Syarah Kitab Tauhid (39)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫من الشرك إرادة بعمله الدنيا‬‎
Syarah Kitab Tauhid (39)
(Melakukan Amal Saleh Karena Kepentingan Dunia Adalah Syirik)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab : Melakukan Amal Saleh Karena Kepentingan Dunia Adalah Syirik
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.--Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Huud: 15-16)
Penjelasan:
Penulis (Syaikh M. At Tamimi) memasukkan masalah ini ke dalam kitab tauhidnya adalah untuk menerangkan, bahwa beramal saleh karena hendak meraih keuntungan dunia adalah kesyirikan yang dapat mengurangi kesempuraan tauhid seseorang serta menghapus amal saleh itu. Bedanya bab ini dengan bab sebelumnya (tentang riya) adalah jika riya adalah amal saleh untuk meraih pujian manusia, sedangkan bab ini menyebutkan tentang amal saleh yang dikerjakan karena hendak meraih dunia. Contoh amal saleh yang tujuannya adalah dunia adalah seseorang berjihad dengan maksud memperoleh harta, belajar agama dengan maksud memperoleh kedudukan dan harta, dsb.
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa barang siapa yang perhatiannya tertuju kepada dunia, sehingga niatnya ketika melakukan amal saleh adalah untuk mengejar dunia, maka Allah akan memberikan balasan di dunia jika Dia kehendaki sebagaimana firman-Nya di surat Al Isra ayat 18,
مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاء لِمَن نُّرِيدُ
“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.”
Ayat yang disebutkan penulis menerangkan tentang hukum beramal saleh karena dunia dan balasannya di dunia dan di akhirat.
Kesimpulan:
1.      Beramal saleh karena hendak mencari keuntungan dunia adalah syirik yang dapat menghapuskan amalnya.
2.      Allah memberikan balasan kepada orang kafir dan orang yang mengejar dunia dengan balasan kebaikan di dunia, sehingga di akhirat ia tidak memiliki amal kebaikan untuk diberikan balasan.
3.      Pemberian kenikmatan atau kekayaan kepada seseorang di dunia bukan berarti Allah mencintainya, bahkan tanda Allah mencintainya adalah ketika Dia memberikan kepadanya nikmat agama Islam dan mengamalkannya.
4.      Peringatan keras terhadap orang yang beramal saleh karena mengejar dunia.
5.      Dorongan untuk mencari akhirat dalam amal saleh yang dikerjakannya.
**********
Dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ، تَعِسَ وَانْتَكَسَ، وَإِذَا شِيكَ فَلاَ انْتَقَشَ، طُوبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَشْعَثَ رَأْسُهُ، مُغْبَرَّةٍ قَدَمَاهُ، إِنْ كَانَ فِي الحِرَاسَةِ، كَانَ فِي الحِرَاسَةِ، وَإِنْ كَانَ فِي السَّاقَةِ كَانَ فِي السَّاقَةِ، إِنِ اسْتَأْذَنَ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ، وَإِنْ شَفَعَ لَمْ يُشَفَّعْ
“Celaka hamba dinar, celaka hamba dirham, celaka hamba khamishah (pakaian yang terbuat dari sutra atau wool dengan diberi sulaman), dan celaka hamba khamilah (kain beludru). Jika diberi dia senang, dan jika tidak, dia marah. Celaka dan tersungkurlah. Apabila terkena duri semoga ia tidak bisa mencabutnya. Thuba (berbahagialah) bagi seorang hamba yang memacu kudanya di jalan Allah, rambutnya kusut dan kedua kakinya berdebu. Jika dia ditugaskan sebagai penjaga, maka dia tetap berada di pos penjagaan, dan jika dia ditugaskan di garis belakang, maka dia tetap berada di garis belakang. Jika dia meminta izin (untuk menemui raja atau penguasa) tidak diizinkan, dan jika bertindak sebagai pemberi syafaat (perantara), maka tidak diterima syafaatnya.”
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Bukhari no. 2887.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan tentang dua keadaan orang, dimana yang satu mencari dunia, sedangkan yang satu lagi mencari akhirat. Orang yang mencari dunia atau hamba dunia akan sengsara, sedangkan orang yang mencari keridhaan Allah dan akhirat akan memperoleh keberuntungan yang kekal abadi.
Disebut sebagai ‘Hamba dinar, dirham, khamishah, atau khamilah’ adalah karena tujuan dia beramal adalah untuk memperoleh benda-benda itu atau semisalnya, yakni kesenangan dunia. Cirinya sebagaimana diterangkan dalam hadits di atas, Jika diberi dia senang, dan jika tidak, dia marah.’ Adapun orang mukmin, maka sifatnya jika diberi bersyukur, dan jika tidak diberi, ia bersabar dan tidak marah, karena dia beramal karena Allah; bukan karena mencari dunia, bahkan di antara mereka ada yang tidak ingin memperoleh kesenangan dunia sedikit pun terhadap amalnya seperti halnya para sahabat yang tidak suka diberi dari dunia ini dan tidak menuntut apa-apa, karena niatnya adalah akhirat dan mereka hendak menjaga amal dan pahala mereka di akhirat, sehingga mereka tidak suka disegerakan kebaikan mereka di dunia. Akan tetapi jika seorang diberi tanpa rasa harap serta tamak dan tanpa memintanya, maka tidak mengapa mengambilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits, bahwa jika kita diberi harta tanpa rasa harap dan tamak, maka ambillah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu,
خُذْهُ إِذَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا المَالِ شَيْءٌ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ وَمَا لاَ فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ
“Ambillah jika harta ini datang kepadamu tanpa engkau berharap dan memintanya. Jika keadaanmu tidak demikian, maka jangan kau turuti keinginan dirimu.” (Shahih Bukhari no. 1473).
Sabda Beliau ‘Thuuba’ (berbahagialah) bisa artinya nama sebuah pohon di surga yang bayangannya menaungi perjalanan selama seratus tahun, atau sebagai salah satu nama surga, yakni orang yang melakukan amalan yang disebutkan akan memperoleh keutamaan ini.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
طُوْبَى شَجَرَةٌ فِي الْجَنَّةِ مَسِيْرَةَ مِائِةِ عَامٍ ثِيَابُ أَهْلِ الْجَنَّةِ تُخْرَجُ مِنْ أَكْمَامِهَا
“Thuba adalah sebuah pohon di surga yang (menaungi) perjalanan seratus tahun, dimana pakaian penghuni surga keluar dari kelopaknya.” (Hr. Ahmad dan Ibnu Hibban, dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1985)
Dalam hadits di atas juga terdapat celaan terhadap sikap beramal saleh karena mencari dunia, dan dorongan agar beramal saleh untuk mencari akhirat.
Kesimpulan:
1.      Celaan terhadap sikap beramal saleh karena mencari dunia, dan bahwa hal itu merupakan syirik dalam niat.
2.      Dorongan agar beramal untuk mencari akhirat.
3.      Keutamaan tawadhu.
4.      Keutamaan berjihad fi sabilillah.
5.      Contoh orang yang terkenal di langit, namun tidak dikenal di dunia.
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal,  maka lakukanlah. Tidak masalah bagimu untuk tidak dikenal dan tidak dipuji manusia. Tidak masalah bagimu jika engkau dicela manusia,  namun terpuji di sisi Allah Azza wa Jalla.”
6.      Keutamaan tidak terkenal dan keutamaan menyembunyikan amal saleh.
7.      Celaan terhadap sikap berlebihan terhadap dunia, dan pujian terhadap sikap sederhana dalam hal dunia.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan), Al Qaulul Mufid (M. Bin Shalih Al Utsaimin), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger