Hal-Hal Yang Makruh Dalam Shalat

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫مكروهات الصلاة‬‎
Hal-Hal Yang Makruh Dalam Shalat
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang hal-hal yang makruh dalam shalat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Hal-Hal Yang Makruh Dalam Shalat
Dimakruhkan bagi orang yang shalat meninggalkan sunah-sunah shalat. Demikian pula melakukan hal-hal di bawah ini:
1. Bermain-main dengan kainnya atau badannya, kecuali jika dibutuhkan, maka tidak makruh.
Dari Mu’aiqib ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang mengusap kerikil dalam shalat, maka Beliau bersabda,
لَا تَمْسَحِ الْحَصَى وَأَنْتَ تُصَلِّي، فَإِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا، فَوَاحِدَةٌ تَسْوِيَةَ الْحَصَى
“Janganlah engkau mengusap kerikil ketika shalat. Jika engkau memang terpaksa harus melakukannya, maka sekali saja untuk meratakan kerikil.” (Hr. Jamaah Ahli Hadits)
2. Bercekak pinggang dalam shalat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang bercekak pinggang dalam shalat.” (Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Maksud bercekak pinggang adalah meletakkan tangannya di pinggang.
3. Melihat ke langit
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِهِمْ أَبْصَارَهُمْ عِنْدَ الدُّعَاءِ فِي الصَّلَاةِ إِلَى السَّمَاءِ، أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ
“Hendaknya orang-orang berhenti dari menghadapkan pandangan mereka ke langit saat berdoa dalam shalat, atau pandangan mereka akan disambar.” (Hr. Ahmad, Muslim, dan Nasa’i)
4. Memperhatikan sesuatu yang melalaikan
Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat mengenakan khamishah (kain dari wool) yang bercorak, maka Beliau bersabda,
شَغَلَتْنِي أَعْلاَمُ هَذِهِ، اذْهَبُوا بِهَا إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةٍ
“Corak-corak pakaian ini membuatku lalai, bawalah ia ke Abu Jahm dan berikan kepadaku Anbijaniyah (pakaian tebal berbulu, namun tidak bercorak).” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Abu Jahm adalah Amir bin Hudzaifah, ia pernah memberikan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam kain khamishah, namun karena corak-coraknya membuat Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak khusyu, maka Beliau meminta kepadanya kain Anbijaniyah sebagai gantinya agar Abu Jahm tidak bersedih.
Imam Bukhari meriwayatakan dengan sanadnya dari Anas ia berkata, “Aisyah memiliki tirai tipis yang dipakai untuk menutupi bagian tertentu rumahnya, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَمِيطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا، فَإِنَّهُ لاَ تَزَالُ تَصَاوِيرُهُ تَعْرِضُ فِي صَلاَتِي
“Singkirkanlah dari kami tiraimu ini, karena corak-coraknya selalu tampak dalam shalatku.”
Hadits ini juga menunjukkan, bahwa melihat kepada tulisan yang dicatat seseorang tidaklah membatalkan shalat.
5. Memejamkan mata
Sebagian ulama ada yang memakruhkannya, dan sebagian lagi membolehkannya tanpa menyatakan makruh.
Adapun hadits yang menyatakan makruh tidak sahih.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Yang benar adalah bahwa jika membuka mata tidak menghalangi kekhusyuan, maka hal itu lebih utama, tetapi jika membuatnya tidak bisa khusyu karena di hadapannya ada hiasan, ukiran, dan sebagainya yang dapat memalingkan hatinya dari khusyu, maka ketika itu memejamkan sama sekali tidak makruh. Menyatakan dianjurkan memejamkan dalam keadaan ini tentu lebih dekat kepada dasar-dasar syariat dan tujuannya daripada menyatakan makruh.
6. Berisyarat dengan kedua tangan saat salam
Dari Jabir bin Samurah ia berkata, “Kami pernah shalat di belakang Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu kami salam sambil berisyarat dengan tangan kami, maka Beliau bersabda,
مَا بَالُ هَؤُلَاءِ يُسَلِّمُونَ بِأَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمُسٍ؟ أَمَا يَكْفِي أَحَدُهُمْ أَنْ يَضَعَ يَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ ثُمَّ يَقُولَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ
“Mengapa mereka ini ketika salam berisyarat dengan tangannya seakan-akan tangannya seperti ekor kuda liar? Tidak cukupkah salah seorang di antara mereka meletakkan tangannya di atas pahanya lalu mengucapkan “As Salamu alaikum-As Salamu alaikum.” (Hr. Nasa’i, dishahihkan oleh Al Albani)
7. Menutup mulut dan menurunkan kain ke bawah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang ‘sadl’ ketika shalat dan seseorang menutup mulutnya (dalam shalat).” (Hr. Lima Imam Ahli Hadits, dan Hakim, ia menyatakan, “Shahih sesuai syarat Muslim.”)
Al Khaththabi berkata, “Sadl artinya menurunkan kain sampai ke tanah.”
Kammal bin Hammam berkata, “Termasuk pula memakai baju tanpa memasukkan tangan ke lubang bajunya.”
8.  Shalat ketika makanan sudah dihidangkan
Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وُضِعَ العَشَاءُ وَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ، فَابْدَءُوا بِالعَشَاءِ
“Apabila makan malam sudah dihidangkan, sedangkan shalat sudah diiqamatkan, maka mulailah dengan makam malam.” (Hr. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Dari Nafi, bahwa Ibnu Umar pernah dihidangkan makanan, lalu iqamat untuk shalat dikumandangkan, maka ia tidak mendatangi shalat sampai selesai makan padahal ia telah mendengar bacaan imam. (Hr. Bukhari)
Al Khaththabi rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan mendahulukan makan agar jiwa telah terpenuhi kebutuhannya, sehingga seorang yang shalat masuk ke dalamnya dalam keadaan hatinya tenang; tidak didesak oleh syahwat makanan yang membuatnya tergesa-gesa sehingga tidak menyempurnakan ruku, sujud, dan tidak memenuhi hak-haknya.”
Jumhur (mayoritas) para ulama berkata, “Disunahkan mendahulukan makan sebelum shalat adalah ketika waktu shalat masih panjang. Jika waktunya sempit, maka harus didahulukan shalat.”
Namun Ibnu Hazm dan sebagian ulama madzhab Syafi’i berpendapat, “Tetap diperintahkan mendahulukan makan meskipun waktunya sempit.”
9. Shalat ketika didesak oleh dua hal yang kotor (buang air kecil dan buang air besar) atau yang semisalnya yang dapat memalingkan hati dari kekhusyuan.
Imam Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ»
“Tidak sempurna shalat ketika makanan sudah dihidangkan, dan ketika seseorang didesak oleh dua hal yang kotor.”
10. Shalat ketika sangat kantuk.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ، حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ، لاَ يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ»
“Apabila salah seorang di antara kamu mengantuk saat shalat (di malam hari), maka hendaknya ia tidur hingga hilang kantuknya, karena apabila dia shalat sedangkan dirinya masih sangat mengantuk, bisa jadi awalnya hendak istighfar, namun ia malah mencaci-maki dirinya.” (Hr. Jamaah Ahli Hadits)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ، فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ، فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ، فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang di antara kamu bangun malam, lalu lisannya tidak lancar membaca Al Qur’an, ia tidak tahu apa yang ia baca, maka tidurlah terlebih dahulu.” (Hr. Ahmad dan Muslim)
11. Selalu menempati tempat tertentu di masjid selain imam.
Dari Abdurrahman bin Syibl ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَقْرَةِ الْغُرَابِ، وَافْتِرَاشِ السَّبْعِ، وَأَنْ يُوَطِّنَ الرَّجُلُ الْمَكَانَ فِي الْمَسْجِدِ كَمَا يُوَطِّنُ الْبَعِيرُ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang sujud seperti mematuknya burung gagak (cepat tanpa thumakninah), menghamparkan tangan (ketika sujud) seperti hewan buas, dan seseorang selalu menempati tempat tertentu di masjid sebagaimana unta selalu menempati tempatnya.” (Hr. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim, ia menshahihkannya, dan dihasankan oleh Al Albani).
Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah fit Ta’liq ala Fiqhis Sunnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger