بسم
الله الرحمن الرحيم
Risalah Jihad (3)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang
jihad, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Syarat-Syarat Jihad
Untuk wajibnya jihad
disyaratkan beberapa hal berikut, yaitu:
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
Islam, berakal, dan
baligh adalah syarat wajibnya syariat Islam secara umum.
4. Merdeka
Hal itu, karena Nabi
shallallahu alaihi wa sallam pernah membaiat
orang yang merdeka untuk masuk Islam dan berjihad, sedangkan kepada budak,
Beliau hanya membaiatnya untuk masuk Islam saja.
5. Laki-laki
Hal ini berdasarkan
hadits Aisyah radhiyallahu anha bahwa ia pernah bertanya, “Wahai Rasulullah,
kami melihat bahwa jihad adalah amalan yang paling utama, apakah kami tidak
berjihad?” Beliau bersabda,
لَكِنْ أََفْضَلُ الْجِهَادِ
حَجٌّ مَبْرُوْرٌ
“Akan
tetapi jihad yang paling utama adalah haji yang mabrur.” (Hr. Bukhari dan
Muslim)
6. Sehat atau selamat
dari cacat
Hal ini ditunjukkan oleh
firman Allah Ta’ala,
لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ
حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ
“Tidak
ada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang
yang sakit (apabila tidak ikut berperang).” (Qs. Al Fath: 17)
7. Adanya nafkah (biaya)
yang cukup baginya dan bagi keluarganya
Hal ini ditunjukkan oleh
firman Allah Ta’ala,
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى
وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ
وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Tidak
ada dosa (karena tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang
yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka
nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada
jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Qs. At Taubah: 91)
Catatan:
a. Terkadang jihad wajib
dengan harta ketika seseorang tidak mampu berjihad dengan badannya, dan
terkadang jihad wajib dengan badannya ketika ia tidak mampu berjihad dengan
hartanya, dan terkadang jihad wajib dengan harta dan badannya ketika kondisinya
mampu kedua-duanya.
b. Seorang imam
hendaknya memeriksa pasukan baik dirinya langsung jika ia memiliki kemampuan,
atau melalui orang lain yang memiliki keahlian, lalu ia perhatikan yang layak
berjihad, dan yang tidak layak ikut berjihad, baik terkait dengan perlengkapan
maupun kemampuan orangnya.
c. Imam juga hendaknya
mencegah orang yang tidak layak berjihad, seperti orang yang melemahkan
semangat kaum muslimin, baik dengan menakut-nakuti maupun yang sering mengeluh,
protes, dan tidak sabar.
Rukun-rukun jihad
Jihad yang syar’i yang
mewujudkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu kemuliaan atau mati syahid ada
rukun-rukunnya:
1. Niat yang baik. Hal
itu karena amal tergantung niat.
Niat yang baik dalam
jihad adalah tujuannya meninggikan kalimatullah; tidak selainnya. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang berperang
karena kesukuan dan karena riya, yang mana di antara keduanya yang termasuk fi
sabilillah? Maka Beliau menjawab,
«مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ العُلْيَا، فَهُوَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ»
“Barang
siapa yang berperang agar kalimatullah menjadi tinggi, maka dia berada di jalan
Allah.” (Hr. Bukhari dan Muslim).
2. Di belakang seorang
imam (pemimpin) yang muslim, di bawah bendera, dan izinnya.
Hal itu, sebagaimana
tidak boleh bagi kaum muslimin meskipun jumlah mereka sedikit hidup tanpa
pemimpin, dan tidak patut bagi mereka berperang tanpa pemimpin. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil
amri di antara kamu.” (Qs. An Nisaa’: 59)
Atas dasar ini, maka
wajib bagi perkumpulan kaum muslimin yang hendak berjihad fi sabilillah, atau
hendak membebaskan diri dari genggaman kaum kafir untuk membaiat terlebih
dahulu seorang imam yang pada dirinya terpenuhi syarat-syarat imam secara garis
besar, seperti ilmu, takwa, dan kemampuan, lalu dibentuk barisan, disatukan
perkara, serta berjihad dengan lisannya, hartanya, dan tangannya hingga Allah
memberikan kemenangan untuknya.
