بسم
الله الرحمن الرحيم
Risalah Jihad (1)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang jihad,
semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Allah Subhanahu wa
Ta’ala mensyariatkan berjihad di jalan-Nya untuk meninggikan kalimat-Nya,
membela agama-Nya, dan menyingkirkan musuh-musuh-Nya. Dia juga mensyariatkan
jihad sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya sebagaimana firman-Nya,
ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لانْتَصَرَ مِنْهُمْ
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ سَيَهْدِيهِمْ وَيُصْلِحُ بَالَهُمْ وَيُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ
عَرَّفَهَا لَهُمْ
“Demikianlah
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah
hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang
syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.” (Qs. Muhammad: 4)
Jihad fi sabilillah
memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam, ia merupakan puncaknya dan termasuk
ibadah yang sangat utama, bahkan sebagian ulama ada yang menyebutnya sebagai
rukun Islam yang keenam.
Jihad fi sabilillah ini
disyariatkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma.
Dalam Al Quran Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan
atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi
kamu menyukai sesuatu, padahal ia sangat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan
kamu tidak mengetahui.”
(Qs. Al Baqarah: 216)
Nabi shallallahu alaihi
wa sallam juga berjihad dan merintahkan para sahabat berjihad. Beliau bersabda,
«مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ، وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِغَزْوٍ، مَاتَ
عَلَى شُعْبَةِ نِفَاقٍ»
“Barang
siapa yang meninggal dunia dan belum sempat berperang, dan tidak terlintas di
hatinya untuk berperang, maka ia meninggal dunia di atas salah satu cabang
kemunafikan.” (Hr. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Jihad termasuk syiar
Islam yang agung dan puncaknya, kedudukannya dalam agama ini sudah maklum
(jelas) dan tetap berlaku sampai hari Kiamat.
Jihad ini terbagi dua,
yaitu:
Pertama, jihad fath wa thalab (menaklukkan negeri dan
menuntut orang-orang kafir masuk ke dalam Islam). Untuk jihad ini harus
terpenuhi syarat-syaratnya, yaitu: adanya imam (pemimpin), negara, dan bendera.
Jihad fath wa thalab ini
disyariatkan ketika ada yang menghalangi dakwah, misalnya orang yang beriman
disiksa, orang yang hendak masuk Islam dihalangi, atau da’inya dihalangi
mendakwahkan Islam. Dan sebelum jihad ini dilakukan, maka pihak yang akan
diperangi diberi tiga pilihan; masuk Islam, jizyah, atau perang.
Jihad ini harus seizin
imam sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ
يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي، وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ
وَيُتَّقَى بِهِ
“Barang
siapa yang menaatiku, maka berarti ia taat kepada Allah, dan barang siapa yang
mendurhakaiku, maka berarti ia mendurhakai Allah. Barang siapa yang menaati
komandan, maka ia telah menaatiku, dan barang siapa yang mendurhakai komandan,
maka ia telah mendurhakaiku. Sesungguhnya imam (pemimpin) itu perisai,
berperang (harus) di belakangnya dan ia menjadi bentengnya.” (Hr. Bukhari)
Dalam Al Qur’an Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ
فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا
مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ
الْخَالِفِين
“Maka
jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka
minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah, "Kamu
tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh
bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang
pertama, karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut
berperang." (Qs. At Taubah: 83)
Ayat di atas menunjukkan
bahwa jihad itu tergantung izin imam, dan pada saat itu imamnya adalah Nabi
kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Kedua, jihad daf’ (membela diri, kehormatan.
Harta, dan negara). Hal ini hukumnya wajib bagi penduduk setempat saat
negerinya diserang musuh. Jika mereka lemah, maka negeri tetangga membantunya,
dst.
Untuk jihad ini tidak
disyaratkan harus ada izin dari imam (pemerintah). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata, “Tidak boleh suatu pasukan berperang kecuali dengan izin imam betapa
pun keadaannya, karena yang ditujukan berperang dan berjihad adalah waliyyul
amri (pemerintah); bukan orang-perorang. Orang-perorang mengikuti keputusan
Ahlul Halli wal Aqdi (dewan pemerintah yang menetapkan kebijakan), sehingga
tidak boleh bagi seseorang berperang tanpa izin imam kecuali saat membela diri,
yakni ketika musuh menyerang mereka secara tiba-tiba, dimana mereka
mengkhawatirkan bahayanya, maka ketika itulah mereka berhak membela diri
mereka, dan pada saat itu memang harus berperang.” (Lihat Asy Syarhul Mumti
8/22)
Untuk jihad dibutuhkan
persiapan, yaitu:
Pertama, persiapan dari sisi tarbiyah imaniyah
(pembinaan rohani), dimana umat ini telah menegakkan hakikat ubudiyah kepada
Allah Azza wa Jalla, dan jiwa mereka telah terbina di atas kitabullah, sunnah
Rasul-Nya, serta siap membela agama Allah dan syariat-Nya, dan Allah akan
menolong orang yang menolong agama-Nya.
Kedua, persiapan fisik dan materi, yakni
menyiapkan pasukan dan perlengkapan untuk melawan musuh-musuh Allah serta
memerangi mereka, sebagaimana firman-Nya,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ
مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu, dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya.” (Qs. Al Anfaal: 60)
(Lihat pula kutaib (buku
ringkas) Mujmal Masa’ilil Iman Al Ilmiyyah Fi Ushulil Aqidah As Salafiyyah karya
lima murid Syaikh Al Albani)
Ta’rif (Definisi) Jihad
Jihad secara bahasa
artinya mengerahkan kemampuan dalam memerangi musuh. Adapun secara istilah,
jihad adalah berperang agar kalimatullah menjadi tinggi, dan kata tersebut juga
mencakup hal lain di luar perang.
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Jenis jihad yang fardhu ain itu bisa dengan hati, lisan, harta,
maupun dengan tangan. Oleh karena itu, setiap muslim harus berjihad dengan
salah satu dari beberapa hal ini.”
Jihad juga berlaku pada
jihad melawan hawa nafsu, setan, dan orang-orang fasik.
Jihad melawan hawa nafsu
adalah dengan mempelajari masalah agama, mengamalkannya, kemudian
mengajarkannya.
Jihad melawan setan
adalah dengan menolak syubhat yang dibawanya serta syahwat yang dihiasnya.
Sedangkan jihad melawan
orang-orang kafir adalah dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ»
“Berjihadlah
melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisanmu.” (Hr. Abu Dawud
dan Nasa’i, dishahihkan oleh Al Albani)
Adapun jihad melawan
orang-orang fasik, maka bisa dengan tangan, lisan, maupun hati sesuai kemampuan
dalam mengingkari kemungkaran.
Hukum Jihad
Jihad hukumnya fardhu
kifayah, yakni jika sudah ada yang melakukannya, maka bagi yang lain tidak
wajib, namun hanya sunah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak
sepatutnya bagi kaum mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.” (Qs. At Taubah: 122)
Jihad juga sebaik-baik
ibadah sunah yang dilakukan seseorang.
Nash-nash yang
memerintahkan dan mendorong berjihad sangat banyak sekali dalam Al Qur’an
maupun As Sunnah. Di antaranya firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ
وَيُقْتَلُونَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً فِي التَّوْرَاةِ وَالْأِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ
وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ
بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan Al Quran. Siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (Qs. At Taubah: 111)
Sedangkan dalam As
Sunnah, di antaranya adalah hadits berikut:
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: «رَجُلٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ
اللهِ بِمَالِهِ وَنَفْسِهِ» ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «مُؤْمِنٌ فِي شِعْبٍ مِنَ
الشِّعَابِ يَعْبُدُ اللهَ رَبَّهُ، وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ»
Dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa ada seorang yang datang kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Siapakah orang yang
paling utama?" Beliau bersabda, "Seorang yang berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwanya." Ia bertanya lagi, "Kemudian siapa?"
Beliau bersabda, "Seorang mukmin yang berada di salah satu lereng gunung; beribadah
kepada Allah Tuhannya dan menjauhi keburukan manusia." (HR. Bukhari dan
Muslim)
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَثَلُ المُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَنْ
يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِهِ، كَمَثَلِ الصَّائِمِ القَائِمِ، وَتَوَكَّلَ اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِ
فِي سَبِيلِهِ، بِأَنْ يَتَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الجَنَّةَ، أَوْ يَرْجِعَهُ سَالِمًا
مَعَ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan orang yang
berjihad di jalan Allah –dan Allah lebih mengetahui siapa yang berjihad di
jalan-Nya- adalah seperti orang yang berpuasa dan shalat malam. Allah menjamin
untuk orang yang berjihad di jalan-Nya, jika Allah wafatkan, maka Dia akan
memasukkannya ke surga, atau mengembalikannya dalam keadaan selamat dengan
membawa pahala atau ghanimah." (HR. Bukhari)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan), Mudzakkiratul
Fiqh (Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin), Minhajul Muslim (Abu Bakar
Al Jazairiy), Tamamul Minnah fi Fiqhil Kitab wa Shahihis Sunnah (Adil bin
Yusuf Al Azzazi), Mujmal Masa’ilil Iman Al Ilmiyyah (Lima murid Syaikh Al
Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar