mengkhawatirkan jika sekiranya Allah menurunkan
hujan batu dari langit sebagai hukuman terhadap sikap mereka yang mengedepankan
perkataan Abu Bakar dan Umar terhadap sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, padahal beriman kepada Beliau menghendaki untuk mengikuti Beliau dan
mengedepankan sabda Beliau di atas semua perkataan manusia.
Kesimpulan:
1.
Menaati ulama dan
umara saat menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal sama saja
menuhankan mereka, dan termasuk bentuk kemusyrikan.
2.
Wajibnya mengedepankan
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di atas semua perkataan manusia.
3.
Menyelisihi Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dapat mendatangkan hukuman, lihat pula Qs. An Nur:
563)
**********
Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Saya heran dengan orang-orang yang
mengetahui isnad hadits dan keshahihannya, namun mereka berpegang dengan
pendapat Sufyan, padahal Allah Ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ
أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau
ditimpa azab yang pedih.” (Qs. An Nuur: 63)
Tahukah
engkau fitnah itu? Yaitu syirik. Boleh jadi ketika ia menolak sebagian sabda
Beliau, akan terjadi dalam hatinya kesesatan sehingga dirinya binasa.”
**********
Penjelasan:
Imam
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal lahir
pada tahun 164 H dan wafat pada tahun 241 H. Beliau adalah murid Imam Syaf’i rahimahullah.
Beliau dikenal dalam pencariannya terhadap hadits dan sangat mengikuti hadits
dan atsar.
Imam Sufyan Ats Tsauri adalah Abu Abdillah
Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri, seorang imam yang zuhud, ahli ibadah, tsiqah
(terpercaya), dan ahli fiqih, ia wafat pada tahun 161 H.
Imam Ahmad menyampaikan pernyataan di atas
saat diberitahukan kepadanya tentang sebagian manusia yang meninggalkan hadits
yang diketahui keshahihannya, namun beralih mengikuti pendapat Imam Sufyan atau
ulama lainnya. Beliau mengingkari sikap itu dan menyampaikan ayat yang berisi
ancaman bagi mereka yang menyelisihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
yaitu bisa saja mereka ditimpa fitnah (kesesatan) sehingga dirinya binasa atau
tertimpa azab yang pedih.
Imam
Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Jika datang hadits dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, maka harus diikuti dengan senang hati.”
Imam
Malik rahimahullah menyatakan, “Setiap orang bisa diambil pendapatnya dan bisa ditinggalkan
selain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
Imam
Syafi’i rahimahullah berkata, “Apabila kalian temukan dalam kitabku sesuatu
yang menyelisihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka ambillah sunnah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan tinggalkan pendapatku."
Dalam pernyataan di atas terdapat peringatan
terhadap sikap mengikuti (taklid) ulama meskipun menyelisihi dalil, serta
meninggalkan mengamalkan Al Qur’an dan As Sunnah, dan bahwa yang demikian merupakan
syirik dalam ketaatan.
Kesimpulan:
1.
Haramnya
taklid bagi orang yang tahu dalil dan tahu bagaimana beristidlal/berdalil (penuntut
Ilmu).
2.
Boleh
taklid bagi yang tidak tahu dalil, yakni dengan mengikuti orang
yang dipercaya ilmu dan agamanya dari kalangan para ulama, lihat Qs. An Nahl:
43 dan Al Anbiya: 7.
**********
Dari
Addiy bin Hatim radhiyallahu anhu, bahwa ia mendengar Nabi shallallahu alaihi
wa sallam membacakan ayat ini,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا
مِّن دُونِ اللهِ
“Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah.” (Qs. At Taubah: 31)
Maka
saya berkata kepada Beliau, “Kami tidak menyembah mereka.”
Beliau
bersabda,
أَلَيْسَ يُحَرِّمُوْنَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتُحَرِّمُوْنَهُ،
وَيُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ اللهُ، فَتُحِلُّوْنَهُ؟
“Bukankah ketika
mereka mengharamkan yang Allah halalkan, maka kalian ikut mengharamkan, dan
ketika mereka menghalalkan yang Allah haramkan, kalian ikut menghalalkan?”
Aku
menjawab, “Ya.”
Beliau
bersabda,
فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ
“Seperti itulah
menyembah mereka.”
(Hr.
Ahmad dan Tirmidzi, ia menghasankannya)
Penjelasan:
Addiy
bin Hatim Ath Tha’iy adalah seorang sahabat yang masyhur. Sebelumnya ia
beragama Nasrani lalu masuk Islam pada tahun ke-9 H atau 10 H. Ia hadir dalam
penaklukkan Irak, lalu tinggal di Kufah, dan ikut hadir dalam perang Shiffin
bersama pasukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Ia wafat pada tahun 68 H
dalam usia 120 tahun.
Hadits
di atas menerangkan, bahwa saat Addi bin Hatim mendengar Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam membacakan ayat di atas yang di dalamnya terdapat berita
tentang keadaan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan orang alim dan
rahib mereka sebagai tuhan, Addi masih belum memahami maknanya, karena
menurutnya ibadah itu dengan melakukan sujud dan semisalnya, sedangkan dirinya
tidak sujud kepada tokoh-tokoh mereka. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menerangkan, bahwa menaati orang-orang alim dan rahib secara mutlak
ketika mereka mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram juga sama
saja menyembah mereka.
Intinya
menaati makhluk secara mutlak saat mereka mengharamkan yang halal atau
sebaliknya sama saja menyembahnya, apalagi dalam menetapkan undang-undang atau
membuat aturan yang menyelisihi hukum Allah Ta’ala.
Kesimpulan:
1.
Menaati ulama atau
umara dalam merubah hukum Allah Ta’ala atau ketika mereka menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal sama saja menyembah mereka.
2.
Menghalalkan dan
mengharamkan adalah hak Allah Ta’ala.
3.
Penjelasan tentang
salah satu macam syirik, yaitu syirik dalam ketaatan.
4.
Disyariatkan
mengajarkan orang yang tidak tahu.
5.
Ibadah cakupannya
luas, bukan hanya sujud dan ruku, bahkan semua yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya berupa ucapan, amalan baik lahir maupun batin merupakan ibadah.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa
alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Al Ishabah fi
Tamyizish Shahabah (Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani), Fathul Majid
(Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), Maktabah Syamilah versi 3.45,
dll.
0 komentar:
Posting Komentar