3. Menyiapkan
perlengkapan, serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam jihad
seperti senjata, peralatan perang, dan personel yang bisa disiapkan di samping
menyiapkan itu semua semampunya dan mencurahkan tenaga untuknya.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (Qs. Al Anfaal: 60)
4. Adanya keridhaan
orang tua dan izinnya, jika dia masih memiliki kedua orang tua atau salah
satunya.
Hal itu, karena
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada orang yang hendak
meminta izin berjihad, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab,
“Ya.” Beliau bersabda, “Kepada kedua orang tuamulah hendaknya kamu berjihad.”
(Hr. Bukhari) Yakni sibukkanlah dirimu mengurus dan memperhatikan maslahat
orang tuamu.
Kecuali jika musuh
menyerang negerinya, atau imam kaum muslimin memilihnya untuk berjihad, maka
ketika ini meminta izin kedua orang tua menjadi gugur.
5. Menaati imam
(komandan).
Barang siapa yang
berperang dalam keadaan durhaka kepada imamnya, lalu ia meninggal dunia, maka
ia akan mati dengan cara Jahiliyah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
«مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ
خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»
“Barang
siapa yang tidak menyukai sesuatu dari pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar,
karena barang siapa yang keluar dari ketaatan kepada pemimpin meskipun
sejengkal, maka dia akan mati dengan cara Jahiliyah.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Hal yang harus dilakukan
ketika peperangan telah berkecamuk
Saat perang telah
berkecamuk, seorang mujahid hendaknya memiliki sikap berikut:
1. Bersabar dan tidak
mundur ke belakang ketika bertemu musuh.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ
الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (Qs. Al Anfaal: 15)
Tentunya hal ini jika
jumlah orang-orang kafir tidak lebih dari dua kali lipat jumlah kaum muslimin.
Dalam Al Muhadzdzab
disebutkan, “Jika jumlah mereka (musuh) dua kali lipat jumlah kaum muslimin,
maka boleh mundur.”
Syaikh Sayyid Sabiq
berkata, “Tetapi jika menurut perkiraannya, bahwa mereka tidak kalah, maka yang
lebih utama adalah tetap bertahan.”
Jika ternyata lebih,
misalnya seorang muslim menghadapi tiga orang atau lebih orang-orang kafir,
maka tidak haram mundur. Demikian pula tidak mengapa mundur dan tidak berdosa
ketika maksudnya mengelabui musuh untuk kemudian menyerang kembali, atau mundur
untuk bergabung dengan pasukan kaum muslimin yang lain. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا
مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ
اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Barang
siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk
(sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya adalah neraka Jahannam. Dan sangat buruklah tempat kembalinya.” (Qs. Al Anfaal: 16)
2. Banyak berdzikir
kepada Allah, baik dengan hati maupun lisan sambil berdoa dan meminta bantuan
kepada Allah Azza wa Jalla serta mengingat janji-Nya dan pertolongan-Nya kepada
wali-wali-Nya sehingga hatinya teguh dan jiwanya kokoh.
3. Taat kepada Allah dan
Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Dalil no. 2 dan 3 adalah
firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ
فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ -وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh
hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.”-- Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (Qs. Al Anfaal: 45-46)
4. Tidak bertengkar dan
berselisih agar terjun di medan perang dalam satu kesatuan yang tidak ada celah
dan lubangnya. Ketika itu hati menyatu dan jasad tersusun seperti bangunan yang
rapi; dimana yang satu dengan yang lain saling menguatkan.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs. Ash Shaff: 4)
5. Bersabar dan
menguatkan kesabaran dalam pertempuran hingga pasukan musuh terpukul mundur dan
kalah.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا
وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
agar kamu beruntung.” (Qs. Al Baqarah: 200)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan), Mudzakkiratul
Fiqh (Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin), Minhajul Muslim (Abu Bakar
Al Jazairiy), Tamamul Minnah fi Fiqhil Kitab wa Shahihis Sunnah (Adil bin
Yusuf Al Azzazi), Mujmal Masa’ilil Iman Al Ilmiyyah (Lima murid Syaikh Al
Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar