بسم
الله الرحمن الرحيم
Risalah Jihad (2)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang
jihad, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Keadaan Dimana Hukum Jihad
Menjadi Fardhu Ain
Ada beberapa keadaan
dimana hukum jihad menjadi fardhu ‘ain, yaitu:
1. Ketika dirinya hadir
dalam peperangan, maka ia wajib berperang, dan tidak boleh pergi melarikan
diri.
2. Ketika musuh mengepung negerinya.
Hal itu, karena dalam
dua kondisi di atas, jihad sebagai bentuk pembelaan diri; bukan jihad thalab
(menuntut), dimana jika ia pergi melarikan diri, tentu orang-orang kafir akan
menguasai kaum muslimin.
3. Jika kaum muslimin
butuh kepadanya dalam perang atau pembelaan diri. Misalnya mereka memiliki tank
dan pesawat, namun tidak ada yang mampu menggunakannya kecuali dirinya, maka
ketika itu ia wajib berjihad.
4. Apabila imam
(pemimpin) kaum muslimin memerintahkannya untuk berangkat.
Hal ini berdasarkan firman
Allah Ta’ala,
مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْضِ
Apakah sebabnya ketika
dikatakan kepadamu, "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan
Allah," kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? (Qs. At Taubah: 38)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ
فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Qs. Al Anfal: 45)
Dan berdasarkan sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ
“Dan
apabila kalian diminta berangkat, maka berangkatlah.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata, “Jihad itu ada yang bisa dilakukan dengan
tangan, dan bisa dilakukan dengan mendakwahi, menegakkan hujjah, menggunakan
lisan, ra’yu (pemikiran), pengaturan, dan keterampilan. Ia wajib melakukan yang
bisa dilakukan, dan bagi yang tidak ikut berperang karena ada uzur, hendaknya
menjadi pengganti anggota pasukan dalam mengurus keluarga dan harta mereka.”
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا، وَمَنْ خَلَفَ
غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا»
“Barang
siapa yang menyiapkan perlengkapan orang yang berperang di jalan Allah, maka
sungguh ia telah berperang, dan barang siapa yang yang mengurus dengan baik
keluarga orang yang berperang di jalan Allah, maka sungguh ia telah berperang.”
(Hr. Bukhari dan Muslim)
Seorang imam juga
hendaknya meneliti pasukan sebelum berangkat berjihad, mencegah orang-orang
atau penunggang berkuda yang tidak cocok ikut berperang, dsb. Ia cegah orang
yang membuat semangat pasukan gentar dan senang menelantarkan mereka, serta
orang yang membuat kekacauan dengan menakut-nakuti. Imam juga mencegah orang
yang mudah menyebarkan rahasia kepada musuh atau menimpakan fitnah (cobaan) kepada
pasukan. Imam juga mengangkat komandan perang yang pandai mengatur pasukan
dengan pengaturan yang syar’i.
Bagi pasukan wajib taat
secara ma’ruf (wajar) kepada komandan, memberikan nasihat kepadanya, dan
bersabar bersamanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil
amri di antara kamu.” (Qs. An Nisaa’: 59)
Pasukan juga tidak boleh
melanggar batasan yang ditetapkan oleh komandan; mereka tidak boleh pergi ke
suatu tempat tanpa izinnya dan tidak boleh menyerang tanpa perintahnya, karena
yang demikian dapat menimbulkan kekacauan, kecuali jika musuh menyerang mereka
secara tiba-tiba, dimana pasukan khawatir akan dibinasakan oleh musuh, maka
dalam hal ini, pasukan harus membela diri. Berbeda ketika hendak memulai
menyerang musuh, maka harus dengan izin komandan.
Meskipun begitu, jika
komandan memerintahkan berbuat maksiat, maka tidak boleh ditaati. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ»
“Tidak
ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam
perkara yang ma’ruf (tidak bertentangan dengan syariat).” (Hr. Bukhari dan
Muslim dari Ali radhiyallahu anhu)
Tujuan Jihad
Allah mensyariatkan
jihad untuk membebaskan manusia dari peribadatan kepada thagut dan berhala
menuju peribadatan kepada Allah Sang Pencipta; yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dia berfirman,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ
الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan
(peribadatan) itu hanya semata-mata untuk Allah.” (Qs. Al Baqarah: 193)
Allah mensyariatkan
jihad juga untuk menyingkirkan kezaliman serta mengembalikan hak kepada
pemiliknya, Dia berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا
وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ
بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاّ أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ
“Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong
mereka.” (Qs. Al Hajj: 39)
Demikian pula Allah
mensyariatkan jihad untuk merendahkan orang-orang kafir, memberikan pembalasan
terhadap mereka, serta melemahkan kekuatan mereka, Dia berfirman,
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ
وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَيُذْهِبْ
غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Perangilah
mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan)
tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap
mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (Qs. At Taubah: 14)
Syaikh Abu Bakar Al
Jazairiy berkata, “Di antara hikmah berjihad dengan segala bentuknya adalah
agar hanya Allah Ta’ala saja yang disembah, di samping hal lain yang
mengikutinya, yaitu menolak kezaliman dan keburukan, menjaga jiwa dan harta,
memelihara hak dan menjaga keadilan, menyebarkan kebaikan dan keutamaan. Allah
Ta’ala berfirman,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ
الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan
(peribadatan) itu hanya semata-mata untuk Allah.” (Qs. Al Baqarah: 193)
(Minhajul Muslim
hal. 269)
Perlu diketahui, bahwa
peperangan dilakukan setelah menyampaikan dakwah sebagaimana yang dilakukan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana Beliau mengajak manusia kepada
Islam sebelum memerangi mereka. Beliau juga mengirimkan surat kepada para raja
mengajak mereka kepada Islam, serta mewasiatkan kepada para komandan pasukan
untuk mengajak manusia lebih dulu kepada Islam sebelum melakukan peperangan.
Hal itu, karena tujuan perang dalam Islam adalah untuk menyingkirkan kekafiran
dan kemusyrikan, serta masuknya manusia ke dalam agama Allah. Jika hal itu
dapat terwujud tanpa melalui peperangan, maka tidak perlu adanya peperangan, wallahu
a’lam.
Ribath, hukum dan
keutamaannya
Ribath artinya tetapnya
pasukan kaum muslimin dengan senjata dan peralatan perang di tempat dan
perbatasan berbahaya yang rawan didatangi musuh untuk menyerang kaum muslimin
dan negeri mereka.
Ribath hukumnya wajib
kifayah seperti jihad. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا
وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
agar kamu beruntung.” (Qs. Ali Imran: 200)
Ribath merupakan amalan
utama dan ibadah yang sangat agung. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
bersabda,
رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ
الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
“Ribath
sehari saja di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Hr.
Bukhari)
«رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ،
وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ
رِزْقُهُ، وَأَمِنَ الْفَتَّانَ»
“Ribath
sehari-semalam lebih baik daripada berpuasa dan qiyamullail selama sebulan.
Jika ia wafat, maka akan mengalir kepadanya amal yang dikerjakannya, rezeki
akan dialirkan kepadanya, dan ia akan aman dari malaikat penguji di kubur.”
(Hr. Muslim dan Abu Dawud)
«كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الْمُرَابِطَ، فَإِنَّهُ
يَنْمُو لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَيُؤَمَّنُ مِنْ فَتَّانِ الْقَبْرِ»
“Setiap
mayit akan ditutup amalnya selain orang yang melakukan ribath, maka amalnya
akan berkembang untuknya sampai hari Kiamat, serta akan diamankan dari penguji
di kubur.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al AlbanI)
Perlunya mempersiapkan
diri untuk berjihad
Mempersiapkan diri untuk
berjihad adalah dengan menyiapkan segala sebab dan perlengkapan perang apa pun
bentuknya. Hal ini hukumnya wajib seperti halnya jihad, hanyasaja ia
didahulukan sebelum berjihad. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ
مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu, dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya.” (Qs. Al Anfaal: 60)
Uqbah bin Amir
radhiyallahu anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda di atas mimbar,
{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ} [الأنفال:
60] ، «أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ، أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ، أَلَا
إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ»
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.
Ketahuilah, bahwa kekuatan itu terletak pada memanah. Ketahuilah, bahwa
kekuatan itu terletak pada memanah.
Ketahuilah, bahwa kekuatan itu terletak pada memanah. “ (Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al
Albani)
Atas dasar ini, maka
wajib bagi kaum muslimin, baik mereka terdiri dari satu negara maupun berbagai
negara mempersiapkan senjata dan perlengkapan perang, serta melatih kaum lelaki
mereka dengan kegiatan kemiliteran untuk menolak serangan musuh, dan berperang
meninggikan kalimatullah, menyebarkan keadilan, kebaikan, dan rahmat di muka
bumi.
Demikian pula perlu dari
pihak pemerintah mewajibkan kepada rakyat latihan kemiliteran, misalnya ketika
usia seseorang telah mencapai 18 tahun diikutkan latihan kemiliteran selama 1
setengah, dimana pada waktu tersebut seseorang dilatih berbagai keterampilan
perang, dan didaftarkan namanya dalam dewan pasukan secara umum, sehingga ia
termasuk orang yang siap memenuhi panggilan jihad kapan saja seruan itu
memanggilnya, dan ketika niatnya baik, maka bisa saja mengalir untuknya pahala
ribath di jalan Allah selama namanya masih tercantum dalam dewan pasukan umum.
Demikian pula hendaknya
kaum muslimin menyiapkan pabrik yang memproduksi peralatan perang dan serius
dalam hal itu meskipun terkadang mereka harus mengorbankan waktu mereka
bersenang-senang. Hal ini agar mereka dapat menegakkan jihad dan menjalankannya
dengan baik dan sempurna; agar mereka tidak berdosa dan mendapatkan hukuman
dari Allah Azza wa Jalla baik di dunia maupun di akhirat. (Lihat Minahjul
Muslim hal. 271-272)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan), Mudzakkiratul
Fiqh (Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin), Minhajul Muslim (Abu Bakar
Al Jazairiy), Tamamul Minnah fi Fiqhil Kitab wa Shahihis Sunnah (Adil bin
Yusuf Al Azzazi), Mujmal Masa’ilil Iman Al Ilmiyyah (Lima murid Syaikh Al
Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar